SUMUTPOS.CO – Pemakaman jenazah Mayor Inf Heriadi Susanto di Makam Pahlawan Kota Binjai berlangsung haru-biru, Senin (26/5) siang. Ratusan pelayat, termasuk tetangga korban tampak begitu kehilangan sosok perwira TNI yang memasyarakat dan jadi tempat mengadu warga.
“Ramah kali bapak ini. Makanya begitu dapat kabar katanya ada tentara yang meninggal di kampung kami. Kami langsung datang rame-rame ke rumahnya guna mengantarkan jenazah ke peristirahatan terakhir,” ujar Adri, salah satu warga yang merasa kehilangan.
Sejak pagi hari, warga dan pelayat meramaikan rumah duka di Jalan Bhakti, Desa Sambirejo, Pasar VII, Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat. Bahkan alam seolah ikut sedih dengan mencurahkan hujan sejak pagi hingga jenazah dikebumikan.
Bagi sebagian warga lainnya, sekaan tidak percaya jika mantan Kasdim Mentawai itu begitu cepat meninggalakan mereka. Pasalnya, mereka baru saja bertemu Mayor Inf Heriadi saat sholat berjamaah di masjid Ar Ridho Shobiri. Bahkan, baru-baru ini korban bersama warga ikut bergotong royong untuk meratakan jalan.
“Serasa, baru kemarin kami sama-sama meratakan jalan kampung. Sebab, tugu yang berada di depan jalan kampung kami runtuh,” kenang Rudi.
Usai upacara kemiliteran yang dipimpin oleh Perwira Penghubung Kodim Langkat 0203/ Langkat Mayor Nazli, jenazah perwira menengah itu di sholatkan di Masjid Ar Ridho Shobirin, sekitar seratus meter dari kediamannya. “Kenapa dia pergi terlalu cepat ya. Padahal, disini dia sangat dibutuhkan untuk membantu masyarakat,” cetus Nasrul, warga lainnya.
Usai di sholatkan, isak tangispun pecah di tengah-tengah keramaian masyarakat. “Kenapa bapak pergi meninggalkan kita,” tangis histeris istri dan anak-anak serta keluarga yang ditinggalkan.
Kemudian jenazah Mayor Inf Heriadi Susanto dibawa dengan iring-iringan mobil mengantarkan jenazah ke peristirahatan terakhirnya Hujan terus turun mengiringi hingga ke peristirahatan terakhir.
JARANG BAWA KERETA
Pihak keluarga mengaku tak punya firasat buruk sebelum kepergian Mayor Heriadi Susanto. Hanya saja, seminggu sebelum kejadian korban kerap menggunakan sepeda motor (kereta) menuju Kodam.
“Memang abang jarang pergi menggunakan kereta. Apalagi kalau mau pergi dinas. Entah kenapa seminggu ini dia terus naik kereta,” kenang Surya Wayan, adik bungsu korban.
Ketika ditanya kenapa kerap menggunakan kereta minggu-minggu ini. Almarhum, selalu beralasan kalau dijalan macet. Sehingga dengan menggunakan kereta dirinya cepat mencapai Kodam. “Dia selalu beralasan seperti itu asal ditanya,” serunya, diamini keluarga lainnya.
Kepergian Mayor Heriadi Susanto begitu membuat pihak keluarga kehilangan, sosok saudara yang gemar memberi pertolongan. “Dimata kami, dia merupakan tulang punggung bagi keluarga ini sebelum adik-adiknya mapan. Dia memang orang yang sangat bertanggungjawab, baik kepada anak dan istri serta keluarga besar,” kenang Suprapto Santoso, paman korban.
“Bisa dibilang, jasanya cukup besar dalam membantu adik-adiknya hingga semuanya menuntaskan pendidikan. Namun, korban cukup cepat dipanggil menghadap yang maha kuasa di usia 43 tahun. Namanya juga takdir, mungkin ini jalan yang terbaik buatnya. Kita selaku keluarga hanya bisa pasrah dan coba untuk iklas. Semoga dia diterima disisinya dengan amal ibadah yang dibawa,” sambungnya.
Dirinya juga bercerita, sebelum meninggal dunia, empat hari yang lalu keluarga besar sempat berkumpul di rumah duka. Sebab, bibik (tante-red) yang merupakan istri dari Suprapto Santoso, terlebih dahulu meninggal dunia.
“Iya, baru aja empat hari istriku meninggal dunia. Dan kami (keluarga besar-red) sempat berkumpul di rumah duka ini. Entah kenapa, kami kembali kumpul guna mengantarkan kepergianya,” seru Suprapto Santoso dengan mata berkaca-kaca.
Sementara sang istri hanya bisa menangis mengenang almarhum. Demikian juga dengan anak-anaknya. Setiap pelayat yang berkujung ke kediaman. Seluruh keluarga terus meneteskan air mata mengenang jasa serta keramah tamahan almarhum.
“Memang aneh juga kemarin saat jumpa. Dia dengan anaknya jalan-jalan sore dengan kereta yang sama digunakan saat kecelakaan. Pak Heri, tidak menegur kembali saat ditegur hanya tersenyum saja. Tak seperti biasanya, dia selalu ramah dan kembali menegur siapa saja yang menegurnya,” terang Suri, salah satu ibu rumah tangga yang tinggal tepat di depan kediaman korban.
SEMPAT KELUHKAN TRUK
Kisah lainnya, dituturkan warga, sebelum meninggal Mayor Inf Heriadi Susanto sempat mengeluhkan ramainya truk yang berlalulalang di kampungnya Jalan Bhkati, Desa Sendangrejo, Pasar VII, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat.
Dirinya takut dengan banyaknya truk yang berlalu lalang membuat jalan rusak dan memakan korban jiwa. “Semalam dia nelpon ke aku, ngeluh dia banyak kali truk-truk jalan di depan rumahnya,” ucap seorang personil TNI kodim 0203/ Langkat.
Warga lainnya juga membenarkan keluhan yang sama. Karena dengan kerapnya truk melintas di kampung itu, abu berterbangan sehingga menyesakkan pernafasan. “Kami memang ada sampaikan keluhan itu ke almarhum, memang truk-truk galian C itu sudah meresahkan masyarakat,” tutur Fauzi, warga lain.
“Dia putra terbaik yang ada kampung kami, nggak tahu kami mau ngadu kemana kalau ada permasalahan,” lanjutnya.
Sementara Surya Wayan, adik bungsu korban sempat mendengar cerita dari kakanya itu. Jika menghabiskan masa tua dan telah pensiun nantinya. Dirinya ingin menghabiskan waktu di kampung tersebut. Selalu bersosialisasi guna membantu warga kampung yang tengah dalam kesulitan. “Abang pernah cerita sama aku. Kalau nantinya dia ingin berladang menghabiskan masa pensiunnya sembari membantu warga kampung sini,” terang Surya. (bam/bd)