Setelah diklaim, lanjut Wilmar, anggaran itu semestinya masuk sebagai kas daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Binjai. “Disinilah terjadi temuan itu, karena pihak rumah sakit tidak melakukan hal tersebut. Melainkan mengelola anggaran itu seperti milik mereka sendiri,” jelasnya.
Pun begitu, kata Wilmar, jika saja RSU dr Djoelham sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), maka keuangan tersebut dapat mereka kelola. “Hal ini memang sudah diatur dalam peraturan dan perundang-undangan. Kalau saya tidak silaf, hal ini diatur dalam UU No 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,” tegasnya.
Dari dugaan kasus korupsi ini, tambah Wilmar, pihaknya mendapati kerugian negara sebesar Rp900 juta. “Tapi kerugian ini masih kami hitung secara manual dan masih bisa berubah. Sebab, sejauh ini kita masih menunggu hasil audit BPKP,” bebernya.
Sementara, UU No 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit yang disampaikan Kajari dengan jelas menyebutkan, dengan pola keuangan BLUD, fleksibilitas diberikan kepada rumah sakit pemerintah dalam rangka pelaksanaan anggaran. Termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Sehingga pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat terjamin kualitasnya. (bam/ala)