32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Sumut Tak Perlu Gandeng Swasta

Sejumlah pekerja melakukan batanagn alumunium pencetakn untuk selanjutnya di lakukan pengeringan di pabrik pencetakan Tanjung Gading Kabupaten Batu Bara,kamis (16/5).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Sejumlah pekerja melakukan batanagn alumunium pencetakn untuk selanjutnya di lakukan pengeringan di pabrik pencetakan Tanjung Gading Kabupaten Batu Bara,kamis (16/5).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, kembali berteriak terkait sikap Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba yang belum jelas dalam upayanya menyiapkan dana share saham  PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

Marwan menilai, ketidaksiapan pendanaan ini lebih disebabkan adanya intervensi kekuatan politik yang bercampurn
dengan kepentingan bisnis. Dia menduga, ada bupati/walikota yang sengaja menggiring agar terkesan pemda tak siap dana sehingga dianggap perlu menggandeng pihak swasta. Sementara, yang lain tak setuju ada swasta. Ini yang menjadi pemda terlihat tidak kompak.

Model intervensi kekuatan politik yang berbaur dengan urusan bisnis ini, menurut Marwan, sudah biasa terjadi di sejumlah daerah ketika berupaya mendapatkan jatah saham perusahaan nasional strategis.

“Padahal, tanpa pihak swasta pun bisa. Konsorsium BUMD yang dibuat pemda itu, bisa langsung pinjam uang sendiri ke bank, tak perlu harus menggandeng swasta, yang swastanya itu juga pinjam uang ke bank,” ujar Marwan Batubara kepada koran ini di Jakarta, kemarin (10/11).

Tanpa sungkan Marwan menyebut PT Toba Sejahtera milik Jenderal (Purn TNI Luhut Panjaitan), yang jauh hari sudah mengincar untuk bisa digandeng pemda, dengan menyiapkan dana dari dua bank asing.

“Alasan PT Toba Sejahtera, ini demi kepentingan daerah. Iya memang demi daerah, tapi nanti keuntungan terbesar ya masuk ke perusahaan itu,” tandas mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mewakili DKI Jakarta itu.

Sumber koran ini beberapa waktu lalu menyebutkan, Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho kurang sreg dengan PT Toba Samosir. Bau tarik-menarik kepentingan politik merebak, lantaran Luhut merupakan sosok pengusaha yang dekat dengan Ketum Partai Golkar, Aburizal Bakrie.

Marwan mengatakan, dalam tahapan lobi ke pusat seperti sekarang ini, peran Gatot sangat penting. Gatot dituntut tegas dalam menjalankan perannya sebagai pengendali proses lobi. “Tapi para bupati/walikota juga harus loyal kepada gubernur. Jika tidak, maka sulit melakukan lobi soal jatah saham ini,” saran dia.

Kembali ke soal pendanaan. Menurut Marwan, bukan hal yang susah bagi pemda untuk mendapatkan dana sekitar Rp3 triliun, yang setara dengan 30 persen saham Inalum. Alasan Marwan, Inalum sangat menjanjikan. Dari pembangkit listriknya saja, sudah bisa untuk meyakinkan pihak bank.

“Pembangkit listrik yang digerakkan air itu, biayanya hanya Rp200 rupiah per KWH. Jika dengan gas Rp600 per KWH, dan jika dengan solar Rp300 per KWH. Sangat menggiurkan. Bank pasti mau memberikan kredit ke konsorsium. Jadi gak perlu menggandeng Toba Samosir,” cetusnya lagi.

Dengan demikian, sudah ada dua formula yang ditawarkan sebagai cara pemda mendapatkan dana.

Sebelumnya, pakar pengelolaan keuangan daerah dari Kemendagri, Fermin Silaban, menyodorkan solusi, yakni pemda melobi pusat agar langsung mengkonversi dana annual fee dan dana lingkungan milik Pemda dari keberadaan Inalum yang selama dua tahun terakhir tertahan di pemerintah pusat sebesar Rp900 miliar, menjadi jatah pemda.

Kekurangannya sekitar Rp2,1 triliun, bisa ditanggung pemprov dan 10 kabupaten/kota itu. Caranya, dengan menyusun anggaran secara tepat, yang tidak penting-penting dipending dulu, dana APBD difokuskan untuk membeli saham Inalum.

