KARO, SUMUTPOS.CO – Proyek PLTA yang dikelola PT.Wampu Electrik Power (WEP) dengan dua perusahan ‘Korea-nya’ di Desa Rih Tengah, Kecamatan Kutabuluh, Kabupaten Karo masih menuai banyak masalah, hingga disinyalir jadi ‘ATM-nya’ sejumlah pejabat.
Salah satunya, mencuatnya proyek pemasangan gardu dan penarikan kabel T/L150KW milik PT.WEP di sejumlah desa di 6 kecamatan masih berstatus ilegal. Aktifitas ilegal ala ‘mafia’ PT. WEP itu terjadi di Kecamatan Kuta Buluh, Payung, Tiganderket, Simpang Empat, Naman Teran dan Berastagi.
Sebelumnya, perpanjangan tangan PT. WEP yakni PT. Swakarya Putra mengaku segala prosedur aturan berkaitan kegiatan penarikan kabel T/L150KV seperti ganti rugi lahan dan tanaman sudah terimplementasi baik. Bahkan disebutnya bahwa tim ahli untuk pengkajian tanaman guna realisasi kompensasi sudah disikapi oleh figur PNS Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Karo.
Namun penyataan itu dibantah pihak Bappeda Kabupaten Karo. “Itu tidak benar, kita tidak pernah bertindak sebagai tim ahli ganti rugi lahan dan tanaman terkait kegiatan penarikan kabel,” ujar Kepala Bappeda Mulianta Tarigan melalui selulernya kemarin.
Namun, Tarigan memaparkan bahwa bercerita PT.WEP dan PT.Swakarya tentang penerapan aturan dalam kegiatan penarikan kabel dinilai sudah terlalu jauh.
Karena menurutnya, bangunan gardu penyanggah kabel T/L150KV milik PT.WEP yang dikerjakan PT. Swakarya dan PT. PEN sampai saat ini terhitung bulan Februari 2016 belum memiliki Izin (IMB).
Terkait status proyek, Kepala Perizinan melalui Kabidnya Leo Tarigan menyatakan bahwa pihaknya sudah 2 (dua) kali meyurati pihak PT.WEP dan rekanan yang mengerjakan proyek itu untuk menghentikan semua kegiatannya, namun tidak diindahkan.
Sehingga hal ini patut diduga bahwa Pemkab Karo tidak bernyali untuk mengambil tindakan terhadap PT. WEP yang notabene milik orang asing. Sehingga disinyalir PT. WEP telah menjadi ‘ATM’ sejumlah pejabat. (cr7/deo)