33.6 C
Medan
Tuesday, June 25, 2024

Arsalan Kehilangan Anak dan Rumah di saat Bersamaan

istimewa for SUMUT POS
TAHLILAN: Arsalan, orangtua korban banjir bandang saat ikut tahlilan, Senin (15/10) malam.

MADINA, SUMUTPOS.CO – Banjir bandang yang menerjang Desa Muara Saladi, Kecamatan Ulu Pungkut, Mandailing Natal, meninggalkan luka mendalam bagi Arsalan Lubis (48). Tak cuma rumah beserta isinya, dia pun harus merelakan kehilangan nyawa putri bungsunya.

HANYA satu dua kata saja yang diucapkan Arsalan, dalam Bahasa Indonesia. Selebihnya, orangtua Khoirunnisa Lubis, korban banjir bandang ini menggunakan bahasa daerah Mandailing untuk menceritakan, bagaimana saat itu mereka harus kehilangan tempat tinggal dan anggota keluarga dalam waktu singkat.

Gelondongan kayu beserta akar yang datang dari hulu sungai menuju pemukiman warga Desa Muara Saladi, membuat warga panik untuk menyelamatkan diri. Setelah memastikan istri dan anaknya cukup aman dari terjangan banjir bandang, Jumat 12 Oktober 2018 lalu. Bersama warga lainnya, mereka berusaha menghindar dari bahaya.

Namun seketika itu juga, dirinya berlari ke arah hulu sungai, ke gedung sekolah dasar tempat putri bungsunya sekolah madrasah. Bersama orang tua lainnya yang takut dan resah kondisi anak-anaknya, Arsalan pun berusaha secepatnya sampai di lokasi untuk menyelamatkan anak-anak yang diketahui menjadi korban banjir bandang. Begitu juga putrinya.

Sampai di lokasi sekolah, Arsalan pun langsung mencari sambil terus memanggil anak-anak di sekitar tempat belajar mengajar. Tumpukan kayu, atap seng sekolah hingga tembok sekolah yang runtuh, satu persatu mereka periksa. Yang terpenting saat itu, bagaimana menemukan anak-anak yang selamat atau tidak. Proses evakuasi sederhana dan cepat dari warga setempat sebelum bantuan petugas merapat.

“Nggak dipikirkan lagi yang ini anak siapa yang itu anak siapa. Mana yang kita temukan, itu diselamatkan. Kalaupun masih hidup, tak bisa kita kenali (cepat) karena sudah berlumpur semua,” sebut Arsalan menceritakan upaya mereka mengevakuasi korban selamat.

Sementara saat ia mencari anaknya di tumpukan kayu dan sisa lumpur, Arsalan juga harus merelakan kehilangan tempat tinggal yang disapu banjir. Rumahnya bukan hanya rusak, tetapi hilang tersapu gelondongan kayu yang dibawa air berlumpur. Tak ada yang dapat diselamatkan selain diri sendiri dan keluarga. Semuanya hanyut ke arah Sungai Pungkut, sekitar 30 meter dari pemukiman warga.

Namun memang malang tak dapat dielakkan. Setelah Arsalan menyelamatkan beberapa anak yang selamat dari maut, justru dirinya menerima jasad putrinya dari orang lain yang bersamanya mengevakuasi korban sebelum hari semakin gelap. Dia pun memeriksa dan memastikan bahwa yang digendong tersebut adalah putri bungsunya.

Semua seakan harus ia relakan. Kehilangan tempat tinggal, juga mengikhlaskan kepergian putri bungsunya yang meninggal dunia. Arsalan pun terlihat berusaha tegar menghadapi musibah tersebut. Di pengungsian, ia masih sempat membahas bagaimana kelanjutan kehidupan bersama keluarga, kerabat dan sahabat. Maklum, di Desa itu, mereka sudah seperti satu keluarga, saling terikat norma adat serta nilai luhur budaya.

Tak ada keinginannya untuk keluar dari pengungsian. Juga tak sanggup bagi Arsalan melihat bekas tempat tinggal mereka yang telah rata dengan batu. Bahkan kebun karet, ladang ubi serta Sasha miliknya, masih terlantar sejak kejadian itu.

“Belum bisa saya ke sana (ladang), karena pasti melewati kampung itu. Masih belum sanggup saya, masih trauma,” sebut Arsalan yang duduk bersama adiknya Erwin Lubis (32) yang juga kehilangan putra tercinta.

Mereka hanya berdoa, semoga bisa mendapatkan tempat tinggal pengganti di lahan yang lain, yang katanya akan disediakan pemerintah untuk membangun rumah. Dapat kembali mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga juga permintaan penting. Namun tak kalah penting, pendidikan bagi anak-anak usia sekolah yang selamat dari maut atau yang berada di pengungsian.

“Karena itu serahkan saja ke pemerintah,” pungkas Arsalan sembari menegaskan, bagi mereka hutan adalah penting, karena itu dirinya yakin tidak ada pembalakan liar di tempat mereka, bahkan seluruh warga masyarakat desa, menyepakati larangan penebangan kayu. (bal)

istimewa for SUMUT POS
TAHLILAN: Arsalan, orangtua korban banjir bandang saat ikut tahlilan, Senin (15/10) malam.

