Dari hasil konsultasi tersebut, lanjut politisi NasDem ini, DPRD Sumut juga meminta Kemendagri dapat merevisi UU Ketenagakerjaan sesuai perkembangan zaman agar tenaga kerja rumahan dalam terlindungi dalam UU. Sehingga dalam koridornya UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), daerah bisa membuat Perda sesuai kebutuhannya.
“Kita juga berharap Kementerian UMKM dapat memasukkan ini dalam UU karena tenaga kerja itu termasuk golongan usaha kecil yang pekerjaan dilakukan di rumah. Atau bisa juga dimasukkan dalam dalam Perda ketenagakerjaan dan harus ada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang mengaturnya baru bisa di buat perda,” jelas Nezar.
Ditempat terpisah, Suryani, salah seorang pekerja rumahan pembungkus sedotan air mineral kemasan di Dusun III, Desa Dagang Kelambir, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deliserdang, menyebutkan menjadi pekerja rumahan memang menjadi pilihan ibu-ibu rumah tangga. Tapi upah yang diterima dengan jam kerja tidak menentu dan tidak sesuai bahkan mereka harus mengeluarkan biaya sendiri untuk memproses pembungkusan sedotan tersebut.
“Sedotan ini dimasukkan di dalam plastik dan harus dilem. Nah lemnya inilah yang kami harus beli sendiri karena tidak disiapkan oleh agen. Untuk upah kami cuma dibayar Rp8.000 per goni yang diantar seminggu sekali oleh agen,” jelasnya.
Setiap harinya, ia bersama pekerja rumahan lainnya bisa mengerjakan satu setengah goni besar yang kira-kira berisi 6 kilogram setiap goninya. Selain upah yang kecil, ia dan teman-temannya tidak mendapatkan perlindungan jaminan sosial dan Tunjangan Hari Raya (THR) dari pihak pemberi kerja.
“Kami sudah berusaha untuk meminta agar upahnya dinaikkan. Tapi, agennya tidak mau. Karena pekerjaan seperti ini tidak butuh keahlian,” ungkapnya. (dik/yaa)