27.8 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Kebagian 74 Hektare Lahan Eks HGU PTPN II “Milik Tamin”, Mujianto Cicil Rp12,9 Miliar

CICILAN PERTAMA: Kejaksaan Negeri Deliserdang menunjukkan uang Rp12,97 miliar sebagai cicilan pertama pengganti kerugian negara atas kasus pengalihan aset negara dari pengusaha Mujianto, Jumat (23/8) . Mujianto memperoleh bagian 74 hektare lahan eks HGU PTPN II di Helvetia, yang disita negara dari pengusaha Tamin Sukardi. Uang ini dititipkan ke BRI Cabang Lubuk Pakam.
batara/sumut pos

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Negeri Deliserdang mengeksekusi putusan Mahkamah Agung, yang menetapkan dua lokasi tanah eks HGU PPN II yang dijual pengusaha Tamin Sukardi, dikembalikan kepada pihak swasta.

Sebagian kepada Dewan Pengurus Al-Washliyah, sebagian lagi kepada pengusaha bernama Mujianto. Untuk mengganti kerugian negara, Mujianto telah mencicil pembayaran sebesar Rp12,9 miliar.

“KEJAKSAAN Negeri (Kejari) Deliserdang telah mengeksekusi lahan eks PTPN II Kebun Helvetia seluas 106 hektare di Pasar 4, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang, sesuai putusan MA yang berkekuatan hukum tetap,” sebut Kepala Kejari Deliserdang Harly Siregar, Jumat (23/8) pagi pukul 08.30 WIB.

Eksekusi dilaksanakan sesuai surat putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1331.K/PID.SUS/2019. Mahkamah Agung memutuskann

lahan eks HGU PTPN II Kebun Helvetia seluas 106 hektare dikembalikan kepada Dewan Pengurus Al – Washliyah seluas 32 hektare, dan lahan seluas 74 hektare menjadi hak kuasa PT Agung Cemara Realty (ACR) melalui Mujianto selaku direktur.

Harly Siregar mengatakan, eksekusi barang bukti tanah terhadap perkara tindak pidana Tamin Sukardi, sudah diserahkan kepada yang bersangkutan, sebagaimana diputuskan Mahkamah Agung.

Disinggung soal kasus yang menjerat Tamin Sukardi adalah ranah tipikor, kenapa ada objek perdata yang diputuskan? Orang nomor satu di Kejari Deliserdang ini mengaku, ia hanya menjalankan tugas sebagai eksekutor.

“Dalam putusan Mahkamah Agung, ada disebutkan uang pengganti sekitar Rp132 miliar yang akan diserahkan ke negara. Sehingga ada kewajiban hukum yang harus diberikan Mujianto untuk membayar kekurangan ke kas negara. Jadi atas putusan Mahkamah Agung ini, apabila ada upaya hukum lain terhadap putusan yang diputuskan, maka objek itu harus dieksekusi terlebih dahulu. Apabila ada yang dirugikan dengan putusan ini, silakan melakukan gugatan. Kami hanya eksekutor,” pungkas Harly.

Atas putusan uang pengganti sekitar Rp132 miliar tersebut, menurut Harly, Mujianto telah melakukan pencicilan pengganti kerugian negara sebesar Rp12,9 miliar. “Uang itu diterima pada hari ini Jumat (23/8),” terangnya.

Berdasarkan putusan MA tersebut, Kejaksaan Negeri Deliserdang memasang spanduk eksekusi terhadap dua objek lahan tersebut di Pasar 4, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Deliserdang.

Eksekusi dibacakan oleh Kasi Pidsus Kejari Deliserdang, Afriz Chair, dengan pengawalan dari petugas Polres Pelabuhan Belawan dan Polsek Medan Labuhan serta TNI.

Sebelumnya, MA telah mengadili Tamin Sukardi dan memvonis hukuman penjara, dalam kasus penjualan tanah eks HGU PTPN II sebagai aset negara, hingga dinilai merugikan negara. Dalam kasus ini, Mahkamah Agung menghukum Tamin eks Direktur PT Erni Putra Terari dengan 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Hukuman itu lebih rendah dari putusan Pengadilan Tinggi Medan yang menghukum Tamin dengan 8 tahun penjara.

