27.8 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Homestay Bakal Banjiri Danau Toba

Foto: dok Sumut Pos
Sebuah kapal menyusuri pinggiran Danau Toba di daerah Tuktuk, Kabupaten Samosir, dimana terdapat banyak penginapan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Upaya memoles Danau Toba sebagai destinasi unggulan tidak hanya dengan membenahi akses dan menguatkan atraksinya. Amenitas (segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan) pun jadi satu kunci penting dalam pengembangan destinasi wisata andalan di Sumatera Utara (Sumut) itu.

Homestay desa wisata memang sedang menjadi sorotan utama Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya pada Rakornas Pariwisata II 2017, pada 18-19 Mei 2017 di Bidakara, Jakarta. Target tahun ini adalah pembangunan 20 ribu homestay. Sedangkan untuk 2018 sebanyak 30 ribu, dan 2019 dibangun 50 ribu lagi.

“Total pada 2019, menjadi 100 ribu homestay,” ungkap Arief.

Itu pula yang akan dilakukan di Danau Toba. Dalam rangka memperbanyak amenitas, maka harus ada lebih banyak homestay di sekitar danau kaldera terbesar di dunia itu. Apalagi, homestay merupakan jawaban atas kekurangan kamar hotel untuk menyambut lonjakan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang ditargetkan mencapai 20 juta orang pada 2019 mendatang.

Arief memang selalu menekankan pentingnya amenitas, selain unsur akses dan atraksi. Istilahnya 3A, atau akses, atraksi, dan amenitas. “Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah homestay terbesar, terbanyak, dan terbaik dunia. Dikelola dengan cara korporasi, di-manage secara digital,” jelasnya.

Rakornas II 2017 tersebut, akan menjadi kunci sukses pengembangan 100 ribu homestay desa wisata. Karena itu, Arief sangat serius merealisasikan program ini.

Dalam rangka itu pula, pemerintah pada 10 Mei lalu, menggelar rapat pembuatan prototipe atau mock up homestay. Ada 2 prototipe homestay yang dibahas dalam Rakornas yang menghadirkan Kemendes dan Kemen PUPR itu.

Yang pertama, model homestay mengadopsi gaya pemenang sayembara desain arsitektur homestay nusantara di Toba. Sedangkan prototipe kedua merupakan model umum dan lebih aplikatif ditempatkan di semua daerah, dengan konsep eco pod atau bangunan dengan konstruksi ramah lingkungan.

Kepala Badan Otorita Pariwisata Danau Toba (BOPDT), Arie Prasetyo menuturkan, prototipe homestay model pertama langsung jadi prioritas. Material utamanya adalah bambu. Atapnya juga sirap dari bambu. “Sesuai kelokalan nusantara,” katanya.

Sedangkan ukurannya adalah 5 x 6 meter. “Sehingga total luas bangunan 30 meter persegi, dan memerlukan total luas tanah 50 meter persegi,” imbuh Arie.

Arie menjelaskan, biaya pembuatan masing-masing model homestay adalah Rp 200 juta, termasuk pajak pertambahan nilai (PPN). Nantinya, prototipe itu akan diletakkan di wilayah Toba.

Ia juga mengatakan, kini yang perlu dipastikan adalah lahan yang akan pasangi model homestay. BOPDT dipercaya mencari lahan untuk itu. Rencananya, BOPDT akan berkoordinasi dengan para kepala daerah di wilayah Danau Toba. “Harus clear and clear untuk menghindari sengketa di kemudian hari,” tegas Arie. (jpg/saz)

Foto: dok Sumut Pos
Sebuah kapal menyusuri pinggiran Danau Toba di daerah Tuktuk, Kabupaten Samosir, dimana terdapat banyak penginapan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Upaya memoles Danau Toba sebagai destinasi unggulan tidak hanya dengan membenahi akses dan menguatkan atraksinya. Amenitas (segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan) pun jadi satu kunci penting dalam pengembangan destinasi wisata andalan di Sumatera Utara (Sumut) itu.

Homestay desa wisata memang sedang menjadi sorotan utama Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya pada Rakornas Pariwisata II 2017, pada 18-19 Mei 2017 di Bidakara, Jakarta. Target tahun ini adalah pembangunan 20 ribu homestay. Sedangkan untuk 2018 sebanyak 30 ribu, dan 2019 dibangun 50 ribu lagi.

“Total pada 2019, menjadi 100 ribu homestay,” ungkap Arief.

Itu pula yang akan dilakukan di Danau Toba. Dalam rangka memperbanyak amenitas, maka harus ada lebih banyak homestay di sekitar danau kaldera terbesar di dunia itu. Apalagi, homestay merupakan jawaban atas kekurangan kamar hotel untuk menyambut lonjakan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang ditargetkan mencapai 20 juta orang pada 2019 mendatang.

Arief memang selalu menekankan pentingnya amenitas, selain unsur akses dan atraksi. Istilahnya 3A, atau akses, atraksi, dan amenitas. “Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah homestay terbesar, terbanyak, dan terbaik dunia. Dikelola dengan cara korporasi, di-manage secara digital,” jelasnya.

Rakornas II 2017 tersebut, akan menjadi kunci sukses pengembangan 100 ribu homestay desa wisata. Karena itu, Arief sangat serius merealisasikan program ini.

Dalam rangka itu pula, pemerintah pada 10 Mei lalu, menggelar rapat pembuatan prototipe atau mock up homestay. Ada 2 prototipe homestay yang dibahas dalam Rakornas yang menghadirkan Kemendes dan Kemen PUPR itu.

Yang pertama, model homestay mengadopsi gaya pemenang sayembara desain arsitektur homestay nusantara di Toba. Sedangkan prototipe kedua merupakan model umum dan lebih aplikatif ditempatkan di semua daerah, dengan konsep eco pod atau bangunan dengan konstruksi ramah lingkungan.

Kepala Badan Otorita Pariwisata Danau Toba (BOPDT), Arie Prasetyo menuturkan, prototipe homestay model pertama langsung jadi prioritas. Material utamanya adalah bambu. Atapnya juga sirap dari bambu. “Sesuai kelokalan nusantara,” katanya.

Sedangkan ukurannya adalah 5 x 6 meter. “Sehingga total luas bangunan 30 meter persegi, dan memerlukan total luas tanah 50 meter persegi,” imbuh Arie.

Arie menjelaskan, biaya pembuatan masing-masing model homestay adalah Rp 200 juta, termasuk pajak pertambahan nilai (PPN). Nantinya, prototipe itu akan diletakkan di wilayah Toba.

Ia juga mengatakan, kini yang perlu dipastikan adalah lahan yang akan pasangi model homestay. BOPDT dipercaya mencari lahan untuk itu. Rencananya, BOPDT akan berkoordinasi dengan para kepala daerah di wilayah Danau Toba. “Harus clear and clear untuk menghindari sengketa di kemudian hari,” tegas Arie. (jpg/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/