MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemeriksaan di tujuh pos penjagaan di pintu masuk Provinsi Sumatera Utara (Sumut), akan diperketat untuk mencegah pemudik menjelang lebaran tahun 2021. Hal itu untuk mencegah lolosnya pemudik dari luar Sumut, yang berpotensi meningkatkan penyebaran Covid-19 di Sumut.
“ADA tujuh pintu masuk antara Sumatera Utara-Aceh, Sumatera Utara-Padang, Sumatera Utara-Riau. (Di perbatasan) itu ada 7 pos kita buat. Tahun lalu longgar. Tahun ini nggak boleh longgar dia,” kata Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menjawab wartawan, Rabu (14/4).
Ia mengatakan, larangan mudik di tahun ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus Corona. Mengingat pada 2020 lalu, angka pasien Corona bertambah karena banyak warga yang nekat mudik.
“Tahun lalu (penjagaan) longgar, akibatnya Covid ini naik turun terus. Atas dasar itu kita evaluasi, sekarang nggak boleh longgar dulu. Tahun ini harus sama-sama kita melakukan Lebaran di daerah masing-masing, untuk meminimalisir penyebaran Covid,” ucapnya.
Edy mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sanksi bagi warga yang tetap nekat mudik. Bagi warga yang datang ke Sumut, diwajibkan untuk isolasi mandiri selama lima hari.
“Seandainya dia di Madina (Kabupaten Mandailing Natal), dia menyiapkan tempat mandiri di situ, lima hari di situ. Kalau dia memaksa masuk (Sumut), isolasi 5 hari,” sebutnya.
Sanksi juga akan diberikan bagi aparatur sipil negara (ASN) yang nekat melakukan mudik. Sanksi itu berupa sanksi administrasi hingga keterlambatan kenaikan pangkat. “Kalau PNS udah pasti pelanggaran itu ada sanksinya tentang administrasi, yang lebih pasti terhadap karir dia tak taat,” pungkas Edy.
Mendukung larangan mudik Lebaran yang dikeluarkan pemerintah pusat, sebelumnya Pemko Medan melalui Dinas Perhubungan (Dishub) mengatakan, akan memperketat mobilitas kendaraan umum dan pribadi di pintu-pintu masuk dan keluar Kota Medan, khususnya di Medan-Binjai dan Medan-Tanjungmorawa.
Pembatasan kegiatan masyarakat tersebut, dilakukan guna menekan angka penyebaran Covid-19 di Kota Medan. Khususnya saat Bulan Ramadan dan Idul Fitri yang berpotensi besar dalam menciptakan lonjakan angka mobilitas dan dapat menciptakan kerumunan ataupun pelanggaran protokol kesehatan (prokes) lainnya di tengah pandemi Covid-19.
“Dinas Perhubungan Kota Medan akan ikut berperan dalam memperketat mobilitas perjalanan masyarakat, baik yang masuk maupun ke luar Kota Medan,” kata Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Medan, Iswar Lubis SSiT MT kepada Sumut Pos, Minggu (11/4).
Dikatakan Iswar, pihaknya akan berkolaborasi dengan Dinas Perhubungan Sumatera Utara dan pihak Kepolisian dalam memperketat mobilitas masyarakat selama Bulan Ramadan dan Idul Fitri 1442 Hijriah. “Secara teknisnya, itu akan kita koordinasikan dengan Dishub Sumut. Nanti juga akan ada koordinasi dengan teman-teman di kepolisian. Intinya, kita semua bekerjasama dalam menekan angka mobilitas dari dan keluar Kota Medan,” ujarnya.
Sedikitnya, kata Iswar, ada 2 titik perbatasan Kota Medan yang akan betul-betul dijaga untuk menekan angka mobilitas masyarakat selama bulan suci Ramadan dan Idul Fitri 1442 Hijriah, yakni jalur Medan-Binjai, di mana Kota Medan berbatasan langsung dengan (Kabupaten) Deliserdang di kawasan Kampung Lalang.
“Lalu, ada juga kawasan jalur Medan-Tanjungmorawa. Kami pikir dua jalur ini yang paling berpotensi sebagai jalur yang paling sering dipakai pengguna jalan untuk bepergian atau masuk ke Kota Medan. Apalagi dua jalur ini bukan hanya dipakai untuk jalur lintas Kabupaten/Kota dalam Provinsi, tetapi juga untuk luar Provinsi,” katanya.
