30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Panja Pemekaran Temui Stafsus Presiden, Sumteng-Labuhanbatu Bergabung

Ilustrasi

Keseriusan Tim VII (dapil 7) DPRD Sumut memperjuangkan Pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara (Sumteng), semakin terlihat. Setelah menemui Ketua DPRD Sumut dan Gubernur Sumatera Utara, Tim VII mengajak Tim VI (Dapil 6) dari Labuhan Batu Raya untuk ikut bergabung ke Sumteng. Dengan gabungan ini, Tim VII dan Tim VI membentuk Panitia Kerja (Panja) Pemekaran untuk menemui Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Republik Indonesia, Jumat (19/7).

Kepada Kepala KSP RI, panja menyampaikan usul pemekaran yang selama ini dinilai terganjal moratorium dan UU 23/2014. Tampak hadir dalam rapat konsultasi itu anggota DPRD Sumut Dapil Sumut 7 (Tabagsel) Burhanuddin Siregar (PKS), Sutrisno Pangaribuan (PDI Perjuangan), Doli Sinomba (Golkar), Ahmadan Harahap (PPP), Fahrizal Efendi Harahap (Hanura), Abdul Manan Nasution, Iskandar Sakti Batubara, Robi Agusman Harahap (PKPI). Sementara Anggota DPRD Sumutn

perwakilan Dapil VI (Labuhanbatu Raya) yakni Aripay Tambunan (PAN), Novita Sari SH (Golkar), serta anggota DPRD Sumut Darwin Lubis (Penasehat Panja Provinsi Sumteng).

Kedatangan Panja Pemekaran Provinsi Sumteng diterima KSP melalui Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi, Eko Sulistyo.

Kepada KSP, Sutrisno Pangaribuan menjelaskan Panja Pemekaran Provinsi Sumteng telah menyiapkan dokumen pemekaran sesuai UU 32/ 2004 tentang Pemda. Namun lahirnya UU 23/2014 menghalangi adanya Daerah Otonomi Baru (DOB).

“Ada semacam upaya untuk menghalangi DOB. Karena ketika aturan yang sangat ketat dibuat untuk daerah otonomi baru tingkat kabupaten/kota, aturan yang sama dibuat lagi untuk tingkat provinsi,” katanya.

Seharusnya, kata politisi PDI Perjuangan itu, berdasarkan UU yang lama jika pembentukan DOB tingkat kabupaten sudah terpenuhi, maka tinggal syarat pemenuhan jumlah gabungan kabupaten/kota saja. “Ini malah diperketat lagi di UU No. 23/2014 pada Bab VI-nya yang meminta jumlah penduduk dan luasan wilayah,” katanya.

Pun demikian, Panja Pemekaran Provinsi Sumteng tidak ingin menabrak UU 23/2014 yang saat ini menjadi acuan untuk pemekaran provinsi. “ Dalam dokumen yang akan kami sampaikan, Sumteng hanya 4 kabupaten dan 1 kota. Tetapi karena tidak ingin menabrak aturan UU 23/2014, maka kami mengajak teman-teman dari Dapil 6 (Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, dan Labuhanbatu Utara),” katanya.

Sekretaris Umum Panja Pemekaran Provinsi Sumteng ini membeberkan, pemekaran provinsi Sumteng lahir karena adanya keterbelakangan pembangunan di wilayah Tabagsel. Jarak tempuh menuju ke ibukota Provinsi Sumut yakni Kota Medan, bila melalui jalan darat mencapai 20 jam.

“Sedangkan skema pembangunan di daerah ke arah Pantai Barat agak terbelakang. Jadi kalau Trans Sumatera (lintas Timur) dari Aceh menuju Lampung baik jalan tol maupun kereta api dari Medan-Tebingtinggi-Kisaran-Rantauparapat-Riau, sama sekali tidak ada menyentuh daerah Tabagsel. Kalau seperti ini kondisinya, kami menjadi terbelakang. Di mana daerah lintas barat yakni Tapanuli Bagian Selatan menghubungkan Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan waktu tempuh jalan darat ke ibukota Medan bisa mencapai 20 jam,” paparnya.

Oleh karenanya, rentang kendali pelayanan pemerintah pusat melalui Pemprovsu menjadi sangat jauh. “Wilayah ini berbatasan dengan Provinsi Sumbar dan Riau. Itulah masukan dan alasan kami mengapa kami ingin adanya pembentukan DOB Provinsi Sumteng,” tegasnya.

Burhanuddin Siregar menambahkan, keluhan itu selalu disampaikan masyarakat dalam dalam setiap kegiatan reses DPRD Sumut yang dilakukan tiga kali setahun. “Jadi sangat wajar keluhan ini kami sampaikan langsung ke presiden melalui staf kepresidenan, agar dapat ditindaklanjuti,” tukas Ketua Umum Panja Pemekaran Provinsi Sumteng.

