28.9 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

30 Orang di Kerangkeng Sudah Dipulangkan, Sempat Dapat Penolakan dari Warga

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Polda Sumatera Utara mencatat, terdapat 48 orang yang berada di kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin. Namun setelah keberadaan tempat ilegal ini terbongkar, sebagian penghuninya sudah diambil oleh pihak keluarga.

“Jumlah warga binaan, yang semula berjumlah 48 orang hasil cek, tinggal 30 orang karena sebagian sudah dipulangkan, dijemput keluarganya,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/1).

Ramadhan menjelaskan, Polri telah menawarkan agar para korban direhabilitasi di tempat resmi. Namun, sebagian keluarga tetap memilih membawa pulang keluarganya. “Kita tawarkan tempat pembinaan yang resmi itu rehabilitasi di bawah BNN. Tapi kita tidak bisa memaksa, namun orang tuanya memilih untuk kembali ke orangtuanya,” jelasnya.

Sebelumnya, petugas kepolisian sempat mengalami penolakan dari warga sekitar rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin, saat mau mengevakuasi 30 orang itu. Polisi menyebut, rencananya mereka akan dibawa ke panti rehabilitasi yang memadai. Karena mendapat penolakan, akhirnya mereka diserahkan kepada keluarga masing-masing.

“Itu rencana awal akan dipindahkan. Tetapi tim yang ada di sana sempat mendapat penolakan dari orangtua dan beberapa warga,” kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi di Mapoldasu, Jalan Sisingamangaraja Medan, Selasa (25/1).

Ia mengatakan, warga dan keluarga bersikeras bahwa 27 tahanan tetap berada di lokasi. “Mereka mengatakan tempat itu sudah layak. Mereka mengatakan, ‘anak-anak kami yang ada di situ tidak dipungut biaya, kami juga tidak membayarnya,” bebernya.

Hadi juga mengungkapkan, Polda Sumut bersama Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumut dan BNNK Langkat terus mendalami temuan kerangkeng tersebut. Hingga kemarin, ada 11 orang yang sudah dimintai keterangan, di antaranya pengurus tempat tersebut, warga binaan sesuai sebutan mereka, kepala desa, kepala dusun, dan warga sekitar.

“Dari hasil pendalaman, penyelidikan awal dan beberapa saksi-saksi di lapangan, betul terdapat sebuah bangunan yang terdapat di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif. Ada dua tempat berukuran 6×6 meter, dengan daya tampung sedikitnya hingga 25 orang. Tempat itu menyerupai penjara, karena memiliki jeruji besi dan terkunci,” katanya.

Menurut Hadi, berdasarkan keterangan saksi-saksi itu, tempat tersebut mereka sebut tempat pembinaan bagi pecandu narkoba dan anak-anak yang terlibat kenakalan remaja, yang dititipkan orang tuanya dengan membuat perjanjian. “Itu sementara yang bisa kita gali,” sebutnya.

Terkait dengan adanya dugaan praktek kerja paksa atau perbudakan, Hadi mengaku masih digali oleh tim. Adapun upaya dan langkah-langkah untuk memastikan betul atau tidaknya mereka para pecandu narkoba dan kenakalan remaja, BNNP dan Polda Sumut mencoba melakukan skrining atau langsung membuat asesmennya. “Hasilnya bagaimana? Kita tunggu dari tim yang sedang bekerja saat ini,” imbuhnya.

Lantas, apakah para warga binaan sudah dipindahkan atau dibebaskan? Hadi menjelaskan, upaya pihaknya untuk memindahkan tempat tersebut masih dilakukan skrining dan asesmen, namun orang tua mereka dan warga sekitar tidak menghendaki mereka dibawa. “Mereka menghendaki tetap disitu atau jika pun dibawa, keluarga mereka sendiri yang mengambil,” pungkasnya.

BNNK Langkat Pastikan Ilegal

Sementara, BNNK Langkat memastikan, pusat rehabilitasi narkoba yang berada di belakang rumah pribadi Bupati Langkat nonatif, Terbit Rencana Peranginangin adalah ilegal. Pasalnya, sejak berdiri pada 2012 hingga kini, panti rehabilitasi narkoba tersebut tidak memiliki izin.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BNNK Langkat, Rusmiati mengatakan, pada tahun 2017, Terbit Rencana Peranginangin, sempat mengajukan permohonan untuk menjadikan kerangkeng di belakang rumahnya itu menjadi lokasi rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Untuk itu, BNNK Langkat melakukan survei ke lokasi. Mereka melihat keadaan dua bilik tersebut, yang dinyatakan tidak layak.

