30 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Ingin jadi Tentara, Murid SMP Ini Tersedu-sedu saat Perban di Matanya Dibuka

Foto: Dame/Sumut Pos Feri Agusti Lubis, tampak berusaha keras membuka mata kanannya yang baru dioperasi katarak, untuk mengecek apakah sudah bisa melihat jelas atau belum, di RS Tentara Padangsidimpuan, Jumat (9/12/2016).
Foto: Dame/Sumut Pos
Feri Agusti Lubis tampak berusaha keras membuka mata kanannya yang baru dioperasi katarak, untuk mengecek apakah sudah bisa melihat jelas atau belum, di RS Tentara Padangsidimpuan, Jumat (9/12/2016).

Kepala sekolah memberinya izin tak ikut ujian semester, demi ikut operasi. Untungnya, ujian semester tinggal hari terakhir. Ia dijanjikan bisa ujian susulan.

“Kata dokter sih, seminggu abis operasi, anak saya disuruh libur dulu seminggu. Untunglah sekolah nggak aktif lagi abis ujian. Jadi anak saya tidak ketinggalan pelajaran,” katanya.

Sayang, saat Feri dioperasi, dokter menemukan bahwa ia menderita komplikasi katarak plus traumatik. Akibatnya, syaraf lensa mata ke belakang agak lemah. Meski lapisan katarak di matanya berhasil dibuang, tetapi lensa baru tak bisa dipasang ke matanya karena selalu jatuh. O o…

Feri sendiri tampak harap-harap cemas menunggu hasil operasi.

Saat perban di mata pasien di sebelahnya dibuka, ia tampak tegang. Saat tiba gilirannya, ia semakin tegang.

Setelah dop yang menutup mata kanannya dibuka dan ditetesi obat mata, seorang tenaga paramedis melakukan tes dengan menggerakkan jari di depan matanya. Jarak 40 cm, ia bisa mengenali jumlah jari yang diacungkan. Namun dari jarak 80 cm ia tak bisa lagi. Diulang pun hasilnya sama.

Setelah si paramedis pergi, tiba-tiba saja Feri tersedu-sedu. Saat ditanya mengapa, ia malah semakin tersedu-sedu. Rupanya ia menduga bahwa operasinya tidak berhasil dan harapannya yang begitu besar, terhempas begitu saja.

Ayah dan guru ngajinya coba membujuk, tetapi Feri hanya berhasil menelan isak dan diam dengan ekspresi murung.

Beberapa saat kemudian, dokter datang menyenter matanya. Saat diberitahu bahwa Feri adalah pasien yang matanya gagal dipasang lensa, dan si dokter membuat catatan di kartu pasien, Feri kembali sesenggukan. Hiks.. hiks.. hiks…

“Kenapa menangis?” tanya dokter.

Feri makin tertunduk dengan bahu terguncang-guncang.

Setelah ia terdiam, kami mencoba mencandainya dengan mengatakan bahwa kakek di sebelahnya saja bisa tertawa ceria meski kedua matanya dioperasi.

Feri kemudian terdiam. Dan lebih tenang. Ayahnya berharap mata anaknya bisa normal kembali, meski tak pasang lensa baru di matanya.

Yah.. semoga hasil operasinya baik dan Feri bisa meraih cita-citanya ‘menembak penjahat’. (mea)

Foto: Dame/Sumut Pos Feri Agusti Lubis, tampak berusaha keras membuka mata kanannya yang baru dioperasi katarak, untuk mengecek apakah sudah bisa melihat jelas atau belum, di RS Tentara Padangsidimpuan, Jumat (9/12/2016).
Foto: Dame/Sumut Pos
Feri Agusti Lubis tampak berusaha keras membuka mata kanannya yang baru dioperasi katarak, untuk mengecek apakah sudah bisa melihat jelas atau belum, di RS Tentara Padangsidimpuan, Jumat (9/12/2016).

Kepala sekolah memberinya izin tak ikut ujian semester, demi ikut operasi. Untungnya, ujian semester tinggal hari terakhir. Ia dijanjikan bisa ujian susulan.

“Kata dokter sih, seminggu abis operasi, anak saya disuruh libur dulu seminggu. Untunglah sekolah nggak aktif lagi abis ujian. Jadi anak saya tidak ketinggalan pelajaran,” katanya.

Sayang, saat Feri dioperasi, dokter menemukan bahwa ia menderita komplikasi katarak plus traumatik. Akibatnya, syaraf lensa mata ke belakang agak lemah. Meski lapisan katarak di matanya berhasil dibuang, tetapi lensa baru tak bisa dipasang ke matanya karena selalu jatuh. O o…

Feri sendiri tampak harap-harap cemas menunggu hasil operasi.

Saat perban di mata pasien di sebelahnya dibuka, ia tampak tegang. Saat tiba gilirannya, ia semakin tegang.

Setelah dop yang menutup mata kanannya dibuka dan ditetesi obat mata, seorang tenaga paramedis melakukan tes dengan menggerakkan jari di depan matanya. Jarak 40 cm, ia bisa mengenali jumlah jari yang diacungkan. Namun dari jarak 80 cm ia tak bisa lagi. Diulang pun hasilnya sama.

Setelah si paramedis pergi, tiba-tiba saja Feri tersedu-sedu. Saat ditanya mengapa, ia malah semakin tersedu-sedu. Rupanya ia menduga bahwa operasinya tidak berhasil dan harapannya yang begitu besar, terhempas begitu saja.

Ayah dan guru ngajinya coba membujuk, tetapi Feri hanya berhasil menelan isak dan diam dengan ekspresi murung.

Beberapa saat kemudian, dokter datang menyenter matanya. Saat diberitahu bahwa Feri adalah pasien yang matanya gagal dipasang lensa, dan si dokter membuat catatan di kartu pasien, Feri kembali sesenggukan. Hiks.. hiks.. hiks…

“Kenapa menangis?” tanya dokter.

Feri makin tertunduk dengan bahu terguncang-guncang.

Setelah ia terdiam, kami mencoba mencandainya dengan mengatakan bahwa kakek di sebelahnya saja bisa tertawa ceria meski kedua matanya dioperasi.

Feri kemudian terdiam. Dan lebih tenang. Ayahnya berharap mata anaknya bisa normal kembali, meski tak pasang lensa baru di matanya.

Yah.. semoga hasil operasinya baik dan Feri bisa meraih cita-citanya ‘menembak penjahat’. (mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/