Ia menegaskan, rencana pemekaran Provinsi Sumteng sudah dietujui Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman dan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi.

Anggota DPRD Sumut Dapil Sumut 6, Aripay Tambunan, meminta agar KSP menyampaikan usulan pemekaran Provinsi Sumteng dimasukkan dalam RPJMN 2020-2024 ke Presiden Joko Widodo.

“Sewaktu ke Bappenas kita mendapat informasi ada pembahasan RPJMN, kalau grand desain RPJMN itu untuk lima tahun ke depan mohon ini dimasukkan. Ini sebagai salah satu pintu untuk mempercepat pembangunan daerah,” kata perwakilan dari Labuhanbatu Raya ini.

Butuh Rp350 Miliar per Kabupaten

Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Eko Sulistyo menjelaskan, proses Pemekaran Provinsi Sumteng memang sudah masuk dalam Amanat Presiden (Ampres).

“Sudah ada surat Presiden SBY pada periode lalu, yang artinya sudah melalui kajian,” katanya.

Ia menyebutkan, moratorium memang bukan UU, tetapi sebuah kebijakan dari pemerintah yang disampaikan Mendagri untuk menunda (moratorium), yang didasari dengan pertimbangan soal anggaran di saat ekonomi menurun.

“Kalkuasi dari Depdagri, biaya pemekaran untuk satu kabupaten kira-kira Rp300 miliar sampai Rp350 miliar. Kalau ini provinsi, maka volumenya tinggal mengalikan saja. Sesuai dengan UU, memang ini hak daerah. Pemerintah bukan menahan tetapi itu pertimbangannya,” kata Eko.

Bila Panja sudah ke Mendagri yang merupakan leading sector pemekaran, kata dia, maka KSP akan membuat laporan ke kepala staf untuk diteruskan ke presiden.

“Bila nanti dinilai menjadi prioritas, dalam waktu dekat tentu akan dirapatkan dengan Kemendagri, Kementerian Keuangan, BIN, dan kementerian terkait dalam rapat kabinet. Hari ini sifatnya saya akan menyampaikan laporan menyangkut pemekaran Provinsi Sumteng, juga untuk pemekaran yang lain. Mohon bila ada dokumennya diberikan satu sebagai landasan lampiran untuk laporan,” tutupnya. (prn)

Ilustrasi

Keseriusan Tim VII (dapil 7) DPRD Sumut memperjuangkan Pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara (Sumteng), semakin terlihat. Setelah menemui Ketua DPRD Sumut dan Gubernur Sumatera Utara, Tim VII mengajak Tim VI (Dapil 6) dari Labuhan Batu Raya untuk ikut bergabung ke Sumteng. Dengan gabungan ini, Tim VII dan Tim VI membentuk Panitia Kerja (Panja) Pemekaran untuk menemui Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Republik Indonesia, Jumat (19/7).

Kepada Kepala KSP RI, panja menyampaikan usul pemekaran yang selama ini dinilai terganjal moratorium dan UU 23/2014. Tampak hadir dalam rapat konsultasi itu anggota DPRD Sumut Dapil Sumut 7 (Tabagsel) Burhanuddin Siregar (PKS), Sutrisno Pangaribuan (PDI Perjuangan), Doli Sinomba (Golkar), Ahmadan Harahap (PPP), Fahrizal Efendi Harahap (Hanura), Abdul Manan Nasution, Iskandar Sakti Batubara, Robi Agusman Harahap (PKPI). Sementara Anggota DPRD Sumutn

perwakilan Dapil VI (Labuhanbatu Raya) yakni Aripay Tambunan (PAN), Novita Sari SH (Golkar), serta anggota DPRD Sumut Darwin Lubis (Penasehat Panja Provinsi Sumteng).

Kedatangan Panja Pemekaran Provinsi Sumteng diterima KSP melalui Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi, Eko Sulistyo.

Kepada KSP, Sutrisno Pangaribuan menjelaskan Panja Pemekaran Provinsi Sumteng telah menyiapkan dokumen pemekaran sesuai UU 32/ 2004 tentang Pemda. Namun lahirnya UU 23/2014 menghalangi adanya Daerah Otonomi Baru (DOB).

“Ada semacam upaya untuk menghalangi DOB. Karena ketika aturan yang sangat ketat dibuat untuk daerah otonomi baru tingkat kabupaten/kota, aturan yang sama dibuat lagi untuk tingkat provinsi,” katanya.