“Tidak layaknya dalam arti kata, mereka belum punya izin. Pada saat itu juga, Kasi Rehabilitasi sudah menyarankan kepada adik Pak Bupati untuk melengkapi sejumlah persyaratan agar panti rehabilitasi ini dinyatakan legal atau resmi,” kata Rusmiati kepada wartawan di Kantor Camat Kuala, di Jalan Binjai-Kuala, Selasa (25/1).

Menurut Rusmiati, saat itu menurut keterangan Terbit Rencana Perangin-angin, panti rehabilitasi itu sudah dikelola oleh adiknya yang saat ini menjabat Ketua DPRD Langkat. “Ibu Sribana yang kelola pada saat itu, mungkin sampai saat ini,” ujarnya.

Namun, setelah dilakukan survei itu, Terbit Rencana maupun adiknya tidak juga melengkapi berkas untuk izin lokasi rehab tersebut. “Kasi Rehabilitasi juga sudah meninggal kontak person,” tambahnya.

Ditanya, apa saja persyaratan untuk mendirikan sebuah panti rehabilitasi? Rusmiati tak dapat menjelaskan secara rinci. Dia hanya bilang, perlu izin yang sesuai standar operasional prosedur. “Untuk proses itu, Kasi Rehab yang tahu,” kilahnya.

Ditanya mengenai penggeledahan oleh tim KPK dan Polda Sumut yang berbuntut terungkapnya kerangkeng tersebut, dia mengaku tidak tahu. “Tetapi yang jelas pada hari Kamis pekan lalu, kami sudah mendampingi orang Polres dan dari Dit Narkoba Polda. Di situ kami mendengar keterangan dari pengawas, ada sekitar 48 orang (yang direhab). Di situ hanya dua kamar, yang satu kamar dihuni 21 orang, dan satu kamar lagi 27 orang,” ungkapnya.

Lantas, apa upaya yang akan dilakukan BNNK Langkat? Rusmiati bingung menjawabnya. Dia menyarankan untuk konfirmasi langsung ke BNNP Sumut, karena mereka sebagai pembina. “Kami ke situ (lokasi krangkeng) semalam sore, tidak ada orang lagi di dalam. Dari Bapak Dir Narkoba Polda Sumut bahwa kami harus melaksanakan asesmen hari ini (kemarin) di kantor ini (Kantor Camat Kuala) dikumpulkan oleh Camat sekitar 30 orang,” ujar dia.

Sebelumnya, kerangkeng manusia berbentuk penjara di halaman rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin dikabarkan merupakan tempat rehabilitasi. Hal ini berdasarkan informasi yang diperoleh Migrant Care dari aparat kepolisian.

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah mengungkapkan, dugaan tempat rehabilitasi tersebut diharapkan tidak menyurutkan adanya perbudakan manusia yang dilakukan Bupati Langkat. Karena bukan menjadi alasan, untuk mempekerjakan orang secara sewenang-wenang. ’’Ada informasi dari polisi begitu. Tapi mestinya tidak jadi alasan untuk mempekerjakan orang tanpa gaji dan dianiaya atas nama rehabilitasi,” kata Anis kepada JawaPos.com, Selasa (25/1).

Menurut Anis, izin pendirian kerangkeng manusia di halaman Bupati Langkat sebagai tempat rehabilitasi. Dia mengharapkan, hal ini tidak menyurutkan proses investigasi adanya dugaan pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. Menurut Anis, rehabilitasi terhadap para pengguna obat-obatan terlarang mempunyai standar khusus. Terlebih seharusnya dilakukan oleh aparat yang berwenang seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) dan rumah sakit khusus penanganan obat terlarang.

Tempat Isolasi

Sementara, Pengawas Kerangkeng, Suparman Peranginangin menepis kalau kerangkeng dengan dua bilik yang ada di belakang rumah Bupati Langkat nonaktif, adalah tempat penyiksaan atau perbudakan dari para pekerja parkebunan kelapa sawit milik tersangka dugaan suap fee proyek tersebut. Menurut dia, kerangkeng tersebut dihuni oleh pecandu narkotika yang dititipkan oleh keluarga.

Menurut Suparman, yang juga menjabat Kepala Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala ini, kerangkeng tersebut merupakan tempat isolasi pertama bagi warga binaan yang baru masuk. “Untuk sehari-harinya, mereka ditekankan dulu olahraga dan kerohanian. Yang ahli bekerja di kebun, saya rasa tidak ada. Kita tempah skill mereka di tempat yang kita namakan itu pabrik,” ujarnya.

