30 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Pembangunan Puskesmas Mendrehe Barat Sarat Korupsi

PEMBANGUNAN: Puskesmas Mandrehe Barat, yang dibangun berbiaya Rp4,634 miliar dari APBD Kabupaten Nias Barat Tahun Anggaran 2018, hingga kini pembangunannya belum rampung.

NIAS BARAT, SUMUTPOS.CO – Pembangunan Puskesmas Mandrehe Barat, diduga sarat korupsi. Betapa tidak, proyek yang anggarannya bersumber dari APBD Kabupaten Nias Barat Tahun Anggaran 2018, sebesar Rp4,634 miliar ini seharusnya selesai pada akhir tahun 2018, namun hingga bulan September 2019 masih dilakukan pekerjaan.

Berdasarkan panelusuran wartawan koran ini di lokasi, ditemukan beberapa kejanggalan lainnya di antaranya, sebagian fondasi tidak digali, tapak gajah pada tiang utama tidak terpasang, serta dinding mengalami keretakan. Hal inipun dibenarkan oleh beberapa warga setempat dan juga salah seorang tukang.

“Benar pak, tapak gajah tidak dibuat, bahkan saat kami melakukan pengecoran saat itu lagi hujan, jadi saya tau betul memang tapak itu tidak dipasang, mungkin maksudnya untuk mengirit biaya. Ya, efeknya kekuatan bangunan rendah, dan mungkin saja penyebab dindingnya men jadi retak-retak,” kata salah seorang tukang yang tak mau namanya dikorankan.

“Sebelumnya di lokasi ini ada bangunan lama, sudah dirobohkan lalu dibangun bangunan yang baru. Saya lihat sebagian fondasinya tidak digali, tapi ditumpuk pada fondasi bangunan lama. Seingat saya, bulan April kemarin baru selesai, dan seperti yang kita lihat, sampai sekarang tukang masih kerja, kami juga tak tau apakah itu pemeliharaan, “ucap salah seorang warga setempat yang juga minta namanya tidak dikorankan.

Terpisah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan Puskesmas Mandrehe Barat, Eferman Halawa, terkesan mengelak dan berbelit-belit menjawab pertanyaan wartawan. Bahkan saat ditanya Sumut Pos, terkait penyelidikan yang dilakukan Polres Nias, Eferman mengaku tidak tau. Begitu pula saat ditanya tentang sumber dana, rekanan dan masa hari kerja peroyek dimaksud, Eferman mengaku lupa.

“Saya tidak tau kalau ada permintaan dokumen dari Polres, tapi nantilah saya lihat dulu berkas saya. Kalau sumber dana, rekanan dan masa pekerjaan, saya tak ingat lagi, berkas sudah digudang, kalau dibuka harus ada izinnya,”katanya.

Menurut Eferman Halawa, keretakan pada dinding bangunan Puskesmas tersebut, disebabkan gempa, dan juga tanah yang labil. Sementara dia bersikukuh bahwa proyek tersebut telah selesai pada akhir Desember 2018. Sedangkan pekerjaan yang masih dilakukan para tukang hingga bulan September 2019, menurutnya dalam masa pemeliharaan.

“Kalau keretakan pada dinding, itu disebabkan gempa dan juga tanah yang labil. Pekerjaanya sudah selesai bulan Desember 2018 kemarin. Jika masih ada tukang yang kerja, itu masa pemeliharaan pak. Saya selaku PPK, berhak memberikan masa pemeliharaan selama satu tahun kepada rekanan,”ucapnya.

Sementara itu, penggiat anti korupsi di kepulauan Nias, Siswanto Laoli mendorong penegak hukum menuntaskan penyelidikan pada proyek dimaksud.

Siswanto berkeyakinan pembangunan Puskesmas Mandrehe Barat telah terjadi persengkongkolan antara PPK, Kadis Kesehatan selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Anggaran (KPA/PA) dan pihak rekanan PT Biduri Jaya Lestari, seharusnya, sehingga sarat korupsi.

“Beberapa kejanggalan pada proyek ini, kualitas bangunan sangat diragukan penyebabnya ada pengurangan volume pekerjaan, seperti tapak gajah pada tiang utama tidak terpasang, fondasi tidak digali akibatnya dindingnya menjadi retak-retak.

