32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Kota Berkat di Atas Bukit

Foto: Net Panorama Danau Toba dinilai tidak cukup hanya menjual air, tetaoi harus membenahi atraksi dan fasilitas.
Foto: Net
Panorama Danau Toba dinilai tidak cukup hanya menjual air, tetaoi harus membenahi atraksi dan fasilitas.

SUMUTPOS.CO – Sekelompok warga Batak di Jakarta aktif menggelar diskusi rutin, setiap hari Kamis. “Diskusi Kamisan” itu selalu mengulas hal-hal yang terkait dengan upaya pengembangan Danau Toba sebagai kawasan pariwisata berkelas internasional.

“Kami ini rata-rata kalangan profesional yang bekerja di Jakarta. Setiap Kamis kami berkumpul berdiskusi mengulas mengenai Danau Toba,” ujar Boy Tonggor Siahaan, petugas di sekretariat Yayasan Pencinta Danau Toba, di Jakarta, Jumat (8/4/2016).

Boy menjelaskan, hasil diskusi dipublikasikan di situs yang mereka kelola, sebagai sumbangan pemikiran untuk pengelolaan Danau Toba ke depan. “Kami publikasikan, sekaligus agar orang-orang Batak yang berserak, bahkan yang ada di negera-negara lain pun, bisa tahu persoalan-persoalan terkini Danau Toba,” imbuh Boy.

Sebelum pemerintahan Jokowi-JK mencuatkan semangat untuk memacu pengelolaan Danau Toba, para warga Batak di Jakarta yang tergabung di Yayasan Pencinta Danau Toba itu sudah aktif menggelar diskusi. Setelah menggaung rencana pembentukan Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata Danau Toba, diskusi semakin intens.

“Setiap diskusi, rata-rata hadir delapan orang. Tidak banyak dan kami mengajak warga Batak lainnya untuk ikut gabung menjadi member,” ujarnya.

Diskusi, lanjutnya, juga menumpahkan kritik dan saran jika ada konsep dan rencana yang digagas pemerintah dianggap salah. “Kami menempatkan diri sebagai sahabat pemerintah. Kalau salah kita kritik, kalau benar kita dukung,” kata Boy.

Dikutip dari website yang dikelola yayasan itu, beberapa diskusi temanya cukup menarik. Antara lain diskusi yang digelar Kamis malam, 17 Maret 2016.

Maruap Siahaan, seorang peserta diskusi yang juga Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) mengatakan, orang Batak itu sangat Physical dan yang disoroti hanya aspek fisik saja. Padahal, lanjutnya, yang terpenting dalam membangun kawasan Danau Toba adalah aspek karakter.

“Bicara infrastruktur itu hanya bicara akses ke kawasan Danau Toba, sarana dan prasarana jalan-jalan. Kita tidak hanya bicara yang tampak, tetapi juga yang tidak tampak,” ujar Maruap.

Dalam diskusi itu muncul istilah Kota Berkat di Atas Bukit. “Karena itu, dalam melihat Kota Berkat di Atas Bukit, adalah mempersiapkan manusia yang memiliki karakter dan menjadi berkat untuk waktu yang sangat panjang,” ujarnya.

Foto: Net Panorama Danau Toba dinilai tidak cukup hanya menjual air, tetaoi harus membenahi atraksi dan fasilitas.
Foto: Net
Panorama Danau Toba dinilai tidak cukup hanya menjual air, tetaoi harus membenahi atraksi dan fasilitas.

SUMUTPOS.CO – Sekelompok warga Batak di Jakarta aktif menggelar diskusi rutin, setiap hari Kamis. “Diskusi Kamisan” itu selalu mengulas hal-hal yang terkait dengan upaya pengembangan Danau Toba sebagai kawasan pariwisata berkelas internasional.

“Kami ini rata-rata kalangan profesional yang bekerja di Jakarta. Setiap Kamis kami berkumpul berdiskusi mengulas mengenai Danau Toba,” ujar Boy Tonggor Siahaan, petugas di sekretariat Yayasan Pencinta Danau Toba, di Jakarta, Jumat (8/4/2016).

Boy menjelaskan, hasil diskusi dipublikasikan di situs yang mereka kelola, sebagai sumbangan pemikiran untuk pengelolaan Danau Toba ke depan. “Kami publikasikan, sekaligus agar orang-orang Batak yang berserak, bahkan yang ada di negera-negara lain pun, bisa tahu persoalan-persoalan terkini Danau Toba,” imbuh Boy.

Sebelum pemerintahan Jokowi-JK mencuatkan semangat untuk memacu pengelolaan Danau Toba, para warga Batak di Jakarta yang tergabung di Yayasan Pencinta Danau Toba itu sudah aktif menggelar diskusi. Setelah menggaung rencana pembentukan Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata Danau Toba, diskusi semakin intens.

“Setiap diskusi, rata-rata hadir delapan orang. Tidak banyak dan kami mengajak warga Batak lainnya untuk ikut gabung menjadi member,” ujarnya.

Diskusi, lanjutnya, juga menumpahkan kritik dan saran jika ada konsep dan rencana yang digagas pemerintah dianggap salah. “Kami menempatkan diri sebagai sahabat pemerintah. Kalau salah kita kritik, kalau benar kita dukung,” kata Boy.

Dikutip dari website yang dikelola yayasan itu, beberapa diskusi temanya cukup menarik. Antara lain diskusi yang digelar Kamis malam, 17 Maret 2016.

Maruap Siahaan, seorang peserta diskusi yang juga Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) mengatakan, orang Batak itu sangat Physical dan yang disoroti hanya aspek fisik saja. Padahal, lanjutnya, yang terpenting dalam membangun kawasan Danau Toba adalah aspek karakter.

“Bicara infrastruktur itu hanya bicara akses ke kawasan Danau Toba, sarana dan prasarana jalan-jalan. Kita tidak hanya bicara yang tampak, tetapi juga yang tidak tampak,” ujar Maruap.

Dalam diskusi itu muncul istilah Kota Berkat di Atas Bukit. “Karena itu, dalam melihat Kota Berkat di Atas Bukit, adalah mempersiapkan manusia yang memiliki karakter dan menjadi berkat untuk waktu yang sangat panjang,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/