26 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Eramas Rp13,8 M, Djoss Rp10,5 M

Tak Cukup

Pengamat Anggaran Kota Medan, Elfenda Ananda menilai, sumbangan dana kampanye yang diterima masing-masing paslon dinilai tidak akan cukup. “Kalau melihat luas wilayah Sumut dengan jumlah 33 kabupaten/kota dan aktivitas kampanye, saya rasa tidak cukup. Sebab, setiap kabupaten/kota kemungkinan aktivitas kampanye tidak satu titik dan bisa saja lebih dari satu,” ujarnya saat dihubungi.

Menurut dia, idealnya dana untuk kampanye, misalnya satu kabupaten/kota rata-rata membutuhkan sekitar Rp700 juta. Maka, sudah tentu jumlah dana sumbangan yang diterima tak akan cukup. Ditambah lagi, kampanye yang dilakukan pada kabupaten/kota tersebut lebih dari satu kali.

“Bila mengerahkan massa dengan biaya transportasinya ditanggung, bisa dihitung sendiri angkanya dengan jumlah massa. Misalnya, untuk transportasi Rp100.000 dengan jumlah massa seribu orang, sudah berapa itu? Belum lagi konsumsinya dan lain-lain. Maka, dengan dana sumbangan tersebut tentu tidak cukup. Apalagi, kampanye ini baru pengerahan massa, belum yang lain seperti kampanye akbar,” sebutnya.

Namun demikian, yang terpenting dari sisi akuntabilitas bisa dipertanggungjawabkan. Artinya, transparan dan terukur dengan jelas setiap bentuk kampanye yang dilakukan dilaporkan. “Laporan pertanggungjawaban kampanye benar-benar sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, bukan dimanipulasi. Khawatir kita, dana tersebut hanya formalitas di atas kertas saja disampaikan tetapi tak semua dilaporkan,” cetusnya.

Sebagai contoh, sambung dia, masing-masing pendukung paslon yang punya legislatif dan bertanggungjawab di daerah pemilihannya mengerahkan massa misalnya minimal 200 orang. Dana yang dikeluarkan menjadi tanggungan paslon. Namun ternyata, tidak dilaporkan dalam pertanggungjawaban.

Tak Cukup

Pengamat Anggaran Kota Medan, Elfenda Ananda menilai, sumbangan dana kampanye yang diterima masing-masing paslon dinilai tidak akan cukup. “Kalau melihat luas wilayah Sumut dengan jumlah 33 kabupaten/kota dan aktivitas kampanye, saya rasa tidak cukup. Sebab, setiap kabupaten/kota kemungkinan aktivitas kampanye tidak satu titik dan bisa saja lebih dari satu,” ujarnya saat dihubungi.

Menurut dia, idealnya dana untuk kampanye, misalnya satu kabupaten/kota rata-rata membutuhkan sekitar Rp700 juta. Maka, sudah tentu jumlah dana sumbangan yang diterima tak akan cukup. Ditambah lagi, kampanye yang dilakukan pada kabupaten/kota tersebut lebih dari satu kali.

“Bila mengerahkan massa dengan biaya transportasinya ditanggung, bisa dihitung sendiri angkanya dengan jumlah massa. Misalnya, untuk transportasi Rp100.000 dengan jumlah massa seribu orang, sudah berapa itu? Belum lagi konsumsinya dan lain-lain. Maka, dengan dana sumbangan tersebut tentu tidak cukup. Apalagi, kampanye ini baru pengerahan massa, belum yang lain seperti kampanye akbar,” sebutnya.

Namun demikian, yang terpenting dari sisi akuntabilitas bisa dipertanggungjawabkan. Artinya, transparan dan terukur dengan jelas setiap bentuk kampanye yang dilakukan dilaporkan. “Laporan pertanggungjawaban kampanye benar-benar sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, bukan dimanipulasi. Khawatir kita, dana tersebut hanya formalitas di atas kertas saja disampaikan tetapi tak semua dilaporkan,” cetusnya.

Sebagai contoh, sambung dia, masing-masing pendukung paslon yang punya legislatif dan bertanggungjawab di daerah pemilihannya mengerahkan massa misalnya minimal 200 orang. Dana yang dikeluarkan menjadi tanggungan paslon. Namun ternyata, tidak dilaporkan dalam pertanggungjawaban.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/