Seharusnya, kata politisi PDI Perjuangan itu, berdasarkan UU yang lama jika pembentukan DOB tingkat kabupaten sudah terpenuhi, maka tinggal syarat pemenuhan jumlah gabungan kabupaten/kota saja. “Ini malah diperketat lagi di UU No. 23/2014 pada Bab VI-nya yang meminta jumlah penduduk dan luasan wilayah,” katanya.

Pun demikian, Panja Pemekaran Provinsi Sumteng tidak ingin menabrak UU 23/2014 yang saat ini menjadi acuan untuk pemekaran provinsi. “ Dalam dokumen yang akan kami sampaikan, Sumteng hanya 4 kabupaten dan 1 kota. Tetapi karena tidak ingin menabrak aturan UU 23/2014, maka kami mengajak teman-teman dari Dapil 6 (Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, dan Labuhanbatu Utara),” katanya.

Sekretaris Umum Panja Pemekaran Provinsi Sumteng ini membeberkan, pemekaran provinsi Sumteng lahir karena adanya keterbelakangan pembangunan di wilayah Tabagsel. Jarak tempuh menuju ke ibukota Provinsi Sumut yakni Kota Medan, bila melalui jalan darat mencapai 20 jam.

“Sedangkan skema pembangunan di daerah ke arah Pantai Barat agak terbelakang. Jadi kalau Trans Sumatera (lintas Timur) dari Aceh menuju Lampung baik jalan tol maupun kereta api dari Medan-Tebingtinggi-Kisaran-Rantauparapat-Riau, sama sekali tidak ada menyentuh daerah Tabagsel. Kalau seperti ini kondisinya, kami menjadi terbelakang. Di mana daerah lintas barat yakni Tapanuli Bagian Selatan menghubungkan Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan waktu tempuh jalan darat ke ibukota Medan bisa mencapai 20 jam,” paparnya.

Oleh karenanya, rentang kendali pelayanan pemerintah pusat melalui Pemprovsu menjadi sangat jauh. “Wilayah ini berbatasan dengan Provinsi Sumbar dan Riau. Itulah masukan dan alasan kami mengapa kami ingin adanya pembentukan DOB Provinsi Sumteng,” tegasnya.

Burhanuddin Siregar menambahkan, keluhan itu selalu disampaikan masyarakat dalam dalam setiap kegiatan reses DPRD Sumut yang dilakukan tiga kali setahun. “Jadi sangat wajar keluhan ini kami sampaikan langsung ke presiden melalui staf kepresidenan, agar dapat ditindaklanjuti,” tukas Ketua Umum Panja Pemekaran Provinsi Sumteng.

Ia menegaskan, rencana pemekaran Provinsi Sumteng sudah dietujui Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman dan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi.

Anggota DPRD Sumut Dapil Sumut 6, Aripay Tambunan, meminta agar KSP menyampaikan usulan pemekaran Provinsi Sumteng dimasukkan dalam RPJMN 2020-2024 ke Presiden Joko Widodo.

“Sewaktu ke Bappenas kita mendapat informasi ada pembahasan RPJMN, kalau grand desain RPJMN itu untuk lima tahun ke depan mohon ini dimasukkan. Ini sebagai salah satu pintu untuk mempercepat pembangunan daerah,” kata perwakilan dari Labuhanbatu Raya ini.

Butuh Rp350 Miliar per Kabupaten

Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Eko Sulistyo menjelaskan, proses Pemekaran Provinsi Sumteng memang sudah masuk dalam Amanat Presiden (Ampres).

“Sudah ada surat Presiden SBY pada periode lalu, yang artinya sudah melalui kajian,” katanya.

Ia menyebutkan, moratorium memang bukan UU, tetapi sebuah kebijakan dari pemerintah yang disampaikan Mendagri untuk menunda (moratorium), yang didasari dengan pertimbangan soal anggaran di saat ekonomi menurun.

“Kalkuasi dari Depdagri, biaya pemekaran untuk satu kabupaten kira-kira Rp300 miliar sampai Rp350 miliar. Kalau ini provinsi, maka volumenya tinggal mengalikan saja. Sesuai dengan UU, memang ini hak daerah. Pemerintah bukan menahan tetapi itu pertimbangannya,” kata Eko.

Bila Panja sudah ke Mendagri yang merupakan leading sector pemekaran, kata dia, maka KSP akan membuat laporan ke kepala staf untuk diteruskan ke presiden.

“Bila nanti dinilai menjadi prioritas, dalam waktu dekat tentu akan dirapatkan dengan Kemendagri, Kementerian Keuangan, BIN, dan kementerian terkait dalam rapat kabinet. Hari ini sifatnya saya akan menyampaikan laporan menyangkut pemekaran Provinsi Sumteng, juga untuk pemekaran yang lain. Mohon bila ada dokumennya diberikan satu sebagai landasan lampiran untuk laporan,” tutupnya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/