25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Nakhoda Utama Ternyata Menolak Berlayar

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
Direktur Reskrimum Kombes Pol Andi Rian, memaparkan 4 tersangka kasus tenggelamnya KM Sinar Bangun, di Mapolda Sumut, Senin (25/6).

MEDAN, SUMUTPOS.CO –  Polda Sumut akhirnya menetapkan empat orang sebagai tersangka atas kasus tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba, pada Senin (18/6) lalu. Tiga di antaranya pegawai Dishub.

Keempat tersangka itu masing-masing nakhoda sekaligus pemilik kapal, Poltak Soritua Sagala,  pegawai honor Dishub Samosir anggota Kapos Pelabuhan Simanindo, Karnilan Sitanggang, PNS Dishub Samosir yang juga Kapos Pelabuhan Simanindo Golpa F Putra, serta Kabid Angkutan Sungai dan Danau Penyebrangan (ASDP) Samosir Dishub Provsu, Rihad Sitanggang.

Menurut Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, tiga pegawai dishub itu melanggar sejumlah aturan dan ketentuan. Salah satunya asal 360 KUHP. Mereka dinilai lalai sehingga menyebabkan orang lain meninggal dunia. ”Kami lihat ada hal-hal yang tidak memenuhi standar,” kata Tito, Senin (25/6).

Di antara penyimpangan yanga terjadi pada KM Sinar Bangun adalah berlayar tanpa manifes penumpang, tidak memiliki surat izin berlayar, juga tidak menyediakan life jacket. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kapal tersebut memiliki daya tampung hanya 40-an, namun mengangkut hampir 200 penumpang. Kapal itu karam dalam perjalanan dari Pelabuhan Simanindo menuju Tigaras, menyebabkan empat orang meninggal, sedangkan 189 lainnya belum ditemukan meski sudah delapan hari proses pencarian dilakukan.

Keempat orang itu juga dijerat dengan pasal 302 dan pasal 303 dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Berdasar pasal tersebut, para tersangka terancaman hukuman sepuluh tahun penjara juga denda maksimal Rp 1,5 miliar. ”Diharapkan memberikan efek deterrence untuk perbaikan seluruh jajaran di Indonesia,” tegas Tito.

Mantan kepala Polda Metro Jaya itu menyampaikan, penetapan tersangka tiga pegawai dinas perhubungan tersebut merupakan bukti bahwa kecelakaan kapal penumpang tidak melulu salah nakhoda atau awak kapal. ”Mereka yang dianggap bertanggung jawab melakukan pemeriksaan kelayakan. Tapi, tidak terlaksana kami tetapkan sebagai tersangka,” kata dia. Itu sekaligus menegaskan bahwa proses hukum oleh Polri tidak pandang bulu.

Kapolda Sumut Irjen Pol Paulus Waterpauw mengatakan, dari hasil penyidikan yang dilakukan polisi, Poltak Soritua ternyata mengambil alih nakhoda, setelah nakhoda utama KM Sinar Bangun menolak berlayar. “Nahkhoda utama menolak karena muatan over kapasitas dan cuaca buruk.,” kata Kapoldasu kepada wartawan, Senin (25/6).

Paulus menjelaskan, penetapan Poltak Soritua Sagala sebagai tersangka, karena pemilik KM Sinar Bangun itu sebenarnya tidak memiliki izin berlayar. Tapi ia secara sengaja membiarkan kapal melebihi standar kapasitas yakni 45 penumpang. Ia juga mengabaikan syarat yakni kapal tidak boleh mengangkut kendaraan, yang mengakibatkan kecelakaan dan korban meninggal.

Sementara anggota Kapos Pelabuhan, Karnilan Sitanggang, menjadi tersangka karena ia bertugas mengatur masuknya penumpang dan mengawasi kegiatan perkapalan. “Harusnya dia melarang kapal muatan berlebih dan melarang berlayar jika tidak layak. Selain itu, sudah ada warning cuaca buruk dari BMKG, tapi faktanya yang bersangkutan tidak menjalani tugasnya secara benar, namun retribusi tetap dipungut,” jelasnya.

Untuk tersangka Golpa F Putra yakni Kapos Pelabuhan Simanindo, ia mempunyai tugas mengatur keluar masuk penumpang dan mengutip retribusi. Tapi faktanya, yang bersangkutan meninggalkan tugasnya.

