27.8 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

Cari Keadilan karena Tanahnya Diserobot Mafia Tanah, Merawati Kirim Surat ke Presiden

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Mencari keadilan karena jadi korban penyerobotan tanah yang diduga dilakukan mafia tanah, Merawati (69) warga Jalan Banten, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, pun menyurati Presiden Joko Widodo.

Hal itu disampaikan Kuasa Hukum Merawati, Andi Ardianto dari Ardianto Coorporate Law Office, Selasa (10/1). Menurut Andi, surat itu dikirim ke Istana Negara, Senin (9/1) lalu.

“Surat itu, kami tujukan langsung ke Istana Kepresidenan, yang juga menyertakan prihal aduan yang disampaikan, yakni pengaduan atas ketidakadilan dan memohon perlindungan hukum atas peristiwa yang dihadapi klien kami (Merawati),” ungkap Andi.

Direktur Ardianto Coorporate Law Office itu, juga mengungkapkan, kliennya diduga menjadi korban penyerobotan tanah terkait perkara tanah yang diduga kuat berkaitan dengan sindikat mafia tanah di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli.

Surat tersebut tidak hanya ditujukan kepada Presiden, lanjut Andi, tapi juga dikirimkan kepada Ketua DPR, Kapolri, Ombudsman, Jaksa Agung, Menteri ATR/Kepala BPN, Ketua Mahkamah Agung, Dewan Pertimbangan Presiden, dan beberapa instansi lainnya.

“Kami meminta perlindungan dan kepastian hukum atas sebidang tanah milik Merawati. Kami minta perhatian sesuai program Pak Presiden, yakni memberantas mafia tanah,” jelasnya.

Adapun lokasi tanah yang dipermasalahkan, berada di Dusun 2, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, dengan luas bekisar 5.600 meter persegi, yang mempunyai dasar Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Reg No: 139 K/TUN/2002 tertanggal 21 April 2004, dengan penguatan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan No: 86/G/TUN-MDN tertanggal 29 Mei 2001, yang telah berkekuatan hukum tetap.

Selain itu, hal tersebut juga sudah diketahui oleh Kepala Desa Helvetia, sesuai dengan Surat Keterangan Kepala Desa No: 016/900/DH/II/1991 tertanggal 7 Maret 1991, yang diregistrasi Camat Labuhan Deli No: 21/SK-LD/1991 tertanggal 22 Maret 1991, yang menerangkan dengan sebenarnya, Merawati memiliki sebidang tanah di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang.

“Jadi tanah Ibu Merawati diduga kuat diserobot oleh Rakio, dan kemudian berganti atas nama Budi Kartono,” tutur Andi.

Karena itu, sambung Andi, pihaknya berharap supaya Presiden dan Kapolri, bisa membantu mengungkap kasus dugaan mafia tanah tersebut. Dengan begitu, dia pun berharap, Presiden Jokowi dapat tegas dan bijak dalam menyelesaikan konflik agraria ini, agar menjadi catatan keberhasilan, khususnya di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang.

“Permasalahan konflik agraria di Deliserdang, khususnya Desa Helvetia, harus cepat diselesaikan oleh Bapak Presiden Jokowi. Sehingga tidak ada lagi oknum-oknum tertentu yang semena-mena terhadap rakyat kecil,” kata Andi lagi.

“Kami menunggu langkah-langkah kebijakan Bapak Presiden untuk menyelesaikan kasus ini,” harapnya.

Secara terpisah, eks Kepala Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Agus Sailin mengaku, mengetahui tanah itu milik Merawati setelah adanya konflik agraria di lahan tersebut.

“Benar, saya tahunya sejak kisruh masalah tanah di lahan itu,” ujarnya.

Saat disinggung terkait keterangan dari Camat Labuhan Deli Edy Saputra Siregar, dalam sebuah pemberitaan di satu media, yang menjelaskan, Komarudin menandatangani surat penguasaan fisik, yang ketika itu selaku Plt (Pelaksana tugas lanjutan) Kepala Desa Helvetia. Namun, Agus mengaku heran, atas keterangan Camat Labuhan Deli tersebut, soal Komarudin sebagai Plt Kepala Desa Helvetia.

