32.8 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

Lebaran, Ketua Komnas HAM Rindu Lontong Sayur Medan

Foto: Fedrik Tarigan/Jawa Pos
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (kedua dari kanan) saat menggelar konferensi pers.

SUMUTPOS.CO – Hari Raya Idul Fitri biasanya digunakan umat muslim sebagai momentum untuk bersilaturahmi bersama keluarga dan handai tolan. Untuk melakukan hal ini, biasanya sebagian umat muslim yang bekerja di ibu kota akan mudik ke kampung halamannya.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menyebut, lebaran tahun ini dia akan berkumpul bersama keluarganya di Medan, Sumatera Utara. Selain itu, momentum lebaran juga akan dia habiskan berkumpul bersama teman-teman kecilnya.

“Ini sekarang sudah di Medan, keluarga besar saya juga akan berkumpul di Medan. Dulu selalu kembali ke Pematang Siantar, namun sejak ayah ibu saya sudah tiada, maka biasanya kami akan berkumpul di rumah kakak tertua saya di Medan,” ungkapnya, Selasa (12/6).

Usai berkumpul bersama keluarga besarnya, dia pun bersama-sama anak istrinya akan berziarah ke makam kedua orang tuanya.

“Namun seminggu setelah lebaran saya akan ziarah ke makam orang tua di Pematang Siantar sekalian bertemu teman-teman kecil saya,” jelasnya.

“Kalau anak-anak sih pasti pesta kembang api di malam lebaran, pasang lilin dan keliling kampung untuk takbiran,” imbuhnya.

Saat masa kecil ada hal unik di kampung kelahirannya saat lebaran tiba. Biasanya dia akan mencicipi kudapan makanan khas yang dimasak beramai-ramai antara warga etnis Jawa dan warga Batak.

“Itu kampung mayoritas orang Jawa di kota yang aslinya etnis Batak Simalungun. Jadi saya justru menikmati tradisi orang Jawa (istilahnya Jawa Deli atau Jawa perantauan yang dulu bekerja di perkebunan Belanda). Jadi makanan khas Jawa seperti dodol (jenang) dimasak beramai-ramai, juga penganan Jawa bercampung penganan Melayu atau Mandailing. Arak-arakan malam takbiran juga bercampur bahasa Jawa,” jelasnya.

Selain itu, dia juga rindu tradisi adu meriam bambu yang biasa dibuat oleh teman-teman sebayanya. Selain permainan, ada makanan yang selalu dinanti Taufan saat momen lebaran. Adapun makanan tersebut yakni lontong sayur khas Medan dengan daging rendang.

Lebih lanjut, dia juga rindu ‘angpao lebaran’ yang suka diberikan orang tua kepada anak-anak kecil saat momen lebaran. Menurut dia, dengan cara itu juga bisa berbagi dengan sesama.

“Kalau dulu malah diberikan kepada siapa saja anak-anak yang datang ke rumah kita. Kalau sekarang hanya untuk keluarga besar kita sendiri,” tukasnya. (ipp/JPC)

Foto: Fedrik Tarigan/Jawa Pos
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (kedua dari kanan) saat menggelar konferensi pers.

SUMUTPOS.CO – Hari Raya Idul Fitri biasanya digunakan umat muslim sebagai momentum untuk bersilaturahmi bersama keluarga dan handai tolan. Untuk melakukan hal ini, biasanya sebagian umat muslim yang bekerja di ibu kota akan mudik ke kampung halamannya.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menyebut, lebaran tahun ini dia akan berkumpul bersama keluarganya di Medan, Sumatera Utara. Selain itu, momentum lebaran juga akan dia habiskan berkumpul bersama teman-teman kecilnya.

“Ini sekarang sudah di Medan, keluarga besar saya juga akan berkumpul di Medan. Dulu selalu kembali ke Pematang Siantar, namun sejak ayah ibu saya sudah tiada, maka biasanya kami akan berkumpul di rumah kakak tertua saya di Medan,” ungkapnya, Selasa (12/6).

Usai berkumpul bersama keluarga besarnya, dia pun bersama-sama anak istrinya akan berziarah ke makam kedua orang tuanya.

“Namun seminggu setelah lebaran saya akan ziarah ke makam orang tua di Pematang Siantar sekalian bertemu teman-teman kecil saya,” jelasnya.

“Kalau anak-anak sih pasti pesta kembang api di malam lebaran, pasang lilin dan keliling kampung untuk takbiran,” imbuhnya.

Saat masa kecil ada hal unik di kampung kelahirannya saat lebaran tiba. Biasanya dia akan mencicipi kudapan makanan khas yang dimasak beramai-ramai antara warga etnis Jawa dan warga Batak.

“Itu kampung mayoritas orang Jawa di kota yang aslinya etnis Batak Simalungun. Jadi saya justru menikmati tradisi orang Jawa (istilahnya Jawa Deli atau Jawa perantauan yang dulu bekerja di perkebunan Belanda). Jadi makanan khas Jawa seperti dodol (jenang) dimasak beramai-ramai, juga penganan Jawa bercampung penganan Melayu atau Mandailing. Arak-arakan malam takbiran juga bercampur bahasa Jawa,” jelasnya.

Selain itu, dia juga rindu tradisi adu meriam bambu yang biasa dibuat oleh teman-teman sebayanya. Selain permainan, ada makanan yang selalu dinanti Taufan saat momen lebaran. Adapun makanan tersebut yakni lontong sayur khas Medan dengan daging rendang.

Lebih lanjut, dia juga rindu ‘angpao lebaran’ yang suka diberikan orang tua kepada anak-anak kecil saat momen lebaran. Menurut dia, dengan cara itu juga bisa berbagi dengan sesama.

“Kalau dulu malah diberikan kepada siapa saja anak-anak yang datang ke rumah kita. Kalau sekarang hanya untuk keluarga besar kita sendiri,” tukasnya. (ipp/JPC)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/