SUMUTPOS.CO – Tewasnya Noviyanti Indriani dan anaknya Raka Mayka Abror dalam musibah rubuhnya tembok milik tetangga sebelah rumah kontrakan mereka, meninggalkan luka dan kesedihan mendalam bagi orangtuanya, Alfian (44). Apalagi, Alfian yang ikut mengevakuasi reruntuhan melihat langsung anak dan cucunya tewas berpelukan di dalam kamar.
Dengan mata berkaca-kaca, pria yang rumahnya hanya 50 meter dari rumah korban, menceritakan proses evakuasi yang dilakukannya bersama warga.
“Malam itu hujan sangat deras. Tiba-tiba tetangga mendatangiku dan memberitahukan bahwa rumah kontrakan yang dihuni anakku telah hancur tertimpa tembok rubuh. Mendengar itu aku langsung berlari ke sana. Dan kulihat rumah itu sudah hampir rata dengan tanah. Di dalam rumah itu, kudengar suara minta tolong dan kulihat suami anakku telah tertimpa batu. Lalu kupindahkan bebatuan itu,” kenang Alfian dengan tubuh gemetar.
Lanjut Alfian, setelah menyelamatkan menantu dan cucu pertamanya, ia dan warga kembali mengangkat reruntuhan yang menimpa kamar Novianti dan anaknya.
“Di kamar itulah kulihat anak dan cucuku berpelukan ditimpa bebatuan itu. Seketika itu juga aku langsung menjerit dan meminta bantuan tetangga untuk memindahkan batunya. Setelah dipindahkan, ternyata anak dan cucuku sudah tidak bernyawa lagi,” lirihnya dengan berderai air mata.
Padahal, Lanjut Alfian, sebelum tembok itu rubuh, anaknya sempat diajak suaminya untuk mengungsi. Namun, ajakan itu ditolak Noviyanti. Ia dan anaknya memilih tidur di kamar. Sedang suami dan anak pertamanya berada di ruang tamu.
“Sudah diajak suaminya agar mengungsi. Tapi nggak mau anakku. Karena malam itu hujan memang deras kali. Ternyata, Tuhan sudah berkehendak lain,” tandasnya dengan berurai air mata. (smg/deo)
SUMUTPOS.CO – Tewasnya Noviyanti Indriani dan anaknya Raka Mayka Abror dalam musibah rubuhnya tembok milik tetangga sebelah rumah kontrakan mereka, meninggalkan luka dan kesedihan mendalam bagi orangtuanya, Alfian (44). Apalagi, Alfian yang ikut mengevakuasi reruntuhan melihat langsung anak dan cucunya tewas berpelukan di dalam kamar.
Dengan mata berkaca-kaca, pria yang rumahnya hanya 50 meter dari rumah korban, menceritakan proses evakuasi yang dilakukannya bersama warga.
“Malam itu hujan sangat deras. Tiba-tiba tetangga mendatangiku dan memberitahukan bahwa rumah kontrakan yang dihuni anakku telah hancur tertimpa tembok rubuh. Mendengar itu aku langsung berlari ke sana. Dan kulihat rumah itu sudah hampir rata dengan tanah. Di dalam rumah itu, kudengar suara minta tolong dan kulihat suami anakku telah tertimpa batu. Lalu kupindahkan bebatuan itu,” kenang Alfian dengan tubuh gemetar.
Lanjut Alfian, setelah menyelamatkan menantu dan cucu pertamanya, ia dan warga kembali mengangkat reruntuhan yang menimpa kamar Novianti dan anaknya.
“Di kamar itulah kulihat anak dan cucuku berpelukan ditimpa bebatuan itu. Seketika itu juga aku langsung menjerit dan meminta bantuan tetangga untuk memindahkan batunya. Setelah dipindahkan, ternyata anak dan cucuku sudah tidak bernyawa lagi,” lirihnya dengan berderai air mata.
Padahal, Lanjut Alfian, sebelum tembok itu rubuh, anaknya sempat diajak suaminya untuk mengungsi. Namun, ajakan itu ditolak Noviyanti. Ia dan anaknya memilih tidur di kamar. Sedang suami dan anak pertamanya berada di ruang tamu.
“Sudah diajak suaminya agar mengungsi. Tapi nggak mau anakku. Karena malam itu hujan memang deras kali. Ternyata, Tuhan sudah berkehendak lain,” tandasnya dengan berurai air mata. (smg/deo)