Dibuatnya panti rehabilitasi ini, terang dia, adalah keinginan Terbit Rencana Peranginangin dalam upaya memberantas narkoba. Disebutnya, Bupati Langkat nonaktif itu berkeinginan, usai terjerat narkoba, mantan pecandu memiliki keahlian atau skil. “Skil yang sesuai dengan yang ada di pabrik. Contohnya sortasi buah sawit, milah-milah dari situ. Bisa juga langsung (diangkat) karyawan (di pabrik milik Terbit Rencana),” ungkapnya.

Namun demikian, sambungnya, jika pihak keluarga korban narkoba ingin dipulangkan usai direhab, pihaknya akan mengembalikan. “Dan satu lagi, begitu mereka keluar dari sini, kita akan melihat bahwa mereka sudah ada skil. Jadi ketika mereka mau kerja, sudah ada skil,” tambahnya.

Menurutnya, jam kerja warga binaan yang direhabilitasi dengan karyawan sama. Mulai pukul 7.30 WIB sampai 17.30 WIB. Mengenai makan yang dua kali saja, dia menegaskan tidak benar. “Yang benar, makan mereka cukup, tiga kali sehari. Bahkan berlebih. Jadi kalau masih tahap pembinaan, mereka diisolasi namanya. Dan mereka bukan dipekerjakan, tapi dilatih skil. Dan makan di tempat kerja,” ungkapnya lagi.

Mengenai ada warga binaan di kerangkeng yang mengalami luka lebam di wajah, Suparman mengaku tidak tahu. Menurutnya, informasi kerangkeng yang beredar di media sosial itu adalah tempat isolasi. “Enggak ada orang berantam. Di pabrik juga tidak ada. Pengawasnya pun saya sehari-hari. Mengawasi keadaan dan kesehatannya mereka juga,” ujarnya.

Dia juga menyebutkan, tempat pembinaan pecandu narkoba tersebut gratis. Tidak ada keluarga dari warga binaan yang menitipkan sanak saudaranya dipungut biaya. “Di mana sih ada tempat pembinaan yang bergaji, bahkan kalaupun rehab resmi bayar enggak? Di mana ada gajinya ada pembinaan? Tujuannya membentuk skil orang ini, dari tidak mampu bekerja, mampu bekerja. Karyawan kita banyak, mereka hanya diperbantukan dan sidampingi oleh karyawan. Pabrik kelapa sawit, memang di situ tempat pelatihan ini,” tukasnya. (jpc/dwi/ted)

 

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Polda Sumatera Utara mencatat, terdapat 48 orang yang berada di kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin. Namun setelah keberadaan tempat ilegal ini terbongkar, sebagian penghuninya sudah diambil oleh pihak keluarga.

“Jumlah warga binaan, yang semula berjumlah 48 orang hasil cek, tinggal 30 orang karena sebagian sudah dipulangkan, dijemput keluarganya,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/1).

Ramadhan menjelaskan, Polri telah menawarkan agar para korban direhabilitasi di tempat resmi. Namun, sebagian keluarga tetap memilih membawa pulang keluarganya. “Kita tawarkan tempat pembinaan yang resmi itu rehabilitasi di bawah BNN. Tapi kita tidak bisa memaksa, namun orang tuanya memilih untuk kembali ke orangtuanya,” jelasnya.

Sebelumnya, petugas kepolisian sempat mengalami penolakan dari warga sekitar rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin, saat mau mengevakuasi 30 orang itu. Polisi menyebut, rencananya mereka akan dibawa ke panti rehabilitasi yang memadai. Karena mendapat penolakan, akhirnya mereka diserahkan kepada keluarga masing-masing.

“Itu rencana awal akan dipindahkan. Tetapi tim yang ada di sana sempat mendapat penolakan dari orangtua dan beberapa warga,” kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi di Mapoldasu, Jalan Sisingamangaraja Medan, Selasa (25/1).

Ia mengatakan, warga dan keluarga bersikeras bahwa 27 tahanan tetap berada di lokasi. “Mereka mengatakan tempat itu sudah layak. Mereka mengatakan, ‘anak-anak kami yang ada di situ tidak dipungut biaya, kami juga tidak membayarnya,” bebernya.

Hadi juga mengungkapkan, Polda Sumut bersama Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumut dan BNNK Langkat terus mendalami temuan kerangkeng tersebut. Hingga kemarin, ada 11 orang yang sudah dimintai keterangan, di antaranya pengurus tempat tersebut, warga binaan sesuai sebutan mereka, kepala desa, kepala dusun, dan warga sekitar.

