BINJAI, SUMUTPOS.CO – Sejumlah proyek yang sejatinya harus tuntas dikerjakan pada tahun 2023, terpantau masih berjalan. Apalagi proyek tersebut merupakan pengerjaan fisik.
Adapun proyek yang sejatinya harus tuntas pada 2023 namun tetap dikerjakan pada Januari 2024 yakni, rehabilitasi musala di Balai Kota Binjai Binjai, kemudian proyek di Kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Tenaga Kerja (Disperindagnaker), proyek trotoar di Binjai Kota hingga proyek drainase di Jalan Gunung Jaya Wijaya, Binjai Selatan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Binjai, Elvi Kristina tidak merespon konfirmasi yang dilayangkan wartawan, Minggu (14/1/2024). Elvi memilih bungkam dan diduga mengabaikan konfirmasi wartawan demi keberimbangan berita.
Elvi menjabat sebagai Kadis PUPR Binjai cukup lama. Elvi menjabat sejak tahun 2016 yang saat itu Wali Kota Binjai diamanahkan kepada HM Idaham.
Meski kepemimpinan sudah berganti, tapi Elvi tetap masih duduk di kursi empuk sebagai orang nomor satu di Dinas PUPR Kota Binjai. Terhitung Elvi menjabat sebagai Kadis PUPR sudah 7 tahun lebih.
Terpisah, DPRD Binjai menyoroti persoalan proyek pembangunan yang tidak tuntas hingga tutup tahun 2023. Wakil Ketua Komisi DPRD Binjai, Zainal Abiddin Nasution menegaskan, program maupun proyek-proyek pekerjaan fisik yang berjalan sepanjang tahun 2023 merupakan bentuk realisasi program dari pemerintah daerah.
Karenanya, dia menilai, dalam progres maupun penyelesaiannya harus dapat dipertanggung jawabkan. “Ada aduan dari masyarakat terkait sejumlah proyek yang masih tengah dikerjakan hingga tahun 2024. Padahal notabenenya, seharusnya pengerjaan menggunakan tahun anggaran 2023 telah selesai. Namun kondisi di lapangan, beberapa pembangunan infrastruktur masih dalam progres,” ujarnya.
Dia pun mempertanyakan kewajiban denda sebesar 5 persen yang harus dipenuhi pihak rekanan jika pengerjaan pembangunan tahun 2023 belum beres, dan dilanjutkan tahun 2024.
“Secara aturan, jika dalam kontrak masa kerja melebihi jangka waktu, pihak rekanan bakal terkena pinalti. Namun bisa dilanjutkan pekerjaannya dengan syarat pihak rekanan membayar uang pinalti sebesar 5 persen dari nilai kontrak,” sebutnya.
Dia menegaskan, dalam hal ini peran dan tugas Pejabat Pelaksana Teknis (PPTK) pada instansi terkait (PUPR) sangat penting, lantaran berwenang untuk menilai. Apakah pekerjaan tersebut bisa dilanjutkan atau tidak. “Dievaluasi lah dulu oleh PPTK (proyek TA 2023), caranya dengan memanggil pihak rekanan yang hingga sekarang pengerjaan proyeknya belum selesai,” tukasnya. (ted)