26 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Bonaran Situmeang: Jaksa Mempertontonkan Kebodohannya

SUMUTPOS.CO, TAPTENG – Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan CPNS dan pencucian uang yang didakwakan kepada mantan Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) Raja Bonaran Situmeang (RBS) kembali digelar di PN Sibolga, Senin (24/6), dengan agenda pembacaan duplik.

Pembacaan tanggapan (duplik) tersebut atas tanggapan replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait pledoi terdakwa yang dibacakan pada persidangan sebelumnya.

Dalam tanggapan tersebut, penasehat hukum terdakwa Mahmuddin Harahap SH menyebutkan jika tuntutan dan tanggapan JPU tidak sesuai fakta persidangan. Dari fakta persidangan, JPU tidak mencantumkan keterangan-keterangan saksi yang disidangkan, termasuk saksi a de charge atau saksi meringankan.

Sementara Raja Bonaran Situmeang yang dikonfirmasi awak media usai persidangan menyebutkan jika JPU sepertinya mempertontonkan kekurangpahaman dalam menyampaikan tuntutan. Jaksa yang ngotot agar terdakwa membuktikan asal uang untuk membeli tanah di depan SPBU Pandan dan Pulau Ungge dinilai bertentangan dengan pasal 75 Undang-undang TPPU.

“Jaksa kan tidak menyatakan saya terbukti melanggar pasal 378 dan 372, untuk apa saya melakukan pencucian uang? Jaksa hanya mengutip pasal 69 Undang-undang TPPU,” ujar Bonaran.

Dia mengatakan, sesuai dengan azas konpering bewijs (pembuktian berkeadilan), Jaksa dan terdakwa harus bersama-sama membuktikan di mana dalam hal ini Jaksa diwajibkan terlebih dahulu membuktikannya. Siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan.

Lebih dari itu sambung Bonaran, Jaksa juga terlalu ngotot menyebut dirinya seorang PNS. Padahal jabatan bupati yang disandang Bonaran merupakan jabatan politik yang dihasilkan oleh proses politik. Jika berasumsi pendapat Jaksa timpal Bonaran, Presiden RI yang dihasilkan oleh proses politik seharusnya menjabat sebagai PNS.

“Jaksa mempertontonkan kebodohannya. Seharusnya Jaksa Agung mengevaluasi pengetahuan jaksa tersebut,” imbuhnya.

Terkait dengan hasil keputusan sidang yang akan dibacakan dua minggu kedepan, mantan pengacara Anggodo ini menyakini jika hakim yang menyidangkan perkaranya masih takut kepada Tuhan. Menurutnya, dalam perkara pidana bukti lebih terang dari cahaya.

Dari fakta-fakta persidangan, ia menegaskan tidak pernah dan tidak terbukti menerima uang dari Efendi Marpaung yang mentransfer uang ke Farida Hutagalung. Sementara Farida menyerahkan uang hanya kepada Mardi Gunawan yang notabenenya merupakan anak buah Efendi di PT WIS.

“Jangan berbuat curang dalam pengadilan. Janganlah membela orang kecil dengan tidak sewajarnya. Adililah dengan kebenaran,” pungkas Bonaran, mengutip Imamat 19 ayat 15. (ztm/nt/sp)

SUMUTPOS.CO, TAPTENG – Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan CPNS dan pencucian uang yang didakwakan kepada mantan Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) Raja Bonaran Situmeang (RBS) kembali digelar di PN Sibolga, Senin (24/6), dengan agenda pembacaan duplik.

Pembacaan tanggapan (duplik) tersebut atas tanggapan replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait pledoi terdakwa yang dibacakan pada persidangan sebelumnya.

Dalam tanggapan tersebut, penasehat hukum terdakwa Mahmuddin Harahap SH menyebutkan jika tuntutan dan tanggapan JPU tidak sesuai fakta persidangan. Dari fakta persidangan, JPU tidak mencantumkan keterangan-keterangan saksi yang disidangkan, termasuk saksi a de charge atau saksi meringankan.

Sementara Raja Bonaran Situmeang yang dikonfirmasi awak media usai persidangan menyebutkan jika JPU sepertinya mempertontonkan kekurangpahaman dalam menyampaikan tuntutan. Jaksa yang ngotot agar terdakwa membuktikan asal uang untuk membeli tanah di depan SPBU Pandan dan Pulau Ungge dinilai bertentangan dengan pasal 75 Undang-undang TPPU.

“Jaksa kan tidak menyatakan saya terbukti melanggar pasal 378 dan 372, untuk apa saya melakukan pencucian uang? Jaksa hanya mengutip pasal 69 Undang-undang TPPU,” ujar Bonaran.

Dia mengatakan, sesuai dengan azas konpering bewijs (pembuktian berkeadilan), Jaksa dan terdakwa harus bersama-sama membuktikan di mana dalam hal ini Jaksa diwajibkan terlebih dahulu membuktikannya. Siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan.

Lebih dari itu sambung Bonaran, Jaksa juga terlalu ngotot menyebut dirinya seorang PNS. Padahal jabatan bupati yang disandang Bonaran merupakan jabatan politik yang dihasilkan oleh proses politik. Jika berasumsi pendapat Jaksa timpal Bonaran, Presiden RI yang dihasilkan oleh proses politik seharusnya menjabat sebagai PNS.

“Jaksa mempertontonkan kebodohannya. Seharusnya Jaksa Agung mengevaluasi pengetahuan jaksa tersebut,” imbuhnya.

Terkait dengan hasil keputusan sidang yang akan dibacakan dua minggu kedepan, mantan pengacara Anggodo ini menyakini jika hakim yang menyidangkan perkaranya masih takut kepada Tuhan. Menurutnya, dalam perkara pidana bukti lebih terang dari cahaya.

Dari fakta-fakta persidangan, ia menegaskan tidak pernah dan tidak terbukti menerima uang dari Efendi Marpaung yang mentransfer uang ke Farida Hutagalung. Sementara Farida menyerahkan uang hanya kepada Mardi Gunawan yang notabenenya merupakan anak buah Efendi di PT WIS.

“Jangan berbuat curang dalam pengadilan. Janganlah membela orang kecil dengan tidak sewajarnya. Adililah dengan kebenaran,” pungkas Bonaran, mengutip Imamat 19 ayat 15. (ztm/nt/sp)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/