Alasan PPK gempa dan tanah labil tidak masuk diakal, kan sebelum dibangun tentu ada tim pengkaji apakah layak sebuah bangunan dilokasi itu, dan sudah tentu semua bangunan di kepulauan Nias ini dirancang tahan gempa,”ungkap Siswanto Laoli, yang juga ketua LSM-GBNN kepulauan Nias itu, kepada Sumut Pos di Gunungsitoli, (Sabtu, 19/10).

Siswanto mengungkapkan, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Barat diduga kuat telah melakukan manipulasi dokumen, yang mana diketahui volume pekerjaan belum selesai dikerjakan, bahkan hingga bulan April tahun anggaran 2019 pekerjaan masih berlanjut, namun telah dibayarkan 100 persen kepada rekanan pada akhir Desember 2018 yang lalu.

“Kita duga, PPK dan KPA/PA telah memanipulasi dokumen, seolah-olah pekerjaan fisik telah selesai 100 persen pada bulan Desember 2018, padahal volume pekerjaan saat itu masih 50 persen. Pekerjaan belum selesai, tapi sudah dibayarkan 100 persen, itu sama saja fiktif,”ungkapnya.

Dibeberkan Siswanto, kerugian keuangan Negara juga terjadi pada denda keterlambatan sebesar seper seribu dari sisa anggaran, serta jaminan pelaksanaan pekerjaan yang tidak diklaim oleh PPK. “Seharusnya bila mana pekerjaan fisik pada sebuah proyek tidak selesai tepat waktu sesuai kontrak, PPK punya kuasa menentukan. Dan bila kontraktor dinilai masih mampu menyelesaikan pekerjaannya, maka diberikan watu hingga lima puluh hari kalender, dan di kenakan denda satu per seribu, terhitung dari sisa anggaran,”pungkasnya.

Menurut Siswanto, Eferman Halawa selaku PPK dan berpedoman pada Perpres no 16 di pasal 1 angka 10 tentang kegiatan pengadaan barang dan jasa, sehingga PPK memahami betul tanggungjawabnya secara administrasi, teknis dan finansial.

“Apa bila pekerjaan itu juga tidak bisa ter selesaikan sesuai dengan aturan khusus penambahan waktu, maka jaminan pelaksanaan akan di klaim oleh pemerintah melalui PPK, dan ancaman kepada perusahaan yang mengerjakan akan di blacklist melalui PPK yang akan diteruskan kepada LKPP,”kata Siswanto.(adz/han)

PEMBANGUNAN: Puskesmas Mandrehe Barat, yang dibangun berbiaya Rp4,634 miliar dari APBD Kabupaten Nias Barat Tahun Anggaran 2018, hingga kini pembangunannya belum rampung.

NIAS BARAT, SUMUTPOS.CO – Pembangunan Puskesmas Mandrehe Barat, diduga sarat korupsi. Betapa tidak, proyek yang anggarannya bersumber dari APBD Kabupaten Nias Barat Tahun Anggaran 2018, sebesar Rp4,634 miliar ini seharusnya selesai pada akhir tahun 2018, namun hingga bulan September 2019 masih dilakukan pekerjaan.

Berdasarkan panelusuran wartawan koran ini di lokasi, ditemukan beberapa kejanggalan lainnya di antaranya, sebagian fondasi tidak digali, tapak gajah pada tiang utama tidak terpasang, serta dinding mengalami keretakan. Hal inipun dibenarkan oleh beberapa warga setempat dan juga salah seorang tukang.

“Benar pak, tapak gajah tidak dibuat, bahkan saat kami melakukan pengecoran saat itu lagi hujan, jadi saya tau betul memang tapak itu tidak dipasang, mungkin maksudnya untuk mengirit biaya. Ya, efeknya kekuatan bangunan rendah, dan mungkin saja penyebab dindingnya men jadi retak-retak,” kata salah seorang tukang yang tak mau namanya dikorankan.

“Sebelumnya di lokasi ini ada bangunan lama, sudah dirobohkan lalu dibangun bangunan yang baru. Saya lihat sebagian fondasinya tidak digali, tapi ditumpuk pada fondasi bangunan lama. Seingat saya, bulan April kemarin baru selesai, dan seperti yang kita lihat, sampai sekarang tukang masih kerja, kami juga tak tau apakah itu pemeliharaan, “ucap salah seorang warga setempat yang juga minta namanya tidak dikorankan.

Terpisah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan Puskesmas Mandrehe Barat, Eferman Halawa, terkesan mengelak dan berbelit-belit menjawab pertanyaan wartawan. Bahkan saat ditanya Sumut Pos, terkait penyelidikan yang dilakukan Polres Nias, Eferman mengaku tidak tau. Begitu pula saat ditanya tentang sumber dana, rekanan dan masa hari kerja peroyek dimaksud, Eferman mengaku lupa.

