31 C
Medan
Monday, October 21, 2024
spot_img

PKL Merangsek ke Trotoar dan Badan Jalan di Doloksanggul

DEDDY EFFENDY SIMBOLON/SUMUT POS MERANGSEK: PKL menggunakan trotoar dan badan jalan di sepanjang Jalan Maduma 1, Kelurahaan Pasar Doloksanggul, Kecamatan Doloksanggul, sebagai lapak berjualan, yang membuat kesemrawutan di kawasan tersebut.
MERANGSEK: PKL menggunakan trotoar dan badan jalan di sepanjang Jalan Maduma 1, Kelurahaan Pasar Doloksanggul, Kecamatan Doloksanggul, sebagai lapak berjualan, yang membuat kesemrawutan di kawasan tersebut.DEDDY EFFENDY SIMBOLON/SUMUT POS.

HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Terkait direlokasinya pedagang kaki lima (PKL) yang memakan badan jalan, tepatnya di Jalan Maduma 1, Kelurahaan Pasar Doloksanggul, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbanghasundutan (Humbahas), tampaknya mengarah ke legalitas.

Pasalnya, di satu sisi pemerintah setempat melakukan penataan pedagang kaki lima, namun memberikan kesempatan kepada pedagang lainnya tetap berjualan, baik di trotoar, maupun di badan jalan. Di sisi lain, pemerintah melupakan hak pejalan kaki, yang seyogianya trotoar digunakan untuk perlintasan pejalan kaki.

Seorang pengguna trotoar, Ita mengatakan, bangga melihat adanya perubahaan, terlebih di pasar pada Jumat (7/8) lalu, yang telah dapat dilintasi kendaraan. Sepanjang Jalan Maduma 1, Kelurahaan Pasar Doloksanggul, Kecamatan Doloksanggul, PKL telah direlokasi, yang sebelumnya selama ini memakan trotoar dan badan jalan hingga ke Jalan Maduma 2.

Hanya saja, relokasi itu tidak diterapkan ke semua PKL, hingga tetap saja dipadati oleh pedagang dengan menggunakan trotoar dan badan jalan untuk berjualan. Hal itu terlihat di sepanjang Jalan Melanthon, Jalan Richardo, Jalan Maduma 1, dan Jalan Maduma 2.

“Kalau sekarang ada enaknya, pengguna jalan bisa melintas, biarpun tetap masih ada kemacetan. Tapi bagi pengguna jalan kaki, tetap saja tidak bisa lewat. Karena kalau lewat trotoar sudah dipenuhi pedagang,” ungkapnya, Kamis (13/8).

Padahal menurutnya, hak-hak pejalan kaki dilindungi, yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Trotoar diperuntukkan bagi pejalan kaki, jadi jangan rampas hak pejalan kaki,” harap Ita.

Ita juga menuturkan, masih adanya keberadaan PKL di atas trotoar dan badan jalan, tetap menimbulkan ketidaknyamanan. Sebab ketika melintas, dipastikan ada rasa ketakutan karena harus menggunakan badan jalan, yang menjadi perlintasan kendaraan bermotor.

“Karena jika kita lengah, bisa-bisa disambar sepeda motor dan becak, atau mobil. Karena penataan sepanjang Jalan Melanthon, Richardo, Maduma 1, dan Maduma 2, masih semrawut. Tetap saja ada pedagang, yang membawa beko berjualan di badan jalan,” ungkapnya kesal.

Keluhan yang sama juga disampaikan Tagor, warga sekitar. Menurutnya, pemerintah yang merelokasi PKL setengah hati, tanpa memikirkan legalitas yang lainnya.

“Kami ini dilupakan pemerintah, harusnya jangan. Karena hak kami ini (pejalan kaki) sudah dilindungi undang-undang,” ujarnya.

Padahal, lanjutnya, uang negara sudah habis ratusan miliar rupiah untuk membangun pasar. Namun tidak mampu dikelola dengan baik, yang akhirnya mengakibatkan kesemrawutan Kota Doloksanggul.

