MEDAN, SUMUTPOS.CO -Provinsi Sumut terdiri dari 33 kabupaten/kota. Beragam suku dan budaya ada di sini. Selain itu, Provinsi Sumut juga terkenal dengan daerah rawan korupsi. Setidaknya hal itu dibuktikan dengan tersandungnya dua Gubernur Sumut yang lalu pada persoalan korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di sisi lain persoalan hukum, keamanan juga tengah hangat diperbincangkan beberapa waktu terakhir. Sebab, berulang kali praktik begal memakan korban.
Persoalan keamanan juga sangat erat dengan investasi. Tentunya para investor tidak ingin menginvestasikan uangnya ke Provinsi Sumut kalau keamanan tidak terjamin. Padahal, investasi dapat membuka lapangan pekerjan.
Hal ini terungkap saat dialog publik bersama 3 Balon Gubsu seperti Maruli Siahaan, Tuani Lumbantobing, Ade Sandra Purba di hotel Garuda, Kamis (26/10).
Maruli yang memiliki latar belakang kepolisian berharap Pemprovsu ke depan harus memikirkan tentang keamanan masyarakat. Keamanan tidak hanya dibutuhkan oleh masyarakat tetapi juga untuk menarik investor untuk berinvestasi di Sumut.
Kata dia, Pemprovsu bisa berkomunikasi dengan Polda maupun Polres yang ada di kabupaten/kota untuk masalah pengamanan. “Kita harus lakukan upaya agar bagaimana Sumut bisa aman. Jika Sumut sudah aman, berarti investasi bisa lebih banyak masuk,” sebut perwira polisi berpangkat AKBP itu.
Untuk memaksimalkan keamanan, dia bilang kegiatan patroli dan siskamling harus kembali ditingkat.
“Pemimpin di Sumut kedepan harus berani dan tulus dalam melayani masyarakat. Lebih mementingkan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi. Agar Sumut tidak tertinggal dari Provinsi lainnya. Kultur masyarakat juga harus diubah demi menciptakan SDM yang lebih maju,”paparnya.
Korupsi, kata dia, juga menjadi persoalan yang utama di Provinsi Sumut. Dia pun mencontohkan sejumlah proyek fisik dan dana Bansos yang rawan di korupsi. “Biasanya Bansos rawan, tidak jarang yang fiktif. Sedangkan proyek fisik biasanya mengurangi volume untuk mencari keuntungan lebih,” bebernya.
Selain itu, Maruli mengatakan dana desa juga sangat rawan. Padahal, dana desa yang berjumlah Rp1 miliar pertahun ketika dipergunakan dengan baik maka kesejahteraan masyarakat di desa tersebut akan meningkat.
“Kalau Rp1 miliar itu dipakai untuk bangun irigasi, atau jalan. Tentu masyarakat akan senang. Bagus program pemerintah melibatkan kepolisian khususnya Polsek untuk mengawasi langsung penggunaan dana desa,” paparnya.
Ade Sandra sendiri mengaku akan mengikuti program Presiden Jokowi apabila diberikan kepercayaan memimpin Provinsi Sumut 5 tahun ke depan.
Kata dia, pembangunan harus di mulai di wilayah-wilayah terpencil. “Program pak Jokowi itu bagus, membangun dari daerah pinggiran. Kalau saya dipercaya, hal yang sama kan diterapkan di Sumut,” katanya.
Dengan demikian, bilang dia, akan muncul Kota-Kota baru. Ketika daerah pinggiran mulai berkembang maka secara otomatis para investor mulai akan melirik wilayah itu. “Investor erat kaitannya dengan terbukanya lapangan kerja baru, ini yang dibutuhkan masyarakat Sumut,” akunya.
Sementara itu, Tuani Lumbantobing memaparkan konsep pemerataan pembangunan di kawasan pantai barat dan pantai timur.(dik/azw)