25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Polisi Didesak Percepat Penahanan Bupati Tobasa

MEDAN, SUMUTPOS.CO Hingga kini penyidik Subdit III/Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Poldasu, masih ‘menggantung’ penahanan Bupati Toba Samosir (Tobasa) Padapotan Kasmin Simanjuntak yang sudah menyandang status tersangka dugaan korupsi pengadaan/pelepasan lahan base camp PLTA Asahan III, di Dusun Batu Mamak, Desa Meranti Pohan, Kab. Tobasa.

Polisi berdalih masih harus memintai keterangan saksi ahli dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan ahli hukum administrasi negara. Kemudian meminta bantuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengetahui aliran/penggunaan dana dugaan korupsi tersebut, menggelar kasus di Mabes Polri dan meminta izin presiden.

“Secepatnya, kalau semua follow up kasus itu sudah tuntas dilalui. Baru upaya selanjutnya akan dilakukan. Namun, kami tidak tau kapan waktunya (penahanan, red). Kalau cepat, bisa mengefesien waktu, kita akan mempercepat waktu penyidikan. Untuk penahanan kepala daerah harus ada izin dari presiden,” kilah Kanit IV Subdit III/Tipikor Direktorat Dit Reskrimsus Polda Sumut, Kompol J Sinaga saat dikonfirmasi wartawan.

Saat ditanya apakah penyidik sudah melayangkan surat izin penahanan tersebut ke presiden, Sinaga mengaku belum. Padahal, hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Sumut, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 4,4 miliar. “Secepatnya akan kita selesaikan, ya 3 atau 4 bulan lagilah. Kita tuntaskan semuanya,” tandas Sinaga sekenanya.

Sekretaris Eksekutif FITRA Sumut, Rurita Ningrum menilai Poldasu terkesan main-main mengani kasus tersebut. Karena itu, Rurita mendesak penahanan Kasmin dipercepat untuk mempermudah proses penyidikan. Apalagi, sebelumnya Poldasu pernah berjanji akan menyelesaikan kasus itu akhir tahun 2013 kemarin. Namun, hingga saat ini belum ada penyelesaian dan penahanan. “Sudah berstatus tersangka harus segera dilakukan penahanan dan menggenjot terus proses hukumnya. Dengan begitu, kasus ini akan memberikan dampak negatif. Kalau diulur terus-menerus, pantas dicurigai adanya indikasi permainanan antara Poldasu dan Bupati Tobasa,”ungkap Rurita pada wartawan, Minggu (19/1) sore.

Lanjut Rurita, sisi lain dengan penahanan Bupati Tobasa ini akan memberi contoh sosial agar setiap kepala daerah tak melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara.”Kalau sudah dilakukan penahanan. Poldasu menunjukkan kinerja yang baik, kemudian memberikan efek jera kepada elit pejabat di daerah lain untuk tidak korupsi,” jelasnya.

Selain mendesak segera menuntaskan kasus ini, Rurita juga minta Tipikor Poldasu mengungkap pelaku lain yang terlibat. “Poldasu harus berani dan tidak pandang bulu mengungkap kasus ini,”tandasnya. Seperti diketahui, proyek PLTA Asahan III berada di dua wilayah, yaitu Kab. Asahan sebagai pembangkit, sedangkan di Kab. Tobasa sebagai akses menuju pembangkit di Asahan. PLN sendiri menganggarkan dana Rp 1 triliun lebih.

Namun, karena harus melepaskan hutan lindung apalagi lokasinya berada di dua kabupaten, sehingga harus minta izin dari Gubsu. Kemudian, PLN minta izin ke Gubsu namun ditolak karena terkendala status hutan lindung yang harus ada ijin dari Menteri Kehutanan RI.

Tapi, secara diam-diam, GM Pikitring SUAR PLN yang saat dijabat Ir.Bintatar Hutabarat menjalin koordinasi dengan Pemkab Tobasa hingga terjadi pelepasan lahan dan pembangunan bascamp. Anggaran untuk pembebasan lahan di Dusun Batumamak, Desa Meranti Pohan, Kec. Pintu Pohan Meranti, Kab. Tobasa seluas 9 ha senilai Rp 17 miliar, sedang pembangunan baskcam menelam biaya berkisar Rp 71 miliar.”Jadi, PLN sudah duluan mengetahui lokasi pembangunan bascamp itu adalah hutan lindung, tapi kenapa masih berani membelinya,” beber Dono.

Terakhir, sambung mantan Kasat Reskrim Polresta Medan itu, setelah penjualan hutan lindung itu terbentur hukum, Bupati Tobasa Pandapotan Kasmin Simanjuntak berusaha merubah status lahan itu menjadi hutan rakyat, dengan maksud agar terhindar dari jeratan hukum. Namun usaha itu tidak berhasil hingga akhirnya Kasmin ditetapkan sebagai tersangka.

Sementara menurut informasi, ketika PLN meninjau lahan itu untuk pembangunan akses PLTA Asahan III, Bupati Tobasa langsung memberikan ganti rugi lahan itu kepada warga yang mengaku-ngaku sebagai pemilik, dengan harga berpariasi antara belasan juta hingga puluhan juta rupiah, tergantung posisi lahan.  Alasan Kasmin, untuk membangun pabrik semen. Namun ternyata dijual ke PLN seharga Rp 500 juta/hektarnya. Dana pun mengalir ke rekening Kasmin sebesar Rp 3 miliar. (gus/deo)

MEDAN, SUMUTPOS.CO Hingga kini penyidik Subdit III/Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Poldasu, masih ‘menggantung’ penahanan Bupati Toba Samosir (Tobasa) Padapotan Kasmin Simanjuntak yang sudah menyandang status tersangka dugaan korupsi pengadaan/pelepasan lahan base camp PLTA Asahan III, di Dusun Batu Mamak, Desa Meranti Pohan, Kab. Tobasa.

