Alasan kedua yakni soal kedudukan lembaga surveinya. “CEPP USU bisa lebih mendapat legitimasi publik karena merupakan lembaga survei kampus negeri,” ujar Ikhyar.
Dalam survei CEPP tersebut, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) unggul di angka 49,3 persen dari Djarot-Sihar (Djoss) yang ada di angka 34,5 persen. Bagaimana Anda melihat hasil survei tersebut? Ikhyar menilai poin yang menaikkan elektabilitas pasangan Eramas yakni lantaran bergulirnya kasus JR Saragih.
Pada kasus itu, publik curiga ada tangan-tangan tak terlihat yang berusaha menggagalkan pasangan JR Saragih-Ance Selian menjadi peserta Pilgubsu.
“Kasus itu pula yang akhirnya membuat publik mengalihkan pilihan kepada pasangan Eramas. Terutama kantong-kantong suara Ance Selian yang merupakan pemilih muslim. Dan jangan salah, kantong suara JR Saragih juga akan mengarah ke Eramas,” imbuh Ikhyar.
Poin lain yang meningkatkan elektabilitas Eramas, sambung Ikhyar, soal konsistensi Edy-Musa Rajekshah yang menerapkan politik identitas pada setiap sosialisasinya. “Edy-Musa Rajekshah konsisten bahwa agama tak bisa dipisahkan dari politik. Dalam setiap kesempatan mereka dekat dengan ulama. Ini yang tak nampak dari pasangan Djarot-Sihar yang terkesan abu-abu, sebab kadang mengajak memerangi isu SARA terkadang bicara juga politik identitas. Contohnya saat Ketum PDIP mengajak warga Jawa di Sumut memilih Djarot,” tukas Ikhyar.
Poin lainnya, sambung Ikhyar, tentu saja soal popularitas Edy Rahmayadi di Sumut. “Orang Sumut lebih mengenal Edy ketimbang Djarot yang bukan warga Sumut. Bahkan sebagian besar warga Sumut juga tak begitu mengenal sosok Sihar Sitorus meski dia bermarga batak,” pungkasnya. (prn/azw)