MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengajuan anggaran Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) Tahun 2018 mendapat tentangan keras sejumlah kalangan. Yang paling vocal terkait anggaran itu adalah DPRD Sumut.
Penolakan yang dilakukan DPRD Sumut itu ditengarai karena angka yang tertera sangat fantastis, yakni Rp1,2 triliun.
Menurut pengamat anggaran Elfenda Ananda bahwa pengajuan anggaran Pilgub Sumut senilai Rp1,2 triliun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus dikaji ulang.
“Jadi saya pernah riset dan saya rekomendasi, pertama karena dana yang dianggarkan nilainya besar, maka harus dicicil. Bila jumlahnya Rp1,2 triliun, maka bisalah Rp300 miliar tiap tahun. Kemudian yang kedua, dilakukan efisensi anggaran honor petugas pelaksana di TPS (Tempat Pemungutan Suara). Menurut saya, itu yang harus diefisensi kembali agar tidak memberatkan APBD Sumut,” ungkap Elfenda Ananda kepada Sumut Pos, Senin (17/10).
Masih menurut Elfenda, KPU dan Bawaslu Sumut bisa mengurangi petugas di TPS sehingga anggaran yang diajukan bisa diperkecil. “Jadi dikurangi jumlah petugasnya, kalau di TPS sampai tujuh orang bisa dijadikan 5 orang. Kemarin hasil kajian kita cukup lima orang untuk di TPS,” sebutnya.
Kemudian upaya lain untuk menekan anggaran kata Elfenda, pelaksanaan tender harus benar-benar dibuka kepada publik sehingga kompetitif untuk menekan biaya. “Misalnya tender pengadaan alat peraga atau alat reklame, iklan, dibuka secara umum jadi yang ikut tender benar-benar kompetitif,” jelas Elfenda.
Menurutnya lagi, soal kampanye calon kepala daerah yang masuk dalam anggaran Pilgubsu harus benar-benar dikaji.
“Belajar dari pengalaman, banyak nepotismenya juga proses kampanye ini. Karena kampanye sekarang dibebankan kepada APBD beda ketimbang tahun lalu. Jadi kalau bisa dianggarkan sesuai prinsip keadilan dan kepatutan. Jangan sebagian dapat jatah (anggaran) yang besar, sementara sebagian lainnya tidak. Yang begini-begini susah kan jadi harus dipastikan tidak terjadi,” katanya.
Selanjutnya untuk anggaran petugas keamanan yang juga masuk dalam anggaran Pilgubsu 2018 jangan sampai tumpang tindih dengan anggaran yang ada di APBN.
“Seperti polisi kan instansi vertikal, dia wajib untuk melakukan pengamanan diminta atau tidak diminta. Sehingga ini yang jangan sampai tumpang tindih,” tutur Elfenda.
Tak hanya itu, terkadang ada anggaran non budgeter yang sengaja dimasukkan dalam anggaran. Hal ini kata Elfenda jangan menjadi ajang untuk mengambil keuntungan. “Misalnya, anggaran untuk petugas keamanan saya dengar keluhan di lapangan terkadang mereka harus menyediakan nasi bungkus untuk petugas. Padahal penyelenggara keamanan kan sudah all in termasuk biaya makan mereka,” katanya.
“Jadi imbauan saya, kepada KPU dan Bawaslu Sumut lakukan kajian yang mendalam. Mana yang tidak terlalu penting bisa diefisiensikan sehingga tidak menganggu belanja anggaran APBD Pemprovsu,” tambahnya.
Kemudian lagi soal data Daftar Pemilih Tetap (DPT), menurutnya juga menjadi permasalah serius yang menyebabkan anggaran kian membengkak.
“Jadi data DPT harus benar-benar valid dan jangan sampai ada selisih. Data DPT sangat berhubungan tentang efisiensi. Karena semakin banyak data DPT tentu semakin banyak surat suara yang dicetak. Artinya alat-alat peraga itu berhubungan dengan jumlah pemilih. Jadi bila tidak akurat tentu akan terjadi pemborosan anggaran. Untuk itu inilah yang harus diefisiensikan,” pungkas Elfenda.