JUHAR, SUMUTPOS.CO – Mengusir kejenuhan dalam diri siswa selama belajar daring di masa pandemi Covid-19, guru IPS sekaligus wali kelas di SMP Negeri 2 Juhar, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Elmi Yuniarti, berinisiatif mengajak siswa bermain sambil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
“Di awal semester genap tahun 2021 ini, saya guru pertama yang diminta mengajar siswa mulai kelas VII sampai kelas IX. Nah… agar suasana belajarnya menyenangkan, saya mengajak siswa dari semua kelas bermain akrostik dalam istilah-istilah IPS,” jelas Elmi Yuniarti kepada Sumut Pos, Jumat (25/3).
Apa itu akrostik?
Akrostik, jelas salahsatu fasilitator daerah komunikasi Kabupaten Karo Program Pintar Tanoto Foundation ini, berasal dari bahasa Yunani: Akrostichis. Artinya, sajak dengan huruf awal baris menyusun sebuah kata atau kalimat.
“Belajar dari definisi itu, saya tergerak menggunakan akrostik dalam mengajarkan IPS di kelas, dengan menggunakan unsur MIKiR (Mengalami, Interaksi, Komunikasi, Refleksi),” ungkapnya.
Lewat WhatsApp Group, Elmy mengarahkan siswa menyusun istilah IPS menggunakan nama masing-masing siswa, sekaligus arti atau definisinya. “Susunlah nama lengkap kalian dengan cara memanjang dari atas ke bawah. Ambil huruf awal sebagai petunjuk untuk menyusun sebuah kalimat. Kemudian cari arti kalimat dari huruf awal nama tersebut. Kalimat yang disusun diambil dari buku paket IPS kelas IX,” katanya mengarahkan.
Misalkan nama siswa adalah ELMI, maka siswa diarahkan mencari istilah atau glosarium IPS diawali huruf E L M I. Contoh, E = Ekonomi adalah…, L = Lempeng Benua adalah…, M = Moneter adalah…, I = Imigrasi adalah….
Untuk itu, ia mengingatkan para siswa untuk mengingat dan membaca materi dalam pelajaran IPS yang sudah mereka pahami pada pelajaran sebelumnya.
Dengan metode akrostik, ia berharap siswa lebih paham berbagai istilah atau glosarium atau daftar alfabet –istilah dalam suatu ranah pengetahuan tertentu yang dilengkapi dengan definisi– untuk istilah IPS.
Perlu diingat, bahwa mengajar menggunakan konsep akrostik harus mengikuti materi yang sedang diajarkan, agar siswa tidak melebar ke istilah yang tidak masuk dalam ranah materi pelajaran.
Berikutnya tiap siswa melaporkan hasil latihannya kepada ke guru melalui WA pribadi. Pengumpulan hasil atau tugas secara individu boleh dilakukan dengan mengunggah ke akun Facebook siswa pribadi masing-masing, dengan mengtag nama guru IPS.
“Tujuannya, agar terjalin komunikasi antara guru, siswa, dan orang tua. Karena orang tua siswa juga umumnya memilki akun facebook yang dipakai bersama anak-anak mereka,” jelasnya.
Dengan unsur MIKiR, siswa diberi kebebasan dalam mengekpresikan tugasnya.
Hasilnya sungguh di luar dugaan Elmy. Dengan menggunakan metode akrostik, ia menilai semangat belajar siswa bertambah, dan tingkat pemahamam siswa tentang IPS juga lebih tinggi. Terbukti dari daftar istilah IPS yang mereka pilih.
Siswa bernama GRACE NATALIANI misalnya, berhasil membuat akrostik dengan namanya: yakni GRACE: Globalisasi, Revolusi, Asimilasi, Cultural Animosity, Ekonomi. Dan NATALIANI: Nasionalisme, Akulturasi, Transmigrasi, ASEAN, Lembaga Sosial, Invasi, Agresi, Nasionalisasi, Importir.
Siswa bernama SERIN memilih kata: Separatisme, Etnosentrisme, Reformasi, Imigran, Norma.
“Siswa berlomba menyelesaikan tugasnya dan mengunggahnya ke media sosial. Sebagai guru, saya menilai tugas siswa dengan memberi komentar di kolom komentar, dan emoticon di media Facebook. Siswa lain juga diharapkan memberi komentar, dengan harapan terjadi komunikasi antar guru dan siswa, antara siswa dengan siswa lainnya, serta dengan orang tua siswa yang dapat mengikuti perkembangan anaknya dalam pelajaran,” urainya.
Belajar IPS dengan metode akrostik, menurut Elmy, hasilnya luar biasa. Siswa menjadi makin kreatif, dan mampu menjadikan media sosial sebagai wadah belajar. Bukan lagi sekadar wadah untuk mejeng dan update status curhat.
“Makna pembelajaran lewat praktik akrostik, selain mengajarkan ilmu pengetahuan, juga mengajarkan tentang bersosialisasi. Cukup menyenangkan,” tutupnya, seraya tersenyum lebar. (rel/mea)