Pelaku UKM ternak ayam kalasan yang juga enggan namanya ditulis, menyebutkan, ia ditanya soal berapa dalam sumur yang dibor. Dan ia membeberkan, kedalamannya sepanjang 12 pipa. Menurutnya, karena daerah di sana dekat laut, sehingga kalau tidak dalam, air akan asin, sehingga tidak bisa diminum. “Saya bilang, memang tidak ada izin, karena air untuk minum. Jiran-jiran di sini juga ambil air di sini, saya bilang. Kemudian mereka meminta ditunjukkan lubang sumur. Ketika saya tunjukkan, saya difoto dan diberi surat, lalu mereka pergi,” ungkap pria berkacamata itu.
Direktur LBH Medan Surya Dinata, yang mendengar keterangan para pelaku UKM tersebut, mengatakan, surat yang diberi pihak Polda Sumut adalah undangan. Bisa dihadiri atau tidak. Ia menyebutkan, undangam itu dalam rangka penyelidikan, dan kecil kemungkinan untuk dinaikkan ke penyidikan. Selain itu, Surya menyebutkan, pasal-pasal yang dituliskan dalam surat udangan itu, juga sulit diterapkan. “Pasal-pasal ini juga sangat kecil kemungkinan untuk dapat diterapkan, tidak segampang itu. Apalagi ada kaitan dengan Amdal. Macam betul saja peternakan ayam harus ada Amdal. Mengurus Amdal itu ke kementerian. Bukan sembarangan itu, harus limbah beracun, bukan limbah ternak ayam begini. Malah kotoran ayam itu bisa jadi pupuk,” ujarnya.
Sementara untuk izin ABT, menurutnya hanya untuk usaha. Dimisalkannya, usaha isi ulang air dan pemanfaatan air untuk mendapatkan keuntungan. Terlebih, Surya mengatakan, di sana tidak ada PAM, sehingga untuk minum tidak ada yang lain. Soal izin pengeboran, Surya mengatakan, pengeboran dilakukan pada masa lalu, dan pelaku UKM hanya sebagai pemakai saja. “Menurut saya, bisa juga Forda UKM mengkordinir untuk bertemu Kapolda Sumut. Kalau tidak, bisa juga ajukan surat untuk aksi ke Polda Sumut. Agar masalah ini jelas,” pungkasnya. (ain/saz)