MA juga menghukum Tamin untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp132,468 miliar, dengan catatan paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut. Ketentuannya, apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Selain terjerat dalam kasus penjualan aset negara, Tamin juga dihukum 6 tahun penjara dalam kasus penyuapan terhadap hakim PN Medan.

Terpisah, Kapolsek Medan Labuhan, AKP Edy Safari mengatakan, polisi dan TNI hadir untuk memberikan pengamanan proses eksekusi yang dibacakan Kejari Deliserdang. Sebelumnya, mereka telah mengamankan 2 pria dan 1 wanita yang mencoba melakukan onar di lahan yang dimenangkan PT ACR dan PB Al – Washliyah.

“Kita berharap proses pemagaran yang dilakukan pemenang dapat dilakukan secara persuasif, dan bisa memberikan santunan kepada masyarakat secara manusiawi, agar tidak terjadi keributan di masyarakat nantinya,” sebut Edy Safari.

Pascapembacaan eksekusi, sejumlah warga yang telah mendirikan bangunan di areal tersebut, merasa kekhawatiran melakukan gerakan unjuk rasa ke Kantor DPRD Sumatera Utara.

Dikembalikan ke Kas Negara

Setelah menerima cicilan pembayaran dari Mujianto, Kejaksaan Negeri Deliserdang menyetor uang Rp12,97 miliar tersebut, ke kas negara sebagai pengganti kerugian negara.

Uang itu adalah pengganti kerugian negara yang harus dibayar Mujianto sebesar Rp103,78 miliar. Pembayaran dilakukan dengan tenggang waktu selama 24 bulan, dengan cara 8 kali pembayaran angsuran. Cicilan pada Jumat (23/8) sebesar Rp12,97 miliar itu masih angsuran pertama.

Hingga pembayaran dilunasi, PT Agung Cemara Reality milik Mujianto wajib memberikan jaminan sertifikat hak milik No 222 tanah dan bangunan kantor PT ACR di Jalan Jendal Sudirman Kota Medan. Lahan dan bangunan seluas 1.430 meter ini dianggap bernilai sama sebagai jaminan.

Adapun uang pengganti dititipkan di Bank BRI Cabang Pembantu Lubuk Pakam di Deli Serdang

Acara penyerahan dihadiri Kepala Kejaksaan Negeri Deli Serdang Harly Siregar, SH, M.Hum, Kasi Intel Kejari Deliserdang, Kasi Pidsus Kejari Deliserdang, Tim Intel Kejari Deliserdang, Tim Pidsus Kejari Deliserdang, Perwakilan PT ACR dan KCP Bank BRI Lubuk Pakam di Deliserdang.

Hormati Putusan MA

Putusan MA yang menyerahkan tanah sitaan Tamin Sukardi seluas 106 hektare kepada swasta, menuai pro kontra. Kendati dianggap janggal, semua pihak diminta menghormati putusan MA tersebut.

“Kalau keberatan, ada mekanisme lain, apakah PK (peninjauan kembali). Kalau kita menerima keputusan hakim, artinya kita menghargai hakim sebagai wakil Tuhan di muka bumi,” ucap pengamat hukum, Julheri Sinaga kepada Sumut Pos.

Julhari sendiri mengatakan tidak sependapat dengan putusan majelis hakim. Namun dia tetap meminta semua pihak menghormati putusan hakim.

Tentang mengenai keengganan pihak kejaksaan melakukan PK, yang disebut Kasipidsus Kejari Deliserdang terbentur aturan Mahkamah Konstitusi, menurut Julhari tidaklah berdasar. Kata dia, PK merupakan upaya hukum luar biasa dan diatur oleh undang-undang.

“PK itukan hak juga, sepanjang ada dasarnya kenapa tidak? Enggak ada larangan untuk PK kok dan itu diatur di KUHP,” katanya.

KTM Sumut Kecewa

Terkait putusan MA ini, Sekjend Komite Tani Menggugat (KTM) Sumut, Syaifal Bahry SE, mengaku kecewa. Menurutnya, berdasarkan salinan putusan 6 lembar yang diperolehnya, terdapat kekeliruan terhadap peralihan lahan negara kepada pihak swasta.