“Dari hasil pendalaman, penyelidikan awal dan beberapa saksi-saksi di lapangan, betul terdapat sebuah bangunan yang terdapat di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif. Ada dua tempat berukuran 6×6 meter, dengan daya tampung sedikitnya hingga 25 orang. Tempat itu menyerupai penjara, karena memiliki jeruji besi dan terkunci,” katanya.

Menurut Hadi, berdasarkan keterangan saksi-saksi itu, tempat tersebut mereka sebut tempat pembinaan bagi pecandu narkoba dan anak-anak yang terlibat kenakalan remaja, yang dititipkan orang tuanya dengan membuat perjanjian. “Itu sementara yang bisa kita gali,” sebutnya.

Terkait dengan adanya dugaan praktek kerja paksa atau perbudakan, Hadi mengaku masih digali oleh tim. Adapun upaya dan langkah-langkah untuk memastikan betul atau tidaknya mereka para pecandu narkoba dan kenakalan remaja, BNNP dan Polda Sumut mencoba melakukan skrining atau langsung membuat asesmennya. “Hasilnya bagaimana? Kita tunggu dari tim yang sedang bekerja saat ini,” imbuhnya.

Lantas, apakah para warga binaan sudah dipindahkan atau dibebaskan? Hadi menjelaskan, upaya pihaknya untuk memindahkan tempat tersebut masih dilakukan skrining dan asesmen, namun orang tua mereka dan warga sekitar tidak menghendaki mereka dibawa. “Mereka menghendaki tetap disitu atau jika pun dibawa, keluarga mereka sendiri yang mengambil,” pungkasnya.

BNNK Langkat Pastikan Ilegal

Sementara, BNNK Langkat memastikan, pusat rehabilitasi narkoba yang berada di belakang rumah pribadi Bupati Langkat nonatif, Terbit Rencana Peranginangin adalah ilegal. Pasalnya, sejak berdiri pada 2012 hingga kini, panti rehabilitasi narkoba tersebut tidak memiliki izin.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BNNK Langkat, Rusmiati mengatakan, pada tahun 2017, Terbit Rencana Peranginangin, sempat mengajukan permohonan untuk menjadikan kerangkeng di belakang rumahnya itu menjadi lokasi rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Untuk itu, BNNK Langkat melakukan survei ke lokasi. Mereka melihat keadaan dua bilik tersebut, yang dinyatakan tidak layak.

“Tidak layaknya dalam arti kata, mereka belum punya izin. Pada saat itu juga, Kasi Rehabilitasi sudah menyarankan kepada adik Pak Bupati untuk melengkapi sejumlah persyaratan agar panti rehabilitasi ini dinyatakan legal atau resmi,” kata Rusmiati kepada wartawan di Kantor Camat Kuala, di Jalan Binjai-Kuala, Selasa (25/1).

Menurut Rusmiati, saat itu menurut keterangan Terbit Rencana Perangin-angin, panti rehabilitasi itu sudah dikelola oleh adiknya yang saat ini menjabat Ketua DPRD Langkat. “Ibu Sribana yang kelola pada saat itu, mungkin sampai saat ini,” ujarnya.

Namun, setelah dilakukan survei itu, Terbit Rencana maupun adiknya tidak juga melengkapi berkas untuk izin lokasi rehab tersebut. “Kasi Rehabilitasi juga sudah meninggal kontak person,” tambahnya.

Ditanya, apa saja persyaratan untuk mendirikan sebuah panti rehabilitasi? Rusmiati tak dapat menjelaskan secara rinci. Dia hanya bilang, perlu izin yang sesuai standar operasional prosedur. “Untuk proses itu, Kasi Rehab yang tahu,” kilahnya.

Ditanya mengenai penggeledahan oleh tim KPK dan Polda Sumut yang berbuntut terungkapnya kerangkeng tersebut, dia mengaku tidak tahu. “Tetapi yang jelas pada hari Kamis pekan lalu, kami sudah mendampingi orang Polres dan dari Dit Narkoba Polda. Di situ kami mendengar keterangan dari pengawas, ada sekitar 48 orang (yang direhab). Di situ hanya dua kamar, yang satu kamar dihuni 21 orang, dan satu kamar lagi 27 orang,” ungkapnya.

Lantas, apa upaya yang akan dilakukan BNNK Langkat? Rusmiati bingung menjawabnya. Dia menyarankan untuk konfirmasi langsung ke BNNP Sumut, karena mereka sebagai pembina. “Kami ke situ (lokasi krangkeng) semalam sore, tidak ada orang lagi di dalam. Dari Bapak Dir Narkoba Polda Sumut bahwa kami harus melaksanakan asesmen hari ini (kemarin) di kantor ini (Kantor Camat Kuala) dikumpulkan oleh Camat sekitar 30 orang,” ujar dia.

