32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Operasional Pelabuhan Belawan Terancam

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS NELAYAN: Seorang nelayan mengikat kapalnya di Belawan. Nelayan Belawan mendukung kebijakan Menteri Susi.
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Ilustrasi

BELAWAN, SUMUTPOS.CO-Keputusan Pengadilan Negeri (PN) Medan yang menyatakan, M Hafizham sebagai penggugat sah atas lahan seluas 10 hektare di Pantai Anjing Kecamatan Medan Belawan bakal mengancam operasional di Pelabuhan Belawan. Sebab, sertifikat HPL No.1 milik PT Pelindo I Medan, sebelumnya dinyatakan tidak sah oleh pihak majelis hakim pengadilan.
“Putusan pengadilan itu telah membatalkan sertifikat HPL No 1 atas lahan seluas 278,15 hektare termasuk di Pantai Anjing Belawan. Berarti PT Pelindo I tidak berhak melakukan kegiatan operasional di Pelabuhan Belawan ,” kata, M Eriansyah Boy, Humas PT Pelindo I Medan, Rabu (20/5) kemarin.
Eriansyah, menyebutkan selama dalam proses gugatan atas lahan dimaksud PN Medan dinilai sangat tidak berimbang dalam menangani perkara perdata tersebut. Karena selama pemeriksaan dari tingkat PN Medan hingga tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (MA) RI, majelis hakim tidak objektif.
“Dalam pemeriksaan dan memutuskan perkara majelis hakim tidak objektif. Sebab M Hafizham yang tidak memiliki satupun dokumen surat atau bukti kepemilikan tanah yang kuat justru menang. Sedangkan, Pelindo I mempunyai bukti yang kuat dan sertifikat asli dinyatakan tidak sah,” ungkapnya.
Ketidakberimbangan juga tampak saat PN Medan meletakkan sita jaminan atas tanah 10 ha tanpa ada pemberitahuan kepada Pelindo I, sebagai termohon eksekusi dan pihak-pihak yang berbatasan dengan tanah tersebut.
“Keganjilan yang terjadi selanjutnya adalah bahwa tanah 10 ha yang diklaim sebagai lahan perkebunan tersebut dahulunya merupakan area pasang surut yang menjadi tanah timbul akibat buangan tanah dari reklamasi pembangunan Terminal Petikemas Belawan atau BICT. Hal ini dapat dibuktikan dengan peta Oskust Sumatera Mond Der Belawan-En Deli Rivier tahun 1953-1954,” terang, Eriansyah.
Saat ini lanjutnya, lokasi tanah tersebut digunakan sebagai akses jalan keluar masuk ke Dermaga untuk pengangkutan dan membongkar barang kebutuhan pokok Sumatera Utara, dan sebagian juga digunakan sebagai jalur pipa distribusi BBM Pertamina wilayah Sumatera Bagian Utara.
“Dengan keputusan tersebut, jika memang dibatalkannya HPL Pelabuhan Belawan maka begitu banyak kerugian yang akan dialami, tidak hanya Pelindo I namun juga masyarakat Medan khususnya dan Sumatera Utara pada umumnya,” pungkasnya.(rul/azw)

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS NELAYAN: Seorang nelayan mengikat kapalnya di Belawan. Nelayan Belawan mendukung kebijakan Menteri Susi.
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Ilustrasi

BELAWAN, SUMUTPOS.CO-Keputusan Pengadilan Negeri (PN) Medan yang menyatakan, M Hafizham sebagai penggugat sah atas lahan seluas 10 hektare di Pantai Anjing Kecamatan Medan Belawan bakal mengancam operasional di Pelabuhan Belawan. Sebab, sertifikat HPL No.1 milik PT Pelindo I Medan, sebelumnya dinyatakan tidak sah oleh pihak majelis hakim pengadilan.
“Putusan pengadilan itu telah membatalkan sertifikat HPL No 1 atas lahan seluas 278,15 hektare termasuk di Pantai Anjing Belawan. Berarti PT Pelindo I tidak berhak melakukan kegiatan operasional di Pelabuhan Belawan ,” kata, M Eriansyah Boy, Humas PT Pelindo I Medan, Rabu (20/5) kemarin.
Eriansyah, menyebutkan selama dalam proses gugatan atas lahan dimaksud PN Medan dinilai sangat tidak berimbang dalam menangani perkara perdata tersebut. Karena selama pemeriksaan dari tingkat PN Medan hingga tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (MA) RI, majelis hakim tidak objektif.
“Dalam pemeriksaan dan memutuskan perkara majelis hakim tidak objektif. Sebab M Hafizham yang tidak memiliki satupun dokumen surat atau bukti kepemilikan tanah yang kuat justru menang. Sedangkan, Pelindo I mempunyai bukti yang kuat dan sertifikat asli dinyatakan tidak sah,” ungkapnya.
Ketidakberimbangan juga tampak saat PN Medan meletakkan sita jaminan atas tanah 10 ha tanpa ada pemberitahuan kepada Pelindo I, sebagai termohon eksekusi dan pihak-pihak yang berbatasan dengan tanah tersebut.
“Keganjilan yang terjadi selanjutnya adalah bahwa tanah 10 ha yang diklaim sebagai lahan perkebunan tersebut dahulunya merupakan area pasang surut yang menjadi tanah timbul akibat buangan tanah dari reklamasi pembangunan Terminal Petikemas Belawan atau BICT. Hal ini dapat dibuktikan dengan peta Oskust Sumatera Mond Der Belawan-En Deli Rivier tahun 1953-1954,” terang, Eriansyah.
Saat ini lanjutnya, lokasi tanah tersebut digunakan sebagai akses jalan keluar masuk ke Dermaga untuk pengangkutan dan membongkar barang kebutuhan pokok Sumatera Utara, dan sebagian juga digunakan sebagai jalur pipa distribusi BBM Pertamina wilayah Sumatera Bagian Utara.
“Dengan keputusan tersebut, jika memang dibatalkannya HPL Pelabuhan Belawan maka begitu banyak kerugian yang akan dialami, tidak hanya Pelindo I namun juga masyarakat Medan khususnya dan Sumatera Utara pada umumnya,” pungkasnya.(rul/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/