Seperti Marwan, Fermin juga menekankan bahwa kepemilikan saham Inalum yang sudah jelas dijatah maksimal 30 persen, adalah peluang emas bagi pemda untuk bisa menikmati keberadaan Inalum.

“Jangan malah peluang emas ini dikasihkan ke swasta, ke pribadi-pribadi. Masyarakat Sumut harus ikut mengawal masalah ini. Jangan pejabatnya seenaknya saja dalam urusan Inalum ini,” cetus Fermin.

Gatot tetap Ngotot
Di sisi lain, Gubsu Gatot Pujo Nugroho kembali mengatakan kalau komisi VI (DPR-RI) telah memberikan dukungan politiknya, agar pemerintah pusat memberikan golden share, pada pemerintah Sumatera Utara, dan 10 kabupaten/kota terkait Inalum.

“Berdasarkan hasil kesepakatan yang digelar dalam rapat komisi VI (DPR-RI) bersama kementerian BUMN, bahwa pemerintah pusat sepakat memberikan golden share pada pemerintah provinsi Sumatera Utara dan 10 kabupaten/kota,” ucap Gatot, kemarin.

“Tidak ada cash money yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Karena berdasarkan kesepakatan itu kita memperoleh golden share,” tambah Gatot.

Pemerintah daerah, sambung Gatot, berpegang berdasarkan keputusan politik oleh komisi VI. Ketika disinggung apakah pemda sanggup menyediakan Rp3 triliun seperti yang dicetuskan menteri BUMN terkait kepemilikan 30 persen saham inalum, Gatot langsung berdalih. “Tapi pemerintah pusat harus mengerti bahwa potensi tersebut (sumber daya alam yang dipakai PT Inalum) adalah bagian sumber daya alam dan kekayaan milik daerah. Jadi pemerintah pusat harus mengerti,” kata Gatot.

“Kami juga minta pada pemerintah pusat agar melakukan keseimbangan dalam masalah Inalum ini. Untuk itulah dalam pertemuan dengan komisi VI ini akan dilanjutkan dengan pertemuan dengan komisi XI. Hal ini untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut soal Inalum ini,” bebernya. (sam/rud)

Sejumlah pekerja melakukan batanagn alumunium pencetakn untuk selanjutnya di lakukan pengeringan di pabrik pencetakan Tanjung Gading Kabupaten Batu Bara,kamis (16/5).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Sejumlah pekerja melakukan batanagn alumunium pencetakn untuk selanjutnya di lakukan pengeringan di pabrik pencetakan Tanjung Gading Kabupaten Batu Bara,kamis (16/5).//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, kembali berteriak terkait sikap Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba yang belum jelas dalam upayanya menyiapkan dana share saham  PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

Marwan menilai, ketidaksiapan pendanaan ini lebih disebabkan adanya intervensi kekuatan politik yang bercampurn
dengan kepentingan bisnis. Dia menduga, ada bupati/walikota yang sengaja menggiring agar terkesan pemda tak siap dana sehingga dianggap perlu menggandeng pihak swasta. Sementara, yang lain tak setuju ada swasta. Ini yang menjadi pemda terlihat tidak kompak.

Model intervensi kekuatan politik yang berbaur dengan urusan bisnis ini, menurut Marwan, sudah biasa terjadi di sejumlah daerah ketika berupaya mendapatkan jatah saham perusahaan nasional strategis.

“Padahal, tanpa pihak swasta pun bisa. Konsorsium BUMD yang dibuat pemda itu, bisa langsung pinjam uang sendiri ke bank, tak perlu harus menggandeng swasta, yang swastanya itu juga pinjam uang ke bank,” ujar Marwan Batubara kepada koran ini di Jakarta, kemarin (10/11).

Tanpa sungkan Marwan menyebut PT Toba Sejahtera milik Jenderal (Purn TNI Luhut Panjaitan), yang jauh hari sudah mengincar untuk bisa digandeng pemda, dengan menyiapkan dana dari dua bank asing.

“Alasan PT Toba Sejahtera, ini demi kepentingan daerah. Iya memang demi daerah, tapi nanti keuntungan terbesar ya masuk ke perusahaan itu,” tandas mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mewakili DKI Jakarta itu.