Namun begitu, lanjut Iswar, tidak tertutup kemungkinan, pihaknya bersama Dishub Sumut dan pihak Kepolisian akan menambah titik-titik jalur lainnya untuk diperketat guna menekan mobilitas perjalan keluar ataupun masuk ke Kota Medan. “Untuk yang masuk ataupun keluar akan kita cek dulu, apa kepentingannya untuk masuk ataupun ke luar Kota Medan. Kalau memang untuk kepentingan pekerjaan dan dapat dibuktikan, maka akan kita izinkan. Itupun, yang bersangkutan harus memenuhi protokol kesehatan,” tegasnya.
333 Titik Penyekatan
Sementara itu, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Istiono, kembali menegaskan terdapat 333 pos penyekatan mudik Lebaran 2021 di jalur utama, baik Jalur Pantura, tengah, dan selatan Pulau Jawa. “Untuk jalur utama Lampung sampai Bali, kami bangun 333 titik penyekatan,” kata Irjen Pol Istiono, di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (14/4).
Istiono mengatakan pos penyekatan yang didirikan tersebut tidak hanya di jalur utama saja, namun juga di jalur alternatif atau jalan tikus yang berada di perbatasan daerah. Menurutnya, pos penyekatan untuk mudik Lebaran 2021 lebih banyak dibandingkan dengan mudik tahun lalu yang hanya terdapat 146 titik.
“Saya pastikan jalur-jalur tersebut sudah kami evaluasi dari pelaksanaan tahun lalu dan kita lipat gandakan,” ujarnya.
Istiono mengatakan mudik Lebaran 2021 ini diprediksi berat antisipasinya. Apalagi transportasi umum juga ditiadakan. Untuk itu, lanjut Istiono, diprediksi para pemudik akan menggunakan kendaraan pribadi baik mobil maupun sepeda motor.
“Masalahnya semua moda transportasi ditiadakan dan semua beralih ke kendaraan pribadi. Oleh karena itu jalur arteri menjadi tumpuan baik di Jalur Pantura, tengah maupun selatan,” katanya lagi.
Adapun pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi melarang mudik Lebaran pada tahun ini. Semua moda transportasi darat, laut, udara, kereta akan dibatasi sepanjang 6-17 Mei 2021. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, penerbitan aturan itu menindaklanjuti keputusan dalam rapat tingkat menteri dan sidang kabinet paripurna pada 7 April 2021. Serta adanya Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah.
Kendalikan Covid
Pengetatan pemeriksaan mudik yang dilakukan Gubsu ini juga mendukung instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, yang meminta kepala daerah terpilih mengendalikan laju penularan Covid-19 di wilayahnya masing-masing. Pasalnya, kepala daerah merupakan Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di daerahnya masing-masing.
“Kepala daerah agar dapat mengendalikan pandemi Covid-19 di daerahnya. Itu menjadi menu tiap hari bagi kepala daerah,” ujar Tito dikutip dari siaran pers Kemendagri, Rabu (14/4).
Tito lantas menjelaskan sejumlah indikator dari keberhasilan pengendalian Covid-19. Pertama, yakni turunnya angka kasus positif tapi ini bukan dengan menurunkan jumlah pemeriksaan (testing). “Testingnya meningkat, tetapi memang angkanya (positifnya) yang rendah, karena kasusnya menurun,” tegas Tito. Kedua, adalah tingkat kesembuhan yang tinggi. Hal ini didapatkan karena treatment dan pencegahan yang dilakukan secara baik. Ketiga, yakni angka kematian yang rendah. Salah satu ukuran untuk melihat angka kematian akibat Covid-19 rendah adalah memanfaatkan data kematian yang dimiliki Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
“Dengan kata lain, tak hanya mengandalkan data dari rumah sakit. Dukcapil itu memiliki angka kematian, orang meninggal biasanya buat akta (kematian),” tutur Tito. “Bila ternyata tidak terjadi lonjakan kematian baik berdasarkan data Dinas Dukcapil maupun rumah sakit, itu berarti menunjukkan bahwa angka kematian akibat Covid-19 betul-betul rendah,” lanjutnya.
Keempat, yakni kesiapan ruang rumah sakit untuk menampung pasien Covid-19 atau Bed Occupancy Rate (BOR). Jika ketersedian ruang ICU rumah sakit atau angka BOR masih di bawah 50 persen, itu menunjukkan kondisi yang baik. Namun, bila angka itu mendekati 100 persen, kondisi itu terbilang buruk, karena orang yang sakit tak bisa terlayani.
“Sehingga angka positif Covid-19 harus menjadi perhatian pemda setiap harinya. Perhatian itu juga dilakukan kepada angka kesembuhan dan kematian. Semua harus menjadi bahan evaluasi pemda,” tambah Tito. (prn/kps)