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
Direktur Reskrimum Kombes Pol Andi Rian, memaparkan 4 tersangka kasus tenggelamnya KM Sinar Bangun, di Mapolda Sumut, Senin (25/6).

MEDAN, SUMUTPOS.CO –  Polda Sumut akhirnya menetapkan empat orang sebagai tersangka atas kasus tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba, pada Senin (18/6) lalu. Tiga di antaranya pegawai Dishub.

Keempat tersangka itu masing-masing nakhoda sekaligus pemilik kapal, Poltak Soritua Sagala,  pegawai honor Dishub Samosir anggota Kapos Pelabuhan Simanindo, Karnilan Sitanggang, PNS Dishub Samosir yang juga Kapos Pelabuhan Simanindo Golpa F Putra, serta Kabid Angkutan Sungai dan Danau Penyebrangan (ASDP) Samosir Dishub Provsu, Rihad Sitanggang.

Menurut Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, tiga pegawai dishub itu melanggar sejumlah aturan dan ketentuan. Salah satunya asal 360 KUHP. Mereka dinilai lalai sehingga menyebabkan orang lain meninggal dunia. ”Kami lihat ada hal-hal yang tidak memenuhi standar,” kata Tito, Senin (25/6).

Di antara penyimpangan yanga terjadi pada KM Sinar Bangun adalah berlayar tanpa manifes penumpang, tidak memiliki surat izin berlayar, juga tidak menyediakan life jacket. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kapal tersebut memiliki daya tampung hanya 40-an, namun mengangkut hampir 200 penumpang. Kapal itu karam dalam perjalanan dari Pelabuhan Simanindo menuju Tigaras, menyebabkan empat orang meninggal, sedangkan 189 lainnya belum ditemukan meski sudah delapan hari proses pencarian dilakukan.

Keempat orang itu juga dijerat dengan pasal 302 dan pasal 303 dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Berdasar pasal tersebut, para tersangka terancaman hukuman sepuluh tahun penjara juga denda maksimal Rp 1,5 miliar. ”Diharapkan memberikan efek deterrence untuk perbaikan seluruh jajaran di Indonesia,” tegas Tito.

Mantan kepala Polda Metro Jaya itu menyampaikan, penetapan tersangka tiga pegawai dinas perhubungan tersebut merupakan bukti bahwa kecelakaan kapal penumpang tidak melulu salah nakhoda atau awak kapal. ”Mereka yang dianggap bertanggung jawab melakukan pemeriksaan kelayakan. Tapi, tidak terlaksana kami tetapkan sebagai tersangka,” kata dia. Itu sekaligus menegaskan bahwa proses hukum oleh Polri tidak pandang bulu.

Kapolda Sumut Irjen Pol Paulus Waterpauw mengatakan, dari hasil penyidikan yang dilakukan polisi, Poltak Soritua ternyata mengambil alih nakhoda, setelah nakhoda utama KM Sinar Bangun menolak berlayar. “Nahkhoda utama menolak karena muatan over kapasitas dan cuaca buruk.,” kata Kapoldasu kepada wartawan, Senin (25/6).

Paulus menjelaskan, penetapan Poltak Soritua Sagala sebagai tersangka, karena pemilik KM Sinar Bangun itu sebenarnya tidak memiliki izin berlayar. Tapi ia secara sengaja membiarkan kapal melebihi standar kapasitas yakni 45 penumpang. Ia juga mengabaikan syarat yakni kapal tidak boleh mengangkut kendaraan, yang mengakibatkan kecelakaan dan korban meninggal.

Sementara anggota Kapos Pelabuhan, Karnilan Sitanggang, menjadi tersangka karena ia bertugas mengatur masuknya penumpang dan mengawasi kegiatan perkapalan. “Harusnya dia melarang kapal muatan berlebih dan melarang berlayar jika tidak layak. Selain itu, sudah ada warning cuaca buruk dari BMKG, tapi faktanya yang bersangkutan tidak menjalani tugasnya secara benar, namun retribusi tetap dipungut,” jelasnya.

Untuk tersangka Golpa F Putra yakni Kapos Pelabuhan Simanindo, ia mempunyai tugas mengatur keluar masuk penumpang dan mengutip retribusi. Tapi faktanya, yang bersangkutan meninggalkan tugasnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/