SUMUTPOS.CO – Penyidik Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Binjai dituding tebang pilih dan lambat dalam melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Umum Daerah Djoelham Kota Binjai.
Namun Kajari Binjai Victor Antonius Saragih Sidabutar mengklaim, penyidik lama meningkatkan status perkara dugaan korupsi alkes di rumah sakit milik Pemko Binjai itu karena lambatnya hasil audit BPKP Sumut keluar. Selain hasil audit itu, juga tersendatnya hasil investigasi keluar.”Bukan tebang pilih,” bantah mantan Kajari Kuala Tungkal itu.
Menurut Victor, kasus dugaan korupsi alkes RSUD Djoelham ini sudah menjadi catatan di Kejaksaan Agung (Kejagung). Pasalnya, kasus tersebut tak pernah tuntas atau menunggak hingga menjadi temuan oleh Kejagung.
“Tersendat karena BPKP Sumut. Kami juga tak menyalahkan BPKP. Gak mungkin temuan lagi (sama Kejagung). Jadi yang pasti, itu harus tuntas selesai dalam waktu 3 bulan sampai ke meja pengadilan. Kalau jadi tunggakan, malu saya,” ujar mantan Kasubdit Tipikor Jampidsus Kejagung ini.
Seperti diketahui, semasa Kepala Kejari Binjai dijabat oleh Wilmar Ambarita, kasusu ini tak menunjukkan kemajuan kasus dugaan korupsi alkes RSUD Djoelham ini. Padahal, Wilmar yang memimpin tim penyidik melakukan penyelidikan.
Namun, ketika Kajari Binjai Victor Antonius Saragih Sidabutar menginjakkan kakinya lebih kurang sepekan di Kota Rambutan, langsung menunjukkan taringnya dengan menetapkan 7 tersangka pada kasus dugaan korupsi yang sumber dana berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun 2012 senilai Rp14 miliar. Sejatinya kasus tersebut sudah dilakukan penyelidikan oleh penyidik sejak 2014 lalu.
Adapun 7 tersangka itu masing-masing mantan Dirut RSUD Djoelham Kota Binjai yang sudah pensiun dr Mahim Siregar, Cipta Depari sebagai Unit Layanan Pengadaan RSUD Djoelham, Suriyana sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Suhadi Winata sebagai Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa, Budi Asmono sebagai Kepala Cabang Kimia Farma Medan tahun 2012, Teddy sebagai Direktur PT Mesarinda Abadi serta Feronica sebagai Direktur PT Petan Daya Medica. Terhadap mereka yang telah merugikan negara Rp3,5 miliar ini, belum dilakukan penahanan oleh penyidik pasca ditetapkan sebagai tersangka pada 6 November 2017 lalu.
Menyikapi hal ini, Ketua Binjai Corruption Watch, Gito Affandi menilai, orang nomor satu di Kejari Binjai tersebut harus menunjukkan kesungguhannya menangani perkara korupsi. Jangan tebang pilih.
“Kita perlu lihat kedepannya. Bukan peristiwa hari ini yang disinyalir sarat dengan tekanan,” ujar Gito, Kamis (16/11).