“Ketika itu saya masih menjabat sebagai kepala desa. Kalau saat itu, Sekretaris Desa (Sekdes) Komarudin sebagai Plt Kepala Desa Helvetia, kenapa saya tidak mengetahuinya? Apa bisa saya menjabat sebagai kepala desa, lalu di saat itu juga Sekdes sebagai Plt kepala desa?” tanya Agus, seraya tersenyum heran.

“Cobalah dibuka peraturan yang mengatur tentang Plt kepala desa. Nah, di situ nampak jelas ketentuan-ketentuannya,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, sejumlah warga menuding, pejabat Desa Helvetia dan Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, diduga terlibat mafia tanah. Adanya tudingan sejumlah oknum terlibat mafia tanah ini, setelah adanya dugaan penyerobotan lahan milik Merawati di Dusun 2, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli.

Sekretaris Desa Helvetia, Komarudin mengakui, pada lahan yang disengketakan itu ada tanah milik Merawati. Tapi menurutnya, antara lahan milik Merawati dan Rakio, jaraknya berdekatan.

“Memang Merawati ini memiliki tanah di belakang itu, yang sudah memiliki putusan pengadilan. Kalau sertifikat milik Rakio ini, ada di depannya. Namun memang kami kemarin itu tidak meneliti surat itu sampai di mana batasnya,” kata Komarudin, 28 Desember 2022 lalu.

Komarudin mengatakan, sertifikat tanah milik Rakio terbit berdasarkan format yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional sebagai penguasaan fisik.

“Jadi kami ini hanya sebagai saksi saksi mengetahui surat penguasaan fisik yang diberikan Pak Rakio tadi. Jadi kami tidak ada mengeluarkan, kami hanya mengetahui pernyataan dari Rakio,” jelasnya.

Komarudin pun membenarkan, setelah diteliti, sertifikat milik Rakio telah menimpa tanah milik Merawati.

“Setelah kami teliti, sertifikat tanah Rakio memang betul sudah menimpa tanah milik Merawati, makanya mereka komplain. Jadi nanti kami akan carikan solusinya,” pungkasnya. (gus/saz)

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Mencari keadilan karena jadi korban penyerobotan tanah yang diduga dilakukan mafia tanah, Merawati (69) warga Jalan Banten, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, pun menyurati Presiden Joko Widodo.

Hal itu disampaikan Kuasa Hukum Merawati, Andi Ardianto dari Ardianto Coorporate Law Office, Selasa (10/1). Menurut Andi, surat itu dikirim ke Istana Negara, Senin (9/1) lalu.

“Surat itu, kami tujukan langsung ke Istana Kepresidenan, yang juga menyertakan prihal aduan yang disampaikan, yakni pengaduan atas ketidakadilan dan memohon perlindungan hukum atas peristiwa yang dihadapi klien kami (Merawati),” ungkap Andi.

Direktur Ardianto Coorporate Law Office itu, juga mengungkapkan, kliennya diduga menjadi korban penyerobotan tanah terkait perkara tanah yang diduga kuat berkaitan dengan sindikat mafia tanah di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli.

Surat tersebut tidak hanya ditujukan kepada Presiden, lanjut Andi, tapi juga dikirimkan kepada Ketua DPR, Kapolri, Ombudsman, Jaksa Agung, Menteri ATR/Kepala BPN, Ketua Mahkamah Agung, Dewan Pertimbangan Presiden, dan beberapa instansi lainnya.

“Kami meminta perlindungan dan kepastian hukum atas sebidang tanah milik Merawati. Kami minta perhatian sesuai program Pak Presiden, yakni memberantas mafia tanah,” jelasnya.

Adapun lokasi tanah yang dipermasalahkan, berada di Dusun 2, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, dengan luas bekisar 5.600 meter persegi, yang mempunyai dasar Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Reg No: 139 K/TUN/2002 tertanggal 21 April 2004, dengan penguatan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan No: 86/G/TUN-MDN tertanggal 29 Mei 2001, yang telah berkekuatan hukum tetap.

