“Akibat putusan pidana tersebut, almarhum telah menjalani hukuman penjara 8 tahun dan di denda sebesar Rp5 miliar, walaupun dalam putusan pidana tersebut tuduhan utamanya yaitu Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang tidak pernah terbukti. Beliau tidak pernah melakukan perbuatan yang merugikan Negara. Ini artinya, seluruh amar putusan pidana No 481 tersebut sudah dijalani almarhum DL Sitorus dengan baik,” bebernya.
Setelah Koperasi KPKS Bukit Harapan dan Koperasi Parsub memohon keadilan kepada Negara dengan menggugat Menteri KLHK dan Jaksa Agung, negara melalui Pengadilan Negeri Padangsidimpuan berdasarkan bukti dan fakta yang sah telah memutuskan, bahwa perampasan (eksekusi) kebun koperasi tersebut adalah tidak sah dan batal demi hukum. Karena lahan seluas 47 ribu hektar tersebut adalah milik masyarakat adat yang tergabung di KPKS Bukit Harapan dan Koperasi Parsub dan putusan itu juga menyatakan, lahan tersebut tidak berada di kawasan Rgister 40 berdasarkan sidang pemeriksaan di tempat, Kawasan Hutan Register 40 belum punya tata batas yang sah menurut hukum. “Lalu kenapa Pak Prasetyo mempersoalkan lahan seluas 47 ribu hektar itu lagi, dan sama sekali tidak mengungkap ke publik fakta ini. Logika orang awam, sulit menepis dugaan bahwa ada kejanggalan tersembunyi di balik pernyataan Jaksa Agung kita ini,” kata Marihot.
Anehnya lagi, kata Marihot, dalam pernyataannya, Jaksa Agung Prasetyo menyatakan, pihaknya sudah melakukan eksekusi pada 2009 terkait lahan seluas 47 ribu hektar tersebut dengan menyerahkan lahan tersebut kepada Departemen Kehutanan, “Ini artinya, tugas Kejaksaan sebagai eksekutor sudah dilaksanakan dan sudah selesai. Tapi kenapa terus melakukan hal-hal yang terkesan sebagai intimidasi dengan menyatakan akan melakukan eksekusi lagi, memangnya berapa kali eksekusi terhadap suatu perkara dapat dilakukan untuk satu kasus, bukankah eksekusi prinsipnya sekali dan final,” tegas Marihot. (rel/val/adz)