Sumber koran ini beberapa waktu lalu menyebutkan, Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho kurang sreg dengan PT Toba Samosir. Bau tarik-menarik kepentingan politik merebak, lantaran Luhut merupakan sosok pengusaha yang dekat dengan Ketum Partai Golkar, Aburizal Bakrie.

Marwan mengatakan, dalam tahapan lobi ke pusat seperti sekarang ini, peran Gatot sangat penting. Gatot dituntut tegas dalam menjalankan perannya sebagai pengendali proses lobi. “Tapi para bupati/walikota juga harus loyal kepada gubernur. Jika tidak, maka sulit melakukan lobi soal jatah saham ini,” saran dia.

Kembali ke soal pendanaan. Menurut Marwan, bukan hal yang susah bagi pemda untuk mendapatkan dana sekitar Rp3 triliun, yang setara dengan 30 persen saham Inalum. Alasan Marwan, Inalum sangat menjanjikan. Dari pembangkit listriknya saja, sudah bisa untuk meyakinkan pihak bank.

“Pembangkit listrik yang digerakkan air itu, biayanya hanya Rp200 rupiah per KWH. Jika dengan gas Rp600 per KWH, dan jika dengan solar Rp300 per KWH. Sangat menggiurkan. Bank pasti mau memberikan kredit ke konsorsium. Jadi gak perlu menggandeng Toba Samosir,” cetusnya lagi.

Dengan demikian, sudah ada dua formula yang ditawarkan sebagai cara pemda mendapatkan dana.

Sebelumnya, pakar pengelolaan keuangan daerah dari Kemendagri, Fermin Silaban, menyodorkan solusi, yakni pemda melobi pusat agar langsung mengkonversi dana annual fee dan dana lingkungan milik Pemda dari keberadaan Inalum yang selama dua tahun terakhir tertahan di pemerintah pusat sebesar Rp900 miliar, menjadi jatah pemda.

Kekurangannya sekitar Rp2,1 triliun, bisa ditanggung pemprov dan 10 kabupaten/kota itu. Caranya, dengan menyusun anggaran secara tepat, yang tidak penting-penting dipending dulu, dana APBD difokuskan untuk membeli saham Inalum.

Seperti Marwan, Fermin juga menekankan bahwa kepemilikan saham Inalum yang sudah jelas dijatah maksimal 30 persen, adalah peluang emas bagi pemda untuk bisa menikmati keberadaan Inalum.

“Jangan malah peluang emas ini dikasihkan ke swasta, ke pribadi-pribadi. Masyarakat Sumut harus ikut mengawal masalah ini. Jangan pejabatnya seenaknya saja dalam urusan Inalum ini,” cetus Fermin.

Gatot tetap Ngotot
Di sisi lain, Gubsu Gatot Pujo Nugroho kembali mengatakan kalau komisi VI (DPR-RI) telah memberikan dukungan politiknya, agar pemerintah pusat memberikan golden share, pada pemerintah Sumatera Utara, dan 10 kabupaten/kota terkait Inalum.

“Berdasarkan hasil kesepakatan yang digelar dalam rapat komisi VI (DPR-RI) bersama kementerian BUMN, bahwa pemerintah pusat sepakat memberikan golden share pada pemerintah provinsi Sumatera Utara dan 10 kabupaten/kota,” ucap Gatot, kemarin.

“Tidak ada cash money yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Karena berdasarkan kesepakatan itu kita memperoleh golden share,” tambah Gatot.

Pemerintah daerah, sambung Gatot, berpegang berdasarkan keputusan politik oleh komisi VI. Ketika disinggung apakah pemda sanggup menyediakan Rp3 triliun seperti yang dicetuskan menteri BUMN terkait kepemilikan 30 persen saham inalum, Gatot langsung berdalih. “Tapi pemerintah pusat harus mengerti bahwa potensi tersebut (sumber daya alam yang dipakai PT Inalum) adalah bagian sumber daya alam dan kekayaan milik daerah. Jadi pemerintah pusat harus mengerti,” kata Gatot.

“Kami juga minta pada pemerintah pusat agar melakukan keseimbangan dalam masalah Inalum ini. Untuk itulah dalam pertemuan dengan komisi VI ini akan dilanjutkan dengan pertemuan dengan komisi XI. Hal ini untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut soal Inalum ini,” bebernya. (sam/rud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/