“Lahan itu ‘kan milik negara. Kenapa Mahkamah Agung menetapkan aset negara ini kepada Al-Washliyah dan PT ACR? Harusnya lahan itu dikembalikan ke negara. Kasus ini sudah jelas ranah Tipikor yang dirugikan negara, bukan pihak swasta. Jadi putusan tentang pengalihan lahan negara ke pihak swasta kita duga ada kekeliruan,” ucap Sefal.

Menurut Sefal, pada tahun 2000 telah dibentuk Tim B Plus yang diketuai oleh Gubernur Sumatera Utara pada masa kepemimpinan T Rizal Nurdin dengan melibatkan BPN dan Kejaksaan. Saat itu diputuskan mana lahan PTPN yang HGU-nya masih diperpanjang dam tidak diperpanjang, meliputi Kabupaten Deliserdang, Sergai, Langkat dan Kota Binjai.

Ditetapkan, lahan seluas 5.876,06 yang dikelola PTPN, HGU-nya tidak diperpanjang. Lahan PTPN II Kebun Helvetia di Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang termasuk yang HGU-nya tidak diperpanjang, dengan luas 193,94 hektare.

“Dari luas 193,94 hektere untuk Kebun Helvetia yang HGU-nya tidak diperpanjang itu, sudah termasuk bagian dari lahan 106 hektare yang menjerat Tamin Sukardi,” jelas Sefal.

Diterangkan aktivis petani ini, setelah dibetuknya Tim B Plus, diterbitkannya SK Nomor 42/HGU/BPN/2002 tentang lahan eks HGU yang tidak diperpanjang untuk dikembalikan ke Pemrov Sumatera Utara. Untuk itu, Gubernur Sumatera Utara yang saat ini dijabat Edy Rahmayadi tidak tinggal diam membiarkan lahan itu dialihkan ke swasta.

“Tanah itu adalah tanah negara yang beraspek publik. Yang kewenanganya diserahkan kepada Gubernur sesuai dengan SK Nomor 42/BPN/2002 dan lahan itu didistribusikan sesuai matrik tahun 2002,” pungkasnya.

Adanya keputusan Mahkamah Agung tentang pengalihan lahan itu ke Dewan Pengurus Al – Washliyah d PT Agung Cemara Realty (ACR) tidak termasuk dalam daftar matrik tahum 2002 oleh pantia Tim B Plus. Padahal dalam keputusan Tim B Plus menetapkan lahan eks HGU diperuntukkan kepada tuntutan rakyat, garapan rakyat, permohonan masyarakat adat, permohonan pensiun perkebunan, RUTR WK dan USU.

“Sesuai dengan keputusan itu, Gubernur hasil mengambil tindakan mengambil kembali lahan itu. Kami sebagai rakyat menduduki lahan itu berdasarkan operasional agraria membangun kesejahteraan untuk rakyat yang dikategorikan sebagai penggarap. Jadi, Gubernur bisa menuntut secara hukum atas perampasan tanah negara yang diputuskan oleh Mahkamah Agung,” tegas Sefal.

Diutarakan Sefal lagi, keputusan Mahkamah Agung yang mengalihkan lahan ke swasta, menurutnya tidak tepat. Sebab sebelumnya Tamin Sukardi yang menguasai lahan negara telah dijerat oleh Kejagung. Anehnya, Mahkamah Agung malah menyerahkan lahan itu ke Al – Washliyah dan PT ACR. Ia menduga tidak ada dasar korelasi penetapan putusan tersebut.

“Ini pertanyaan besar. Apalagi ada pernyataan Kejaksaan dari Deliserdang belum lihat salinan dari Mahkamah Agung. Kita minta Bapak Persiden dan KPK tidak diam dengan kasus ini,” tegas Sefal.