Polisi berdalih masih harus memintai keterangan saksi ahli dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan ahli hukum administrasi negara. Kemudian meminta bantuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengetahui aliran/penggunaan dana dugaan korupsi tersebut, menggelar kasus di Mabes Polri dan meminta izin presiden.

“Secepatnya, kalau semua follow up kasus itu sudah tuntas dilalui. Baru upaya selanjutnya akan dilakukan. Namun, kami tidak tau kapan waktunya (penahanan, red). Kalau cepat, bisa mengefesien waktu, kita akan mempercepat waktu penyidikan. Untuk penahanan kepala daerah harus ada izin dari presiden,” kilah Kanit IV Subdit III/Tipikor Direktorat Dit Reskrimsus Polda Sumut, Kompol J Sinaga saat dikonfirmasi wartawan.

Saat ditanya apakah penyidik sudah melayangkan surat izin penahanan tersebut ke presiden, Sinaga mengaku belum. Padahal, hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Sumut, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 4,4 miliar. “Secepatnya akan kita selesaikan, ya 3 atau 4 bulan lagilah. Kita tuntaskan semuanya,” tandas Sinaga sekenanya.

Sekretaris Eksekutif FITRA Sumut, Rurita Ningrum menilai Poldasu terkesan main-main mengani kasus tersebut. Karena itu, Rurita mendesak penahanan Kasmin dipercepat untuk mempermudah proses penyidikan. Apalagi, sebelumnya Poldasu pernah berjanji akan menyelesaikan kasus itu akhir tahun 2013 kemarin. Namun, hingga saat ini belum ada penyelesaian dan penahanan. “Sudah berstatus tersangka harus segera dilakukan penahanan dan menggenjot terus proses hukumnya. Dengan begitu, kasus ini akan memberikan dampak negatif. Kalau diulur terus-menerus, pantas dicurigai adanya indikasi permainanan antara Poldasu dan Bupati Tobasa,”ungkap Rurita pada wartawan, Minggu (19/1) sore.

Lanjut Rurita, sisi lain dengan penahanan Bupati Tobasa ini akan memberi contoh sosial agar setiap kepala daerah tak melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara.”Kalau sudah dilakukan penahanan. Poldasu menunjukkan kinerja yang baik, kemudian memberikan efek jera kepada elit pejabat di daerah lain untuk tidak korupsi,” jelasnya.

Selain mendesak segera menuntaskan kasus ini, Rurita juga minta Tipikor Poldasu mengungkap pelaku lain yang terlibat. “Poldasu harus berani dan tidak pandang bulu mengungkap kasus ini,”tandasnya. Seperti diketahui, proyek PLTA Asahan III berada di dua wilayah, yaitu Kab. Asahan sebagai pembangkit, sedangkan di Kab. Tobasa sebagai akses menuju pembangkit di Asahan. PLN sendiri menganggarkan dana Rp 1 triliun lebih.

Namun, karena harus melepaskan hutan lindung apalagi lokasinya berada di dua kabupaten, sehingga harus minta izin dari Gubsu. Kemudian, PLN minta izin ke Gubsu namun ditolak karena terkendala status hutan lindung yang harus ada ijin dari Menteri Kehutanan RI.

Tapi, secara diam-diam, GM Pikitring SUAR PLN yang saat dijabat Ir.Bintatar Hutabarat menjalin koordinasi dengan Pemkab Tobasa hingga terjadi pelepasan lahan dan pembangunan bascamp. Anggaran untuk pembebasan lahan di Dusun Batumamak, Desa Meranti Pohan, Kec. Pintu Pohan Meranti, Kab. Tobasa seluas 9 ha senilai Rp 17 miliar, sedang pembangunan baskcam menelam biaya berkisar Rp 71 miliar.”Jadi, PLN sudah duluan mengetahui lokasi pembangunan bascamp itu adalah hutan lindung, tapi kenapa masih berani membelinya,” beber Dono.

Terakhir, sambung mantan Kasat Reskrim Polresta Medan itu, setelah penjualan hutan lindung itu terbentur hukum, Bupati Tobasa Pandapotan Kasmin Simanjuntak berusaha merubah status lahan itu menjadi hutan rakyat, dengan maksud agar terhindar dari jeratan hukum. Namun usaha itu tidak berhasil hingga akhirnya Kasmin ditetapkan sebagai tersangka.

Sementara menurut informasi, ketika PLN meninjau lahan itu untuk pembangunan akses PLTA Asahan III, Bupati Tobasa langsung memberikan ganti rugi lahan itu kepada warga yang mengaku-ngaku sebagai pemilik, dengan harga berpariasi antara belasan juta hingga puluhan juta rupiah, tergantung posisi lahan.  Alasan Kasmin, untuk membangun pabrik semen. Namun ternyata dijual ke PLN seharga Rp 500 juta/hektarnya. Dana pun mengalir ke rekening Kasmin sebesar Rp 3 miliar. (gus/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/