“Hal-hal itu terkadang tidak tercatat dalam dana laporan kampanye. Harusnya, kalau setiap bentuk kampanye merupakan bagian yang tidak terpisahkan maka wajib teradministrasi,” pungkasnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut, Rurita Ningrum meminta kedua paslon dan tim kampanyenya transparan kepada publik. “Dana kampanye batasannya sudah diatur. Namun, di lapangan bisa tidak terukur. Kami pernah melakukan kajian di Pilgub sebelumnya. Paslon memberikan data tidak sesuai, ada yang berlebih. Makanya harus ada tim audit terhadap dua paslon tersebut,” ungkap Rurita kepada Sumut Pos, tadi malam.
Menurut Rurita, hingga saat ini memang dari pengamatan mereka belum ada ditemukan pelanggaran. Namun, FITRA Sumut tetap melakukan pengawasan dan pemantauan di lapangan khususnya soal dana kampanye ini. “Ya, laporan bertahap. Sebaiknya dipublikasi ke umum dan dibuka kepada masyarakat. Kemudian, masyarakat juga harus melaporkan dana kampanye sendiri untuk jagoannya. Karena, masyarakat mengkampanyekan jagoannya, belum tentu jagoannya tahu. Seperti spanduk dan pertemuan harus dilaporkan masyarakat juga. Ada mekanisme juga itu, jangan sampai ada ‘dana kampanye siluman’,” pungkasnya.
Diketahui, KPU Sumut sudah menetapkan batas dana kampanye Rp84,740 miliar kepada paslon Pilgubsu 2018. Hal ini ditetapkan dalam Keputusan KPU Sumut Nomor 61/PL.03.5.-/kpt/12/prov/ II/2018 pada 27 Februari 2018 tentang Pembatasan Pengeluaran Dana Kampanye Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut 2018 perubahan Nomor 50/PL.03.5-kpt/12/prov/II/2018. Dana tersebut ditetapkan setelah disepakati dengan tim kampanye masing-masing paslon. Artinya, kedua Paslon tidak boleh melebihi batasan tersebut dalam membiayai kegiatan kampanyenya. (prn/ris/gus)