Sebelumnya, saat proses hukum terhadap Tamin Sukardi berjalan di PN Medan, terungkap bahwa manajemen PTPN 2 telah membatalkan penghapusbukuan 106 hektar eks HGU di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Deliserdang. Dalam agenda sidang di PN Medan itu, hadir Direktur PTPN 2 Teten Djaka Triana sebagai saksi mengenai lahan eks HGU PTPN 2 seluas 106 hektare itu. (man/fac/btr)

CICILAN PERTAMA: Kejaksaan Negeri Deliserdang menunjukkan uang Rp12,97 miliar sebagai cicilan pertama pengganti kerugian negara atas kasus pengalihan aset negara dari pengusaha Mujianto, Jumat (23/8) . Mujianto memperoleh bagian 74 hektare lahan eks HGU PTPN II di Helvetia, yang disita negara dari pengusaha Tamin Sukardi. Uang ini dititipkan ke BRI Cabang Lubuk Pakam.
batara/sumut pos

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Negeri Deliserdang mengeksekusi putusan Mahkamah Agung, yang menetapkan dua lokasi tanah eks HGU PPN II yang dijual pengusaha Tamin Sukardi, dikembalikan kepada pihak swasta.

Sebagian kepada Dewan Pengurus Al-Washliyah, sebagian lagi kepada pengusaha bernama Mujianto. Untuk mengganti kerugian negara, Mujianto telah mencicil pembayaran sebesar Rp12,9 miliar.

“KEJAKSAAN Negeri (Kejari) Deliserdang telah mengeksekusi lahan eks PTPN II Kebun Helvetia seluas 106 hektare di Pasar 4, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang, sesuai putusan MA yang berkekuatan hukum tetap,” sebut Kepala Kejari Deliserdang Harly Siregar, Jumat (23/8) pagi pukul 08.30 WIB.

Eksekusi dilaksanakan sesuai surat putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1331.K/PID.SUS/2019. Mahkamah Agung memutuskann

lahan eks HGU PTPN II Kebun Helvetia seluas 106 hektare dikembalikan kepada Dewan Pengurus Al – Washliyah seluas 32 hektare, dan lahan seluas 74 hektare menjadi hak kuasa PT Agung Cemara Realty (ACR) melalui Mujianto selaku direktur.

Harly Siregar mengatakan, eksekusi barang bukti tanah terhadap perkara tindak pidana Tamin Sukardi, sudah diserahkan kepada yang bersangkutan, sebagaimana diputuskan Mahkamah Agung.

Disinggung soal kasus yang menjerat Tamin Sukardi adalah ranah tipikor, kenapa ada objek perdata yang diputuskan? Orang nomor satu di Kejari Deliserdang ini mengaku, ia hanya menjalankan tugas sebagai eksekutor.

“Dalam putusan Mahkamah Agung, ada disebutkan uang pengganti sekitar Rp132 miliar yang akan diserahkan ke negara. Sehingga ada kewajiban hukum yang harus diberikan Mujianto untuk membayar kekurangan ke kas negara. Jadi atas putusan Mahkamah Agung ini, apabila ada upaya hukum lain terhadap putusan yang diputuskan, maka objek itu harus dieksekusi terlebih dahulu. Apabila ada yang dirugikan dengan putusan ini, silakan melakukan gugatan. Kami hanya eksekutor,” pungkas Harly.

Atas putusan uang pengganti sekitar Rp132 miliar tersebut, menurut Harly, Mujianto telah melakukan pencicilan pengganti kerugian negara sebesar Rp12,9 miliar. “Uang itu diterima pada hari ini Jumat (23/8),” terangnya.

Berdasarkan putusan MA tersebut, Kejaksaan Negeri Deliserdang memasang spanduk eksekusi terhadap dua objek lahan tersebut di Pasar 4, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Deliserdang.

Eksekusi dibacakan oleh Kasi Pidsus Kejari Deliserdang, Afriz Chair, dengan pengawalan dari petugas Polres Pelabuhan Belawan dan Polsek Medan Labuhan serta TNI.

Sebelumnya, MA telah mengadili Tamin Sukardi dan memvonis hukuman penjara, dalam kasus penjualan tanah eks HGU PTPN II sebagai aset negara, hingga dinilai merugikan negara. Dalam kasus ini, Mahkamah Agung menghukum Tamin eks Direktur PT Erni Putra Terari dengan 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Hukuman itu lebih rendah dari putusan Pengadilan Tinggi Medan yang menghukum Tamin dengan 8 tahun penjara.

