MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dokumen kontrak rencana pembangunan proyek Embung Utara Kwala Bekala untuk pengembangan Kampus II Universitas Sumatera Utara (USU), diakui memang tidak sinkron.
Edi Usman, dosen Politeknik Negeri Medan (Polmed) yang juga narasumber angkatan I di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP), mengatakan, pertama sekali proyek Embung Utara bermasalah, pihak USU berkoordinasi kepada dirinya untuk meminta saran dan pendapatn
“Mereka pernah konsultasi ke saya, di ruangan saya di Kampus Polmed, khusus untuk proyek Embung Utara. Proyeknya jelas untuk pekerjaan konstruksi. Tapi dokumen yang mereka gunakan bukan konstruksi, melainkan dokumen pengadaan barang. Mungkin faktor ketelitian mereka yang kurang,” kata Edi menjawab Sumut Pos, Minggu (22/1).
Mendengar penjelasan darinya, pihak USU lantas kaget, dan menyadari kesalahan tersebut. “Padahal yang teken di situ profesor doktor bidang hukum (Rektor, Red). Apakah setelah itu mereka perbaiki atau tetap yang salah, hanya itulah yang saya pernah lihat,” katanya.
Adapun alasan USU saat itu (menggunakan dokumen kontrak pengadaan barang), karena USU berstatus Badan Hukum Pendidikan (BHP) atau sekarang bernama Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH).
“Jadi USU tidak menggunakan Perpres (Peraturan Presiden) No.16/2016 dalam hal pengadaan barang dan jasa. Itulah alasan mereka waktu itu,” ungkap Edi Usman.
Ia mengamini, USU sebagai BHP boleh membuat aturan sendiri yang tidak mengacu pada Perpres No.16/2016. “Makanya di sana, kalau di APBN/APBD mengacu Perpres 16/2016, yang meneken kontrak itu namanya PPK. Nah, jika di USU namanya P3KA (Pejabat Pelaksana Program Kerja dan Anggaran Pengadaan),” ujar pria yang kerap dibutuhkan sebagai saksi ahli di pengadilan untuk dugaan kasus soal pengadaan barang dan jasa tersebut.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Nomor 277/HP/XVI/12/2019, pada 30 Desember 2019 yang diperoleh Sumut Pos, selain belum selesai dibangun, proyek pembangunan embung utara bernilai Rp9,47 miliar tersebut, belum dilakukan pemutusan kontrak serta penarikan uang muka senilai Rp1,89 miliar.
Melalui LHP pembangunan embung itu, BPK lantas merekomendasikan Rektor USU Prof. Runtung Sitepu, agar memerintahkan PPK melakukan pemutusan kontrak, memberikan sanksi hitam, dan menagih uang muka senilai Rp1.895.046.200 kepada PT KJS. Hal tersebut mengakibatkan Embung Utara tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan USU dan masyarakat sekitar, dan USU berpotensi kehilangan uang muka senilai Rp1,89 miliar yang merugikan USU.
Disinggung ihwal indikasi kerugian negara atas proyek embung, Edi Usman mengaku belum membaca LHP BPK RI tersebut. Yang dia ketahui hanya sebatas kurang telitinya pihak USU dalam hal dokumen kontrak buat pembangunan dimaksud.
“Secara detil saya belum membaca LHP tersebut. Namun mereka pernah koordinasi ketika pertama sekali proyek Embung Utara bermasalah ke ruangan saya. Terus bawa kontraknya. Kok kontraknya pengadaan barang? Padahal pekerjaannya adalah bersifat fisik atau konstruksi,” pungkasnya.
Minta Poldasu Periksa MWA
Terpisah, praktisi hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI), Adamsyah Koto, meminta penyidik Ditreskrimsus Polda Sumut turut memeriksa unsur Majelis Wali Amanat (MWA) USU periode tersebut. Sehingga keterangan lain berdasarkan data dan bukti yang ada pada penyidik, dapat disinkronkan melalui unsur MWA.
“Ya, saya kira mesti jugalah diperiksa MWA USU yang sekaitan dengan permasalahan ini, agar benar-benar terang duduk kasusnya terungkap,” katanya.
Ia menyebut, MWA merupakan bagian instrumen pengawas di lembaga USU sehingga memiliki peran vital dalam suatu perencanaan pembangunan USU, serta mengawal jalannya roda organisasi internal oleh rektor selaku nakhoda melalui kebijakan yang ditetapkan.
“Saya kira tidak fair jika hanya rektor saja yang dipanggil sebagai saksi dalam kasus embung ini. Unsur MWA USU juga punya peran penting dalam setiap kebijakan yang Rektor USU, termasuk soal rencana pembangunan dan pengembangan kampus. Apalagi yang kita baca di salahsatu media, bahwa sesuai LHP BPK RI ada keterlibatan pihak MWA dalam dugaan kerugian negara pada kasus ini,” pungkasnya. (prn)