SUMUTPOS.CO – Tim Institut Teknologi DEL yang berpusat di Laguboti, memuji pembibitan haminjon (kemenyan) dan andaliman (sejenis rempah khas lokal) yang dikembangkan oleh PT TobaPulp Lestari (TPL), sebagai “sesuatu yang harus kita pertimbangkan sebagai model untuk mengembangkan tanaman kehidupan lokal.”
“Harga andaliman sekarang mahal. Dan karena masyarakat belum mampu mengembangkannya secara baik, maka terobosan yang dilakukan perusahaan ini bisa menjadi jalan keluar,” kata staf pengajar Dr Arlita Barus ST, MinfoTech, saat mendampingi para mahasiswa DEL berkunjung ke TPL belum lama ini. Dalam kunjungan itu, mereka berkesempatan menyaksikan pembibitan, proses produksi dan pengolahan limbah PT TPL.
Adapun pembibitan haminjon sudah dapat dilakukan dengan mengadopsi teknologi klon dari induk pilihan yang diperoleh dari kawasan hutan. Jumlah bibit yang sudah siap ditanam kini mencapai 1.000 batang.
Kloningisasi bibit itu memperoleh apresiasi dari Patuan Simatupang dengan mencerminkannya “sangat strategis untuk pengembangan industri pulp.”
Untuk pulp sendiri, selama ini TobaPulp memilih ekaliptus (Eucalyptus sp) yang cepat tumbuh (dan karena itu cepat panen) serta kaya serat (fiber) sebagai tanaman pokok HTI. Tim DEL menyaksikan pembibitannya, dilakukan sendiri oleh tangan-tangan terampil wanita lokal. Hasilnya mencapai 2,1 juta bibit klon (clone) setiap bulan. Seluruh bibit ditanam di 5 sektor HTI (Aeknauli, Habinsaran, Tele, Aekraja dan Sidimpuan).
Di pabrik, tim DEL memperoleh penjelasan mengenai proses produksi dari Jekson Sinurat (Environment Manager), mulai dari pencincangan bahan baku (chipping), perebusannya hingga menjadi bubur, pemutihan (bleaching), pengeringan, hingga pengepakan untuk memudahkan pengangkutan menuju pelabuhan Belawan.
Proses produksi menghasilkan tiga jenis limbah: cair, padat dan gas. Limbah cair diolah di UPL (unit pengolahan limbah) dengan mengadopsi teknologi lumpur aktif (DTAS – deep tank active sludge) yang modern. Limbah padat diolah dan disimpan di tempat yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Kemeneg LH, dengan sebagian –yang bersumber dari hasil pembakaranbahan-bahan organik— dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan conblock, dan juga pupuk tanaman. Adapun limbah gas dan berbau –khas industri pulp– ditangkap melalui berbagai peralatan –diantaranya ESP dan scrubber— untuk dibakar.
Hasil pengolahan seluruh limbah itu memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah, sehingga di bidang pengelolaan lingkungan perusahaan menerima ISO 14000 dari SGS, serta Proper hijau (green) sebanyak enam kali berturut-turut dari Pemerintah.
Sebagai ahli kimia (chemical engeneering), Michael F Graypun menilai teknologi yang diadopsi TobaPulp sudah maju, tidak berbeda dengan yang diterapkan di negara produsen pulp terkemuka lain.
Juanda Panjaitan menilai lawatan kalangan akademisi –seperti tim DEL—penting. Para penyelenggara pendidikan tinggi, dan juga mahasiswa, penting mengetahui sistem yang dijalankan oleh setiap korporat terkemuka. Di TobaPulp, misalnya, para kaum terdidik –dan karena itu lazimnya berpikir kritis– akan dengan mudah menemukan kesungguhan manajemen mengadopsi standar-standar yang ditetapkan oleh pemerintah (Undang-Undang, Proper, PHPL, SMK3, SVLK) dan juga internasional (ISO 14001, ISO 9000 mengenai mutu produksi). Pemenuhan terhadap berbagai standar baku itu menjadi prasyarat penerimaan produksi di pasar global. (rel/mea)