MA juga menghukum Tamin untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp132,468 miliar, dengan catatan paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut. Ketentuannya, apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Selain terjerat dalam kasus penjualan aset negara, Tamin juga dihukum 6 tahun penjara dalam kasus penyuapan terhadap hakim PN Medan.

Terpisah, Kapolsek Medan Labuhan, AKP Edy Safari mengatakan, polisi dan TNI hadir untuk memberikan pengamanan proses eksekusi yang dibacakan Kejari Deliserdang. Sebelumnya, mereka telah mengamankan 2 pria dan 1 wanita yang mencoba melakukan onar di lahan yang dimenangkan PT ACR dan PB Al – Washliyah.

“Kita berharap proses pemagaran yang dilakukan pemenang dapat dilakukan secara persuasif, dan bisa memberikan santunan kepada masyarakat secara manusiawi, agar tidak terjadi keributan di masyarakat nantinya,” sebut Edy Safari.

Pascapembacaan eksekusi, sejumlah warga yang telah mendirikan bangunan di areal tersebut, merasa kekhawatiran melakukan gerakan unjuk rasa ke Kantor DPRD Sumatera Utara.

Dikembalikan ke Kas Negara

Setelah menerima cicilan pembayaran dari Mujianto, Kejaksaan Negeri Deliserdang menyetor uang Rp12,97 miliar tersebut, ke kas negara sebagai pengganti kerugian negara.

Uang itu adalah pengganti kerugian negara yang harus dibayar Mujianto sebesar Rp103,78 miliar. Pembayaran dilakukan dengan tenggang waktu selama 24 bulan, dengan cara 8 kali pembayaran angsuran. Cicilan pada Jumat (23/8) sebesar Rp12,97 miliar itu masih angsuran pertama.

Hingga pembayaran dilunasi, PT Agung Cemara Reality milik Mujianto wajib memberikan jaminan sertifikat hak milik No 222 tanah dan bangunan kantor PT ACR di Jalan Jendal Sudirman Kota Medan. Lahan dan bangunan seluas 1.430 meter ini dianggap bernilai sama sebagai jaminan.

Adapun uang pengganti dititipkan di Bank BRI Cabang Pembantu Lubuk Pakam di Deli Serdang

Acara penyerahan dihadiri Kepala Kejaksaan Negeri Deli Serdang Harly Siregar, SH, M.Hum, Kasi Intel Kejari Deliserdang, Kasi Pidsus Kejari Deliserdang, Tim Intel Kejari Deliserdang, Tim Pidsus Kejari Deliserdang, Perwakilan PT ACR dan KCP Bank BRI Lubuk Pakam di Deliserdang.

Hormati Putusan MA

Putusan MA yang menyerahkan tanah sitaan Tamin Sukardi seluas 106 hektare kepada swasta, menuai pro kontra. Kendati dianggap janggal, semua pihak diminta menghormati putusan MA tersebut.

“Kalau keberatan, ada mekanisme lain, apakah PK (peninjauan kembali). Kalau kita menerima keputusan hakim, artinya kita menghargai hakim sebagai wakil Tuhan di muka bumi,” ucap pengamat hukum, Julheri Sinaga kepada Sumut Pos.

Julhari sendiri mengatakan tidak sependapat dengan putusan majelis hakim. Namun dia tetap meminta semua pihak menghormati putusan hakim.

Tentang mengenai keengganan pihak kejaksaan melakukan PK, yang disebut Kasipidsus Kejari Deliserdang terbentur aturan Mahkamah Konstitusi, menurut Julhari tidaklah berdasar. Kata dia, PK merupakan upaya hukum luar biasa dan diatur oleh undang-undang.

“PK itukan hak juga, sepanjang ada dasarnya kenapa tidak? Enggak ada larangan untuk PK kok dan itu diatur di KUHP,” katanya.

KTM Sumut Kecewa

Terkait putusan MA ini, Sekjend Komite Tani Menggugat (KTM) Sumut, Syaifal Bahry SE, mengaku kecewa. Menurutnya, berdasarkan salinan putusan 6 lembar yang diperolehnya, terdapat kekeliruan terhadap peralihan lahan negara kepada pihak swasta.