Sebelumnya, kerangkeng manusia berbentuk penjara di halaman rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin dikabarkan merupakan tempat rehabilitasi. Hal ini berdasarkan informasi yang diperoleh Migrant Care dari aparat kepolisian.

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah mengungkapkan, dugaan tempat rehabilitasi tersebut diharapkan tidak menyurutkan adanya perbudakan manusia yang dilakukan Bupati Langkat. Karena bukan menjadi alasan, untuk mempekerjakan orang secara sewenang-wenang. ’’Ada informasi dari polisi begitu. Tapi mestinya tidak jadi alasan untuk mempekerjakan orang tanpa gaji dan dianiaya atas nama rehabilitasi,” kata Anis kepada JawaPos.com, Selasa (25/1).

Menurut Anis, izin pendirian kerangkeng manusia di halaman Bupati Langkat sebagai tempat rehabilitasi. Dia mengharapkan, hal ini tidak menyurutkan proses investigasi adanya dugaan pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. Menurut Anis, rehabilitasi terhadap para pengguna obat-obatan terlarang mempunyai standar khusus. Terlebih seharusnya dilakukan oleh aparat yang berwenang seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) dan rumah sakit khusus penanganan obat terlarang.

Tempat Isolasi

Sementara, Pengawas Kerangkeng, Suparman Peranginangin menepis kalau kerangkeng dengan dua bilik yang ada di belakang rumah Bupati Langkat nonaktif, adalah tempat penyiksaan atau perbudakan dari para pekerja parkebunan kelapa sawit milik tersangka dugaan suap fee proyek tersebut. Menurut dia, kerangkeng tersebut dihuni oleh pecandu narkotika yang dititipkan oleh keluarga.

Menurut Suparman, yang juga menjabat Kepala Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala ini, kerangkeng tersebut merupakan tempat isolasi pertama bagi warga binaan yang baru masuk. “Untuk sehari-harinya, mereka ditekankan dulu olahraga dan kerohanian. Yang ahli bekerja di kebun, saya rasa tidak ada. Kita tempah skill mereka di tempat yang kita namakan itu pabrik,” ujarnya.

Dibuatnya panti rehabilitasi ini, terang dia, adalah keinginan Terbit Rencana Peranginangin dalam upaya memberantas narkoba. Disebutnya, Bupati Langkat nonaktif itu berkeinginan, usai terjerat narkoba, mantan pecandu memiliki keahlian atau skil. “Skil yang sesuai dengan yang ada di pabrik. Contohnya sortasi buah sawit, milah-milah dari situ. Bisa juga langsung (diangkat) karyawan (di pabrik milik Terbit Rencana),” ungkapnya.

Namun demikian, sambungnya, jika pihak keluarga korban narkoba ingin dipulangkan usai direhab, pihaknya akan mengembalikan. “Dan satu lagi, begitu mereka keluar dari sini, kita akan melihat bahwa mereka sudah ada skil. Jadi ketika mereka mau kerja, sudah ada skil,” tambahnya.

Menurutnya, jam kerja warga binaan yang direhabilitasi dengan karyawan sama. Mulai pukul 7.30 WIB sampai 17.30 WIB. Mengenai makan yang dua kali saja, dia menegaskan tidak benar. “Yang benar, makan mereka cukup, tiga kali sehari. Bahkan berlebih. Jadi kalau masih tahap pembinaan, mereka diisolasi namanya. Dan mereka bukan dipekerjakan, tapi dilatih skil. Dan makan di tempat kerja,” ungkapnya lagi.

Mengenai ada warga binaan di kerangkeng yang mengalami luka lebam di wajah, Suparman mengaku tidak tahu. Menurutnya, informasi kerangkeng yang beredar di media sosial itu adalah tempat isolasi. “Enggak ada orang berantam. Di pabrik juga tidak ada. Pengawasnya pun saya sehari-hari. Mengawasi keadaan dan kesehatannya mereka juga,” ujarnya.

Dia juga menyebutkan, tempat pembinaan pecandu narkoba tersebut gratis. Tidak ada keluarga dari warga binaan yang menitipkan sanak saudaranya dipungut biaya. “Di mana sih ada tempat pembinaan yang bergaji, bahkan kalaupun rehab resmi bayar enggak? Di mana ada gajinya ada pembinaan? Tujuannya membentuk skil orang ini, dari tidak mampu bekerja, mampu bekerja. Karyawan kita banyak, mereka hanya diperbantukan dan sidampingi oleh karyawan. Pabrik kelapa sawit, memang di situ tempat pelatihan ini,” tukasnya. (jpc/dwi/ted)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/