Dari dialognya bersama sejumlah warga dan awak media, Edy seakan ingin memberitahu, bahwa kepemimpinan yang apa adanya, jujur, berani, tulus dan ikhlas, diperlukan untuk menjadikan Sumut bermartabat. Ukurannya adalah, orang akan melihat provinsi ini bukan dari sisi negatif seperti masalah keamanan dan kisis hukum yang menimpa dalam beberapa tahun terakhir, tetapi melihat wajah kebaikan dan kemajuan, terutama kesejahteraan masyarakatnya.
“Ukurannya itu adalah kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, pertanian, nelayan dan infrastruktur baik, bukan sekedar lips service. Jadi bukan soal harga barang itu mahal atau tidak, tetapi bagaimana masyarakat kita mampu membeli,” sebutnya.
Edy juga mengungkapkan bahwa sulitnya kehidupan masyarakat saat ini, juga pernah dia alami sewaktu masih berusia remaja, sebagai siswa sekolah menengah. Bahkan disebutkannya, bagaimana hidup yang dialami sebagian masyarakat ekonomi menengah ke bawah sekarang, telah dirasakannya dengan berjualan kue sebelum masuk sekolah.
“Karena saya tahu bagaimana rasanya jadi orang miskin, saya harus bangun jam 3 pagi, (kemudian) mengantar kue sampai dimarahi orang, silahkan tanya emak (Ibu) saya. Makanya saya tahu sakitnya orang hidup miskin,” kata pasangan Musa Rajekshah alias Ijeck di Pilgubsu 2018 itu.
Usai berdialog, Edy pun memanggil awak media tertentu dan bersalaman.
Menurutnya, kampanye yang ia lakukan tidak ingin menjelekkan pasangan lain. Karenanya, apa yang diucapkan dirinya berharap tidak dipelintir sedemikian rupa. Seolah-olah terkesan kasar.
“Saya berkampanye ini menyampaikan yang baik, tidak ada saya mau menjelek-jelekkan siapapun. Yang penting bagaimana membenahi manusianya (SDM), baru kemudian struktur organisasi (pemerintahan), agar masyarakat memberikan kepercayaan kepada pemerintahnya, dan mengawal pembangunan,” katanya. (bal/azw)