MADINA, SUMUTPOS.CO – Banjir bandang yang menerjang Desa Muara Saladi, Kecamatan Ulu Pungkut, Mandailing Natal, meninggalkan luka mendalam bagi Arsalan Lubis (48). Tak cuma rumah beserta isinya, dia pun harus merelakan kehilangan nyawa putri bungsunya.

HANYA satu dua kata saja yang diucapkan Arsalan, dalam Bahasa Indonesia. Selebihnya, orangtua Khoirunnisa Lubis, korban banjir bandang ini menggunakan bahasa daerah Mandailing untuk menceritakan, bagaimana saat itu mereka harus kehilangan tempat tinggal dan anggota keluarga dalam waktu singkat.

Gelondongan kayu beserta akar yang datang dari hulu sungai menuju pemukiman warga Desa Muara Saladi, membuat warga panik untuk menyelamatkan diri. Setelah memastikan istri dan anaknya cukup aman dari terjangan banjir bandang, Jumat 12 Oktober 2018 lalu. Bersama warga lainnya, mereka berusaha menghindar dari bahaya.

Namun seketika itu juga, dirinya berlari ke arah hulu sungai, ke gedung sekolah dasar tempat putri bungsunya sekolah madrasah. Bersama orang tua lainnya yang takut dan resah kondisi anak-anaknya, Arsalan pun berusaha secepatnya sampai di lokasi untuk menyelamatkan anak-anak yang diketahui menjadi korban banjir bandang. Begitu juga putrinya.

Sampai di lokasi sekolah, Arsalan pun langsung mencari sambil terus memanggil anak-anak di sekitar tempat belajar mengajar. Tumpukan kayu, atap seng sekolah hingga tembok sekolah yang runtuh, satu persatu mereka periksa. Yang terpenting saat itu, bagaimana menemukan anak-anak yang selamat atau tidak. Proses evakuasi sederhana dan cepat dari warga setempat sebelum bantuan petugas merapat.

“Nggak dipikirkan lagi yang ini anak siapa yang itu anak siapa. Mana yang kita temukan, itu diselamatkan. Kalaupun masih hidup, tak bisa kita kenali (cepat) karena sudah berlumpur semua,” sebut Arsalan menceritakan upaya mereka mengevakuasi korban selamat.

Sementara saat ia mencari anaknya di tumpukan kayu dan sisa lumpur, Arsalan juga harus merelakan kehilangan tempat tinggal yang disapu banjir. Rumahnya bukan hanya rusak, tetapi hilang tersapu gelondongan kayu yang dibawa air berlumpur. Tak ada yang dapat diselamatkan selain diri sendiri dan keluarga. Semuanya hanyut ke arah Sungai Pungkut, sekitar 30 meter dari pemukiman warga.

Namun memang malang tak dapat dielakkan. Setelah Arsalan menyelamatkan beberapa anak yang selamat dari maut, justru dirinya menerima jasad putrinya dari orang lain yang bersamanya mengevakuasi korban sebelum hari semakin gelap. Dia pun memeriksa dan memastikan bahwa yang digendong tersebut adalah putri bungsunya.

Semua seakan harus ia relakan. Kehilangan tempat tinggal, juga mengikhlaskan kepergian putri bungsunya yang meninggal dunia. Arsalan pun terlihat berusaha tegar menghadapi musibah tersebut. Di pengungsian, ia masih sempat membahas bagaimana kelanjutan kehidupan bersama keluarga, kerabat dan sahabat. Maklum, di Desa itu, mereka sudah seperti satu keluarga, saling terikat norma adat serta nilai luhur budaya.

Tak ada keinginannya untuk keluar dari pengungsian. Juga tak sanggup bagi Arsalan melihat bekas tempat tinggal mereka yang telah rata dengan batu. Bahkan kebun karet, ladang ubi serta Sasha miliknya, masih terlantar sejak kejadian itu.

“Belum bisa saya ke sana (ladang), karena pasti melewati kampung itu. Masih belum sanggup saya, masih trauma,” sebut Arsalan yang duduk bersama adiknya Erwin Lubis (32) yang juga kehilangan putra tercinta.

Mereka hanya berdoa, semoga bisa mendapatkan tempat tinggal pengganti di lahan yang lain, yang katanya akan disediakan pemerintah untuk membangun rumah. Dapat kembali mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga juga permintaan penting. Namun tak kalah penting, pendidikan bagi anak-anak usia sekolah yang selamat dari maut atau yang berada di pengungsian.

“Karena itu serahkan saja ke pemerintah,” pungkas Arsalan sembari menegaskan, bagi mereka hutan adalah penting, karena itu dirinya yakin tidak ada pembalakan liar di tempat mereka, bahkan seluruh warga masyarakat desa, menyepakati larangan penebangan kayu. (bal)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/