“Untuk apa uang negara dihamburkan membangun pasar, kalau pedagang masih diberikan keleluasaan berjualan di trotoar dan badan jalan. Itu sama saja pemerintah tak memberikan rasa aman kepada masyarakatnya, baik pejalan kaki maupun pedagang,” pungkas Tagor. (des/saz)

DEDDY EFFENDY SIMBOLON/SUMUT POS MERANGSEK: PKL menggunakan trotoar dan badan jalan di sepanjang Jalan Maduma 1, Kelurahaan Pasar Doloksanggul, Kecamatan Doloksanggul, sebagai lapak berjualan, yang membuat kesemrawutan di kawasan tersebut.
MERANGSEK: PKL menggunakan trotoar dan badan jalan di sepanjang Jalan Maduma 1, Kelurahaan Pasar Doloksanggul, Kecamatan Doloksanggul, sebagai lapak berjualan, yang membuat kesemrawutan di kawasan tersebut.DEDDY EFFENDY SIMBOLON/SUMUT POS.

HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Terkait direlokasinya pedagang kaki lima (PKL) yang memakan badan jalan, tepatnya di Jalan Maduma 1, Kelurahaan Pasar Doloksanggul, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbanghasundutan (Humbahas), tampaknya mengarah ke legalitas.

Pasalnya, di satu sisi pemerintah setempat melakukan penataan pedagang kaki lima, namun memberikan kesempatan kepada pedagang lainnya tetap berjualan, baik di trotoar, maupun di badan jalan. Di sisi lain, pemerintah melupakan hak pejalan kaki, yang seyogianya trotoar digunakan untuk perlintasan pejalan kaki.

Seorang pengguna trotoar, Ita mengatakan, bangga melihat adanya perubahaan, terlebih di pasar pada Jumat (7/8) lalu, yang telah dapat dilintasi kendaraan. Sepanjang Jalan Maduma 1, Kelurahaan Pasar Doloksanggul, Kecamatan Doloksanggul, PKL telah direlokasi, yang sebelumnya selama ini memakan trotoar dan badan jalan hingga ke Jalan Maduma 2.

Hanya saja, relokasi itu tidak diterapkan ke semua PKL, hingga tetap saja dipadati oleh pedagang dengan menggunakan trotoar dan badan jalan untuk berjualan. Hal itu terlihat di sepanjang Jalan Melanthon, Jalan Richardo, Jalan Maduma 1, dan Jalan Maduma 2.

“Kalau sekarang ada enaknya, pengguna jalan bisa melintas, biarpun tetap masih ada kemacetan. Tapi bagi pengguna jalan kaki, tetap saja tidak bisa lewat. Karena kalau lewat trotoar sudah dipenuhi pedagang,” ungkapnya, Kamis (13/8).

Padahal menurutnya, hak-hak pejalan kaki dilindungi, yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Trotoar diperuntukkan bagi pejalan kaki, jadi jangan rampas hak pejalan kaki,” harap Ita.

Ita juga menuturkan, masih adanya keberadaan PKL di atas trotoar dan badan jalan, tetap menimbulkan ketidaknyamanan. Sebab ketika melintas, dipastikan ada rasa ketakutan karena harus menggunakan badan jalan, yang menjadi perlintasan kendaraan bermotor.

“Karena jika kita lengah, bisa-bisa disambar sepeda motor dan becak, atau mobil. Karena penataan sepanjang Jalan Melanthon, Richardo, Maduma 1, dan Maduma 2, masih semrawut. Tetap saja ada pedagang, yang membawa beko berjualan di badan jalan,” ungkapnya kesal.

Keluhan yang sama juga disampaikan Tagor, warga sekitar. Menurutnya, pemerintah yang merelokasi PKL setengah hati, tanpa memikirkan legalitas yang lainnya.

“Kami ini dilupakan pemerintah, harusnya jangan. Karena hak kami ini (pejalan kaki) sudah dilindungi undang-undang,” ujarnya.

Padahal, lanjutnya, uang negara sudah habis ratusan miliar rupiah untuk membangun pasar. Namun tidak mampu dikelola dengan baik, yang akhirnya mengakibatkan kesemrawutan Kota Doloksanggul.

“Untuk apa uang negara dihamburkan membangun pasar, kalau pedagang masih diberikan keleluasaan berjualan di trotoar dan badan jalan. Itu sama saja pemerintah tak memberikan rasa aman kepada masyarakatnya, baik pejalan kaki maupun pedagang,” pungkas Tagor. (des/saz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru