29 C
Medan
Friday, January 31, 2025

Pengusaha di Back Up Pejabat

Hasil penelusuran di lokasi, sejumlah warga yang hingga saat ini belum tahu pasti batas hutan, tetap dilarang mengambil kayu di sana. Bahkan beberapa bulan lalu, seorang warga yang mengambil kayu disana langsung ditangkap pihak Polres Asahan.

Kalau mengikuti pernyataan Wahyudi diatas, kenapa warga tersebut ditangkap. “Kalau kami yang mengambil kayu disitu, langsung ditangkap polisi. Tapi kalau sekelompok warga yang hingga kini menebangi kayu di dalam, tidak sekalipun disentuh polisi,” kata sejumlah warga di sana.

Wahyudi bercerita soal penentuan kawasan hutan. Katanya, yang mengeluarkan kawasan hutan menjadi APL adalah Mentri kehutanan, atas usulan dari pemerintah daerah yang ditanda tangani oleh Bupati dan kepala Bapeda. Akan tetapi dirinya tidak mengetahui pasti kapan pengurusan itu dilakukan.

Dasar penentuan kawasan hutan di Sumatera Utara berubah sejak SK 579 diterbitkan pada tahun 2014. Pada tahun 2005 namanya SK 44, namun tahun 2014 namanya SK 579. Itu dimulai dari tahun 2005 sampai 2009 SK 44 itu berlangsung. Namun banyak protes dari pemerintah daerah, kerena otonomi daerah saat itu, sehingga SK 44 direvisi.

Kemudian sejak 2009 sampai tahun 2014, itu dikerjakan oleh tim terpadu yang dibentuk Kementerian Kehutanan, yang melibatkan akademisi dan ahli lingkungan, didampingi Pemkab yang mengsulkan.

Dari hasil kunjungan lapangan yang dinilai tim terpadu atas usulan daerah, kemudian tim membuat rekomendasi kepada menteri kehutanan sehingga timbul SK 579.

“Dulu mungkin, saya kan belum di sini. Itu dulu pertukaran SK 44 menjadi SK 579, sehingga sebagian ada yang memang dikeluarkan dari kawasan hutan,” Papar wahyudi.

Terkait produksi kayu arang mangrove diatas, menurut Wahyudi, penumbang kayu itu harus ada izin dari Dinas kehutanan provinsi dan BPHP.

“Setelah izin Dinas Kehutanan provinsi dan BPHP, maka diterbitkan sipu online, untuk membayar distribusi, karena itu kayu alam. Walaupun tidak ada pidana, tapi ada kewajiban kepada negara. Cuma saya tidak pernah mengurus itu, jadi tidak paham dan itu kewenangan provinsi,” katanya lagi mengelak. 

Hasil penelusuran di lokasi, sejumlah warga yang hingga saat ini belum tahu pasti batas hutan, tetap dilarang mengambil kayu di sana. Bahkan beberapa bulan lalu, seorang warga yang mengambil kayu disana langsung ditangkap pihak Polres Asahan.

Kalau mengikuti pernyataan Wahyudi diatas, kenapa warga tersebut ditangkap. “Kalau kami yang mengambil kayu disitu, langsung ditangkap polisi. Tapi kalau sekelompok warga yang hingga kini menebangi kayu di dalam, tidak sekalipun disentuh polisi,” kata sejumlah warga di sana.

Wahyudi bercerita soal penentuan kawasan hutan. Katanya, yang mengeluarkan kawasan hutan menjadi APL adalah Mentri kehutanan, atas usulan dari pemerintah daerah yang ditanda tangani oleh Bupati dan kepala Bapeda. Akan tetapi dirinya tidak mengetahui pasti kapan pengurusan itu dilakukan.

Dasar penentuan kawasan hutan di Sumatera Utara berubah sejak SK 579 diterbitkan pada tahun 2014. Pada tahun 2005 namanya SK 44, namun tahun 2014 namanya SK 579. Itu dimulai dari tahun 2005 sampai 2009 SK 44 itu berlangsung. Namun banyak protes dari pemerintah daerah, kerena otonomi daerah saat itu, sehingga SK 44 direvisi.

Kemudian sejak 2009 sampai tahun 2014, itu dikerjakan oleh tim terpadu yang dibentuk Kementerian Kehutanan, yang melibatkan akademisi dan ahli lingkungan, didampingi Pemkab yang mengsulkan.

Dari hasil kunjungan lapangan yang dinilai tim terpadu atas usulan daerah, kemudian tim membuat rekomendasi kepada menteri kehutanan sehingga timbul SK 579.

“Dulu mungkin, saya kan belum di sini. Itu dulu pertukaran SK 44 menjadi SK 579, sehingga sebagian ada yang memang dikeluarkan dari kawasan hutan,” Papar wahyudi.

Terkait produksi kayu arang mangrove diatas, menurut Wahyudi, penumbang kayu itu harus ada izin dari Dinas kehutanan provinsi dan BPHP.

“Setelah izin Dinas Kehutanan provinsi dan BPHP, maka diterbitkan sipu online, untuk membayar distribusi, karena itu kayu alam. Walaupun tidak ada pidana, tapi ada kewajiban kepada negara. Cuma saya tidak pernah mengurus itu, jadi tidak paham dan itu kewenangan provinsi,” katanya lagi mengelak. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/