32.8 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Kurangi Kecanduan Game Online pada Anak, TBM Lentera Ono Niha Lestarikan Permainan Tradisional

NIAS SELATAN, SUMUTPOS.CO – Saat ini, game online menjadi permainan yang banyak diminati dan dimainkan oleh masyarakat, terutama anak-anak. Mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam di depan gawai atau smartphone untuk bermain game. Bahkan, game online ini ,e,niat ,ereka lupa pada tugas utama, yaitu belajar.

KINCIR ANGIN: Irwansyah Sarumaha, pendiri TMN LON bersama anak-anak saat bermain kincir angin (bahasa Nias futa-futa) di ruang gedung taman baca masyarakat lentera ono niha di Desa Hiliamaetaluo, Kecamatan Toma, Kabupaten Nisel, Sabtu (11/9).ist/SUMUT POS.

Pengelola TBM Lentera Ono Niha, Irwansyah Sarumaha mengatakan berbagai dampak negatif yang akan dirasakan bila anak sudah kecanduan game online. Selain lupa belajar, kesehatan anak juga dapat terganggu.

“Salah satu upaya yang dilakukan oleh taman baca yang kita kelola untuk mengatasi kecanduan game online adalah dengan melestarikan permainan tradisional dan memberikan permainan edukatif pada anak. Anak-anak memang tak bisa dijauhkan dari dunia mereka, yaitu bermain,” ucap Irwansyah, Sabtu (11/9).

Dan untuk mengalihkan perhatian dari game online, Irwansyah Sarumaha menyarankan untuk bermain permainan tradisional. Karena, selain meningkatkan kerja sama tim, permainan tradisonal menunjang perkembangan otak dan kecerdasan intelektual, juga mampu meningkatkan kemampuan fisik dan otot, ketangkasan, melatih fokus dan konsentrasi, kreativitas serta membangun hubungan sosial anak-anak, karena banyak permainan tradisional dimainkan secara berkelompok.

“Permainan tersebut sangat mudah untuk dimainkan, tidak susah dalam hal biaya, dan tanpa harus membeli kuota internet seperti ketika ingin memainkan game online,” tambahnya.

Salah satu permainan tradisional yang saat ini sedang digalakkan oleh TBM Ini Niha adalah permainan tradisional berbentuk seperti kincir angin yang terbuat dari daun kelapa dengan tangkainya menggunakan lidi, yang akan berputar ketika ada angin atau dalam bahasa Nias disebut “Futa-futa”. “Kita juga berharap agar kearifan lokal tetap terjaga serta budaya-budaya leluhur dapat bertahan,”tututpnya. (mag-10/ram)

NIAS SELATAN, SUMUTPOS.CO – Saat ini, game online menjadi permainan yang banyak diminati dan dimainkan oleh masyarakat, terutama anak-anak. Mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam di depan gawai atau smartphone untuk bermain game. Bahkan, game online ini ,e,niat ,ereka lupa pada tugas utama, yaitu belajar.

KINCIR ANGIN: Irwansyah Sarumaha, pendiri TMN LON bersama anak-anak saat bermain kincir angin (bahasa Nias futa-futa) di ruang gedung taman baca masyarakat lentera ono niha di Desa Hiliamaetaluo, Kecamatan Toma, Kabupaten Nisel, Sabtu (11/9).ist/SUMUT POS.

Pengelola TBM Lentera Ono Niha, Irwansyah Sarumaha mengatakan berbagai dampak negatif yang akan dirasakan bila anak sudah kecanduan game online. Selain lupa belajar, kesehatan anak juga dapat terganggu.

“Salah satu upaya yang dilakukan oleh taman baca yang kita kelola untuk mengatasi kecanduan game online adalah dengan melestarikan permainan tradisional dan memberikan permainan edukatif pada anak. Anak-anak memang tak bisa dijauhkan dari dunia mereka, yaitu bermain,” ucap Irwansyah, Sabtu (11/9).

Dan untuk mengalihkan perhatian dari game online, Irwansyah Sarumaha menyarankan untuk bermain permainan tradisional. Karena, selain meningkatkan kerja sama tim, permainan tradisonal menunjang perkembangan otak dan kecerdasan intelektual, juga mampu meningkatkan kemampuan fisik dan otot, ketangkasan, melatih fokus dan konsentrasi, kreativitas serta membangun hubungan sosial anak-anak, karena banyak permainan tradisional dimainkan secara berkelompok.

“Permainan tersebut sangat mudah untuk dimainkan, tidak susah dalam hal biaya, dan tanpa harus membeli kuota internet seperti ketika ingin memainkan game online,” tambahnya.

Salah satu permainan tradisional yang saat ini sedang digalakkan oleh TBM Ini Niha adalah permainan tradisional berbentuk seperti kincir angin yang terbuat dari daun kelapa dengan tangkainya menggunakan lidi, yang akan berputar ketika ada angin atau dalam bahasa Nias disebut “Futa-futa”. “Kita juga berharap agar kearifan lokal tetap terjaga serta budaya-budaya leluhur dapat bertahan,”tututpnya. (mag-10/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/