26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Film “Selembar Itu Berarti’ Syarat dengan Pesan Moral

“Untuk tiket Rp15 ribu perorang. Itu biaya transportasi antar jemput dari sekolah ke GOR ini. Kita juga membuat lucky draw bagi penonton dengan hadiah smartphone dan hadiah utama satu unit sepada motor,” sambungnya.

Jadi menurutnya, tidak ada pungli dan hal negatif. Intinya, biarlah film yang menjawab semua pemikiran negatif para pihak.

Sementara itu, sang Sutradara Dedy Arliansyah Siregar mengatakan, penayangan film ini sudah digelar di Binjai, Langkat dan Deliserdang. Untuk di Deliserdang, Dedy mengatakan menjadi tujuan utama untuk mempersembahkan film bagi anak-anak di daerah kelahirannya ini.

“Target saya mempertontonkan Selembar itu berarti, tidak hanya di bioskop saja. Namun, memberikan pesan moral baik bagi anak-anak atau pelajar saat ini setelah nonton film ini,” ucap alumni SMA Negeri 7 Medan itu.

Untuk saat ini, Dedy menilai film di Indonesia sangat minim tentang pendidikan. Sementara, para produksi film hanya memikiri bagaimana banyak penonton tanpa memikiri pesan moral yang disampaikan.

“Karena cita-cita saya membuat film ini untuk membuka mata sutradara Indonesia bahwa film pendidikan masih diterima oleh masyarakat. Saya juga menyayangkan film dan sinetron yang tidak memberikan pesan moral untuk di sampaikan. Terakhir saya berharap agar para sutradara tetap membuat suatu tontonan yg mendidik,” tukas sutradara peraih Musim Rekor Indonesia (MURI) merangkap 18 jabatan dalam satu produksi film, pada Januari 2017 lalu.

Sambutan baik film Selembar Itu Berarti disampaikan oleh Sarman Simarmata Guru SD Negeri 101919 Kualanamu, Kabupaten Deliserdang. Dia mengatakan, film banyak menyampaikan moral pendidikan dan kehidupan yang nyatah saat ini.

“Sedih film ini, memberikan pesan moral yang baik bagi anak-anak yang sedang belajar. Film ini seperti kehidupan saya dan sangat berkesan,” ucap guru olahraga itu.

Sarman berharap, film ini harus ditonton seluruh rakyat Indonesia. Sebab, film dengan karya baik dan cerita yang memberikan tuntutan bukan sekedar tontonan.

“Saya terakhir menangis saat orangtua saya meninggal dunia. Sudah belasan tahun tidak menangis, saya melihat film saya menangis,” tandasnya.(gus/ala)

 

“Untuk tiket Rp15 ribu perorang. Itu biaya transportasi antar jemput dari sekolah ke GOR ini. Kita juga membuat lucky draw bagi penonton dengan hadiah smartphone dan hadiah utama satu unit sepada motor,” sambungnya.

Jadi menurutnya, tidak ada pungli dan hal negatif. Intinya, biarlah film yang menjawab semua pemikiran negatif para pihak.

Sementara itu, sang Sutradara Dedy Arliansyah Siregar mengatakan, penayangan film ini sudah digelar di Binjai, Langkat dan Deliserdang. Untuk di Deliserdang, Dedy mengatakan menjadi tujuan utama untuk mempersembahkan film bagi anak-anak di daerah kelahirannya ini.

“Target saya mempertontonkan Selembar itu berarti, tidak hanya di bioskop saja. Namun, memberikan pesan moral baik bagi anak-anak atau pelajar saat ini setelah nonton film ini,” ucap alumni SMA Negeri 7 Medan itu.

Untuk saat ini, Dedy menilai film di Indonesia sangat minim tentang pendidikan. Sementara, para produksi film hanya memikiri bagaimana banyak penonton tanpa memikiri pesan moral yang disampaikan.

“Karena cita-cita saya membuat film ini untuk membuka mata sutradara Indonesia bahwa film pendidikan masih diterima oleh masyarakat. Saya juga menyayangkan film dan sinetron yang tidak memberikan pesan moral untuk di sampaikan. Terakhir saya berharap agar para sutradara tetap membuat suatu tontonan yg mendidik,” tukas sutradara peraih Musim Rekor Indonesia (MURI) merangkap 18 jabatan dalam satu produksi film, pada Januari 2017 lalu.

Sambutan baik film Selembar Itu Berarti disampaikan oleh Sarman Simarmata Guru SD Negeri 101919 Kualanamu, Kabupaten Deliserdang. Dia mengatakan, film banyak menyampaikan moral pendidikan dan kehidupan yang nyatah saat ini.

“Sedih film ini, memberikan pesan moral yang baik bagi anak-anak yang sedang belajar. Film ini seperti kehidupan saya dan sangat berkesan,” ucap guru olahraga itu.

Sarman berharap, film ini harus ditonton seluruh rakyat Indonesia. Sebab, film dengan karya baik dan cerita yang memberikan tuntutan bukan sekedar tontonan.

“Saya terakhir menangis saat orangtua saya meninggal dunia. Sudah belasan tahun tidak menangis, saya melihat film saya menangis,” tandasnya.(gus/ala)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/