26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Maksimal Sumbangan Kampanye Pilgubsu Rp750 Juta

SEBATAS RAMBU-RAMBU

Pengamat Politik Sumut, Agus Suryadi mengatakan, regulasi KPU yang menegaskan maksimal dana kampanye yang boleh diterima setiap paslon selama kampanye, hanyalah rambu-rambu. Menurutnya, fakta di lapangan seperti mobilisasi massa yang dilakukan tim pemenangan ataupun relawan, memakai biaya yang belum termasuk dari sumbangan dana tersebut.

“Kita lihat saja ketiga paslon yang ada dan lihat siapa yang mendukung mereka. Lalu bandingkan kemampuan dana ketiga paslon, dengan dukungan di belakang mereka. Kayaknya nggak ada pengaruh terhadap aturan itu. Cuma untuk sebatas rambu-rambu saja,” katanya.

Agus mengatakan, dalam konteks transparansi kekuatan materi setiap paslon yang bertarung di Pilgubsu, aturan dimaksud sebagai gambaran betapa besar biaya politik di Indonesia terkhusus Sumut. “Bisa saja pengeluaran di belakang itu lebih besar dari sumbangan parpol tersebut. Contohnya, untuk membayar tim pemenangan, relawan dan mobilisasi massa yang belum tercantum dari aturan sumbangan itu,” ujar dosen Fisipol USU tersebut.

Perhitungan ini patut dijadikan logika berfikir dalam memantau setiap proses kampanye dengan dana tertentu. Belum dihitung pembagian honor tim pemenangan dan unsur sejenis lainnya. “Demokrasi kita seperti banyak orang bilang kayak industri. Membutuhkan dana luar biasa besar untuk mencalon sebagai kepala daerah. Makanya paslon yang mau maju itu tidak ada yang ‘kere’ (miskin, Red). Jadi aturan itu sebagai gambaran, bahwa ongkos politik bila seseorang ingin duduk sebagai kepala daerah di republik ini, begitu tinggi,” pungkasnya. (bal/prn/mea)

SEBATAS RAMBU-RAMBU

Pengamat Politik Sumut, Agus Suryadi mengatakan, regulasi KPU yang menegaskan maksimal dana kampanye yang boleh diterima setiap paslon selama kampanye, hanyalah rambu-rambu. Menurutnya, fakta di lapangan seperti mobilisasi massa yang dilakukan tim pemenangan ataupun relawan, memakai biaya yang belum termasuk dari sumbangan dana tersebut.

“Kita lihat saja ketiga paslon yang ada dan lihat siapa yang mendukung mereka. Lalu bandingkan kemampuan dana ketiga paslon, dengan dukungan di belakang mereka. Kayaknya nggak ada pengaruh terhadap aturan itu. Cuma untuk sebatas rambu-rambu saja,” katanya.

Agus mengatakan, dalam konteks transparansi kekuatan materi setiap paslon yang bertarung di Pilgubsu, aturan dimaksud sebagai gambaran betapa besar biaya politik di Indonesia terkhusus Sumut. “Bisa saja pengeluaran di belakang itu lebih besar dari sumbangan parpol tersebut. Contohnya, untuk membayar tim pemenangan, relawan dan mobilisasi massa yang belum tercantum dari aturan sumbangan itu,” ujar dosen Fisipol USU tersebut.

Perhitungan ini patut dijadikan logika berfikir dalam memantau setiap proses kampanye dengan dana tertentu. Belum dihitung pembagian honor tim pemenangan dan unsur sejenis lainnya. “Demokrasi kita seperti banyak orang bilang kayak industri. Membutuhkan dana luar biasa besar untuk mencalon sebagai kepala daerah. Makanya paslon yang mau maju itu tidak ada yang ‘kere’ (miskin, Red). Jadi aturan itu sebagai gambaran, bahwa ongkos politik bila seseorang ingin duduk sebagai kepala daerah di republik ini, begitu tinggi,” pungkasnya. (bal/prn/mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/