“Saya tidak tau kalau ada permintaan dokumen dari Polres, tapi nantilah saya lihat dulu berkas saya. Kalau sumber dana, rekanan dan masa pekerjaan, saya tak ingat lagi, berkas sudah digudang, kalau dibuka harus ada izinnya,”katanya.

Menurut Eferman Halawa, keretakan pada dinding bangunan Puskesmas tersebut, disebabkan gempa, dan juga tanah yang labil. Sementara dia bersikukuh bahwa proyek tersebut telah selesai pada akhir Desember 2018. Sedangkan pekerjaan yang masih dilakukan para tukang hingga bulan September 2019, menurutnya dalam masa pemeliharaan.

“Kalau keretakan pada dinding, itu disebabkan gempa dan juga tanah yang labil. Pekerjaanya sudah selesai bulan Desember 2018 kemarin. Jika masih ada tukang yang kerja, itu masa pemeliharaan pak. Saya selaku PPK, berhak memberikan masa pemeliharaan selama satu tahun kepada rekanan,”ucapnya.

Sementara itu, penggiat anti korupsi di kepulauan Nias, Siswanto Laoli mendorong penegak hukum menuntaskan penyelidikan pada proyek dimaksud.

Siswanto berkeyakinan pembangunan Puskesmas Mandrehe Barat telah terjadi persengkongkolan antara PPK, Kadis Kesehatan selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Anggaran (KPA/PA) dan pihak rekanan PT Biduri Jaya Lestari, seharusnya, sehingga sarat korupsi.

“Beberapa kejanggalan pada proyek ini, kualitas bangunan sangat diragukan penyebabnya ada pengurangan volume pekerjaan, seperti tapak gajah pada tiang utama tidak terpasang, fondasi tidak digali akibatnya dindingnya menjadi retak-retak.

Alasan PPK gempa dan tanah labil tidak masuk diakal, kan sebelum dibangun tentu ada tim pengkaji apakah layak sebuah bangunan dilokasi itu, dan sudah tentu semua bangunan di kepulauan Nias ini dirancang tahan gempa,”ungkap Siswanto Laoli, yang juga ketua LSM-GBNN kepulauan Nias itu, kepada Sumut Pos di Gunungsitoli, (Sabtu, 19/10).

Siswanto mengungkapkan, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Barat diduga kuat telah melakukan manipulasi dokumen, yang mana diketahui volume pekerjaan belum selesai dikerjakan, bahkan hingga bulan April tahun anggaran 2019 pekerjaan masih berlanjut, namun telah dibayarkan 100 persen kepada rekanan pada akhir Desember 2018 yang lalu.

“Kita duga, PPK dan KPA/PA telah memanipulasi dokumen, seolah-olah pekerjaan fisik telah selesai 100 persen pada bulan Desember 2018, padahal volume pekerjaan saat itu masih 50 persen. Pekerjaan belum selesai, tapi sudah dibayarkan 100 persen, itu sama saja fiktif,”ungkapnya.

Dibeberkan Siswanto, kerugian keuangan Negara juga terjadi pada denda keterlambatan sebesar seper seribu dari sisa anggaran, serta jaminan pelaksanaan pekerjaan yang tidak diklaim oleh PPK. “Seharusnya bila mana pekerjaan fisik pada sebuah proyek tidak selesai tepat waktu sesuai kontrak, PPK punya kuasa menentukan. Dan bila kontraktor dinilai masih mampu menyelesaikan pekerjaannya, maka diberikan watu hingga lima puluh hari kalender, dan di kenakan denda satu per seribu, terhitung dari sisa anggaran,”pungkasnya.

Menurut Siswanto, Eferman Halawa selaku PPK dan berpedoman pada Perpres no 16 di pasal 1 angka 10 tentang kegiatan pengadaan barang dan jasa, sehingga PPK memahami betul tanggungjawabnya secara administrasi, teknis dan finansial.

“Apa bila pekerjaan itu juga tidak bisa ter selesaikan sesuai dengan aturan khusus penambahan waktu, maka jaminan pelaksanaan akan di klaim oleh pemerintah melalui PPK, dan ancaman kepada perusahaan yang mengerjakan akan di blacklist melalui PPK yang akan diteruskan kepada LKPP,”kata Siswanto.(adz/han)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/