MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi meminta agar Dana Bagi Hasil (DBH) perkebunan dapat diberikan 30 persen hingga 40 persen dari PPN yang dikenakan atas produk tersebut. Dengan begitu, nantinya DBH perkebunan akan bisa lebih banyak berkontribusi bagi pembangunan di Sumut. Mengingat Sumut memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar.
“Kalau 30 persen saja, kami akan segera memajukan Sumut,” kata Edy di hadapan Wakil Presiden, Ma’ruf Amin dan sejumlah menteri yang mendampingi dalam Rapat Koordinasi Tentang Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Pelayanan Publik di Provinsi Sumut di Aula Tengku Rizal Nurdin Medan, Rabu (17/11).
Selain perkebunan, ungkap Edy, potensi UMKM di Sumut juga sangat besar. Ia memaparkan, jumlah UMKM di Sumut mencapai 1,1 juta unit. Terdiri dari usaha mikro sebanyak 1 juta unit, usaha kecil 99.753 unit, usaha menengah 15.960 unit. Bahkan bisa menyerap pekerja sebanyak 2,6 juta orang.
Penguatan UMKM, menurut Edy, menjadi salah satu fokus Pemprov Sumut dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19, lalu mengembangkan ke pasar di dalam negeri. “Memperkuat UMKM sebagai harapan bagi penyelamatan perekonomian Sumut,” katanya.
Wapres RI Ma’ruf Amin menyampaikan, setiap daerah di Indonesia memiliki potensi masing-masing. Namun potensi tersebut harus dioptimalkan dengan pemberdayaan masyarakat. “Lahan cukup, SDM cukup, optimalkan menjadi suatu potensi, menjadi kekuatan, power,” ujarnya.
Dikatakannya, dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, kepala daerah perlu fokus dan upaya yang mendalam. Salah satunya dengan pemberdayaan. “Karena itu tidak cukup dengan bansos, tetapi bagaimana pengentasan dilakukan melalui pemberdayaan,” katanya.
Di sisi lain, reformasi birokrasi perlu ditingkatkan oleh pemda. Sebab hal itu berkaitan dengan pelayanan publik. Kepercayaan investor pun bergantung pada pelayanan publik. Ia pun mengapresiasi Pemprov Sumut lantaran telah mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebanyak tujuh kali berturut turut dari BPK RI. “Saya harap capian ini harus diriringi dengan tata pemerintahan yang profesional, efisien, bersih dan juga bebas korupsi,” kata Ma’ruf.
Realisasi APBD
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga mengapresiasi Pemprov Sumut karena realisasi pendapatan APBD Sumut hingga 12 November 2021, sebesar 79,35 persen atau nilainya sekitar Rp10,861 triliun dari target Rp13,687 triliun. “Sumut termasuk yang realisasinya mencapai target yang baik,” sebutnya.
Namun, lanjut Tito, dari 79,35 persen jumlah pendapatan daerah itu, 55 persen atau Rp7,434 triliun merupakan dana transfer yang bersumber dari Pemerintah Pusat. Sedangkan 24 persen sisanya, barulah kontribusi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumut. “Jadi 79,35 persen pendapatan itu, kalau kita kurangi pendapatan dari dana transfer pusat, 55 persen, mohon maaf Pak Gubernur, lebih kurang realisasi PAD Sumut, 24 persen,” ujar Tito.
Mantan Kapolri ini mengungkapkan, target pendapatan daerah Sumut dari PAD sebesar 44 persen.
Itu artinya, ada 20 persen lagi target PAD yang belum tercapai.
Lebih lanjut Tito mengatakan, terjadi gap antara pendapatan dan belanja. Jika pendapatan sudah mencapai 79,35 persen, namun belanja masih 68,28 persen atau sekitar Rp9,517 triliun dari target Rp13,938 triliun. “Ini artinya, masih ada celah fiskal lebih kurang 11 persen,” ujar Tito.
Menurut Tito, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh belanja pemda. “APBD agar jadi perhatian, karena realisasi belanja pemerintah adalah tulang punggung utama,” tandasnya.
Tegur Pemda
Dalam kesempatan itu, mendagri Tito Karnavian menegur sejumlah pemerintah daerah (Pemda) di Sumatera Utara yang serapan belanja APBD 2021 masih rendah, termasuk Pemko Medan. Untuk Pemko Medan, misalnya, dari Rp5,731 triliun anggaran belanja, baru terserap Rp2,649 triliun atau 46,22 persen. Padahal, tahun anggaran berjalan akan berakhir. “Masih ada beberapa daerah yang serapan belanjanya di bawah 50 persen,” ungkap Tito.
Sambil menunjukkan paparan dalam slide, Tito antara lain menunjuk Pemda yang serapan belanjanya rendah sampai kondisi 12 November 2021, seperti Kabupaten Labuhanbatu Selatan 49,62 persen, Mandailing Natal 49,40 persen, dan Kota Medan 46,22 persen. Terendah adalah Karo 43,54 persen.
Rendahnya penyerapan anggaran itu, menurut Tito menunjukkan adanya uang yang tertahan, atau belum sampai ke masyarakat. Sejatinya itu tidak bagus karena tidak merangsang pertumbuhan ekonomi di masyarakat. “Mudah-mudahan biasa akhir tahun masih banyak proyek di bulan November dan Desember. Mudah-mudahan jawabannya itu. Asal jangan nyampe programnnya nggak dijalankan karena uangnya ditahan,” sebut Mendagri.
Mendagri Tito Karnvian juga menyebutkan sektor swasta bergerak nyata dalam pemberdayaan eknomi masyarakat di Sumut, salah satunya adalah peran dari pelaku UMKM.
Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar mengungkapkan, dana desa (DD) di Sumut terus naik signifikan. Pada 2019, sebut dia senilai Rp4,45 triliun, lalu terakhir di 2021 sebesar Rp4,53 triliun. “Artinya kebaikannya cukup signifikan. Kalau tadi bapak wali kota dan bupati tanya dana desa ini bisa untuk apa saja, jawaban bisa untuk semua. Kecuali yang dilarang,” katanya.
Prinsipnya, kata Halim, DD dapat dipergunakan selama bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan sumber daya manusia di desa. “Alhamdulillah sekarang BUMDes sudah berbadan hukum publik sebagaimana amanat UU Ciptaker No.11/2020. Sehingga banyak sekali hal yang bisa dilakukan karena sudah dipayungi dengan hukum,” katanya.
Misalnya BUMDes mengelola sumber daya air, bisa juga memanfaatkan bagian jalan tol dan non-tol. Lalu bisa juga memiliki aset, melakukan pengusahaan pengelolaan lahan hutan. “Bahkan pengelolaan kayu skala kecil saja boleh,” pungkasnya. (prn)
Usai rapat, Wapres didampingi gubernur meninjau stand UMKM yang berada di teras aula. Wapres tampak kagum dengan produk UMKM yang dipamerkan. Turut hadir Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah, Forkopimda Sumut, serta bupati dan walikota se Sumut. (prn)