“Lahan itu ‘kan milik negara. Kenapa Mahkamah Agung menetapkan aset negara ini kepada Al-Washliyah dan PT ACR? Harusnya lahan itu dikembalikan ke negara. Kasus ini sudah jelas ranah Tipikor yang dirugikan negara, bukan pihak swasta. Jadi putusan tentang pengalihan lahan negara ke pihak swasta kita duga ada kekeliruan,” ucap Sefal.

Menurut Sefal, pada tahun 2000 telah dibentuk Tim B Plus yang diketuai oleh Gubernur Sumatera Utara pada masa kepemimpinan T Rizal Nurdin dengan melibatkan BPN dan Kejaksaan. Saat itu diputuskan mana lahan PTPN yang HGU-nya masih diperpanjang dam tidak diperpanjang, meliputi Kabupaten Deliserdang, Sergai, Langkat dan Kota Binjai.

Ditetapkan, lahan seluas 5.876,06 yang dikelola PTPN, HGU-nya tidak diperpanjang. Lahan PTPN II Kebun Helvetia di Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang termasuk yang HGU-nya tidak diperpanjang, dengan luas 193,94 hektare.

“Dari luas 193,94 hektere untuk Kebun Helvetia yang HGU-nya tidak diperpanjang itu, sudah termasuk bagian dari lahan 106 hektare yang menjerat Tamin Sukardi,” jelas Sefal.

Diterangkan aktivis petani ini, setelah dibetuknya Tim B Plus, diterbitkannya SK Nomor 42/HGU/BPN/2002 tentang lahan eks HGU yang tidak diperpanjang untuk dikembalikan ke Pemrov Sumatera Utara. Untuk itu, Gubernur Sumatera Utara yang saat ini dijabat Edy Rahmayadi tidak tinggal diam membiarkan lahan itu dialihkan ke swasta.

“Tanah itu adalah tanah negara yang beraspek publik. Yang kewenanganya diserahkan kepada Gubernur sesuai dengan SK Nomor 42/BPN/2002 dan lahan itu didistribusikan sesuai matrik tahun 2002,” pungkasnya.

Adanya keputusan Mahkamah Agung tentang pengalihan lahan itu ke Dewan Pengurus Al – Washliyah d PT Agung Cemara Realty (ACR) tidak termasuk dalam daftar matrik tahum 2002 oleh pantia Tim B Plus. Padahal dalam keputusan Tim B Plus menetapkan lahan eks HGU diperuntukkan kepada tuntutan rakyat, garapan rakyat, permohonan masyarakat adat, permohonan pensiun perkebunan, RUTR WK dan USU.

“Sesuai dengan keputusan itu, Gubernur hasil mengambil tindakan mengambil kembali lahan itu. Kami sebagai rakyat menduduki lahan itu berdasarkan operasional agraria membangun kesejahteraan untuk rakyat yang dikategorikan sebagai penggarap. Jadi, Gubernur bisa menuntut secara hukum atas perampasan tanah negara yang diputuskan oleh Mahkamah Agung,” tegas Sefal.

Diutarakan Sefal lagi, keputusan Mahkamah Agung yang mengalihkan lahan ke swasta, menurutnya tidak tepat. Sebab sebelumnya Tamin Sukardi yang menguasai lahan negara telah dijerat oleh Kejagung. Anehnya, Mahkamah Agung malah menyerahkan lahan itu ke Al – Washliyah dan PT ACR. Ia menduga tidak ada dasar korelasi penetapan putusan tersebut.

“Ini pertanyaan besar. Apalagi ada pernyataan Kejaksaan dari Deliserdang belum lihat salinan dari Mahkamah Agung. Kita minta Bapak Persiden dan KPK tidak diam dengan kasus ini,” tegas Sefal.

Sebelumnya, saat proses hukum terhadap Tamin Sukardi berjalan di PN Medan, terungkap bahwa manajemen PTPN 2 telah membatalkan penghapusbukuan 106 hektar eks HGU di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Deliserdang. Dalam agenda sidang di PN Medan itu, hadir Direktur PTPN 2 Teten Djaka Triana sebagai saksi mengenai lahan eks HGU PTPN 2 seluas 106 hektare itu. (man/fac/btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/