Selain itu, hal tersebut juga sudah diketahui oleh Kepala Desa Helvetia, sesuai dengan Surat Keterangan Kepala Desa No: 016/900/DH/II/1991 tertanggal 7 Maret 1991, yang diregistrasi Camat Labuhan Deli No: 21/SK-LD/1991 tertanggal 22 Maret 1991, yang menerangkan dengan sebenarnya, Merawati memiliki sebidang tanah di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang.

“Jadi tanah Ibu Merawati diduga kuat diserobot oleh Rakio, dan kemudian berganti atas nama Budi Kartono,” tutur Andi.

Karena itu, sambung Andi, pihaknya berharap supaya Presiden dan Kapolri, bisa membantu mengungkap kasus dugaan mafia tanah tersebut. Dengan begitu, dia pun berharap, Presiden Jokowi dapat tegas dan bijak dalam menyelesaikan konflik agraria ini, agar menjadi catatan keberhasilan, khususnya di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang.

“Permasalahan konflik agraria di Deliserdang, khususnya Desa Helvetia, harus cepat diselesaikan oleh Bapak Presiden Jokowi. Sehingga tidak ada lagi oknum-oknum tertentu yang semena-mena terhadap rakyat kecil,” kata Andi lagi.

“Kami menunggu langkah-langkah kebijakan Bapak Presiden untuk menyelesaikan kasus ini,” harapnya.

Secara terpisah, eks Kepala Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Agus Sailin mengaku, mengetahui tanah itu milik Merawati setelah adanya konflik agraria di lahan tersebut.

“Benar, saya tahunya sejak kisruh masalah tanah di lahan itu,” ujarnya.

Saat disinggung terkait keterangan dari Camat Labuhan Deli Edy Saputra Siregar, dalam sebuah pemberitaan di satu media, yang menjelaskan, Komarudin menandatangani surat penguasaan fisik, yang ketika itu selaku Plt (Pelaksana tugas lanjutan) Kepala Desa Helvetia. Namun, Agus mengaku heran, atas keterangan Camat Labuhan Deli tersebut, soal Komarudin sebagai Plt Kepala Desa Helvetia.

“Ketika itu saya masih menjabat sebagai kepala desa. Kalau saat itu, Sekretaris Desa (Sekdes) Komarudin sebagai Plt Kepala Desa Helvetia, kenapa saya tidak mengetahuinya? Apa bisa saya menjabat sebagai kepala desa, lalu di saat itu juga Sekdes sebagai Plt kepala desa?” tanya Agus, seraya tersenyum heran.

“Cobalah dibuka peraturan yang mengatur tentang Plt kepala desa. Nah, di situ nampak jelas ketentuan-ketentuannya,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, sejumlah warga menuding, pejabat Desa Helvetia dan Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, diduga terlibat mafia tanah. Adanya tudingan sejumlah oknum terlibat mafia tanah ini, setelah adanya dugaan penyerobotan lahan milik Merawati di Dusun 2, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli.

Sekretaris Desa Helvetia, Komarudin mengakui, pada lahan yang disengketakan itu ada tanah milik Merawati. Tapi menurutnya, antara lahan milik Merawati dan Rakio, jaraknya berdekatan.

“Memang Merawati ini memiliki tanah di belakang itu, yang sudah memiliki putusan pengadilan. Kalau sertifikat milik Rakio ini, ada di depannya. Namun memang kami kemarin itu tidak meneliti surat itu sampai di mana batasnya,” kata Komarudin, 28 Desember 2022 lalu.

Komarudin mengatakan, sertifikat tanah milik Rakio terbit berdasarkan format yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional sebagai penguasaan fisik.

“Jadi kami ini hanya sebagai saksi saksi mengetahui surat penguasaan fisik yang diberikan Pak Rakio tadi. Jadi kami tidak ada mengeluarkan, kami hanya mengetahui pernyataan dari Rakio,” jelasnya.

Komarudin pun membenarkan, setelah diteliti, sertifikat milik Rakio telah menimpa tanah milik Merawati.

“Setelah kami teliti, sertifikat tanah Rakio memang betul sudah menimpa tanah milik Merawati, makanya mereka komplain. Jadi nanti kami akan carikan solusinya,” pungkasnya. (gus/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/