26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Eramas vs Djoss Saling Mengungguli

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
PASLON_Kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumut yakni Edy Rahmayadi- Musa Rajeckshah (kanan) dan Djarot Saiful Hidayat- Sihar Sitorus (kiri) bergandengan tangan usai pencabutan nomor urut Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut 2018 di Hotel Grand Mercure Medan, Selasa (13/2) Pasangan Djarot dan Sihar mendapat nomor urut 2 dan Pasangan Edi Rahmayadi dan Musa Rajeckshah mendapat nomor urut 1 dalam Pilgub Sumut 2018.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Baru-baru ini, dua lembaga survei yakni Indo Barometer dan Center For Election and Political Party (CEPP) USU, merilis hasil survei mereka soal Pilgubsu 2018. Dari kedua hasil survei tersebut, pasangan calon Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) dan Sjarot Syaiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss) saling mengungguli.

Dalam survei Indo Barometer yang dilakukan pada 4-10 Februari 2018 dan dirilis pada 23 Maret 2018, pasangan Djoss unggul tipis dengan 26 persen, sementara Eramas 25,8 persen. Sedangkan dalam survei Center For Election and Political Party (CEPP) USU yang dilakukan 3-7 Maret 2018 dan dirilis pada 24 Maret 2018, Eramas unggul di angka 49,3 persen dari Djoss yang ada di angka 34,5 persen.

Menyikapi survei ini, pengamat politik dari USU Agus Suryadi mengatakan, perbedaan hasil survei dari lembaga yang berbeda, bukan berarti menunjukkan ada yang salah dari proses tersebut. Namun mungkin pendekatan metodologi yang berbeda, tergantung masing-masing pihak. “Tetapi pada prinsipnya kalau melihat beberapa kasus Pilkada yang ada, biasanya kalau hanya dua calon dalam kontestasi tersebut, maka persaingannya sangat ketat, sebab head to head,” jelasnya.

Dengan demikian, lanjut Agus, kedua paslon mempunyai peluang yang sama untuk bisa memenangkan pertarungan. Ditambah lagi untuk kasus Pilgub Sumut kali ini, tidak  ada calon petahana. Begitu juga calon yang muncul pun merupakan sosok kontestan yang baru bertarung di Pilkada Sumut.

Sementara praktisi politik Ikhyar Velayati Harahap menilai, survei merupakan kajian ilmiah. “Soal legitimasinya, ya silakan publik menilai. Jikapun ada yang merasa janggal, ya bisa dibantah dengan survei juga. Dan survei Indo Barometer kan sudah terbantahkan dengan rilis survei yang dilakukan CEPP FISIP USU. Namun lagi-lagi, publik yang menjadi penilainya,” kata Ikhyar.

Meski begitu, Ikhyar menilai survei yang dilakukan CEPP USU memiliki validasi dan akurasi yang lebih bisa diterima publik. Alasan pertama, sambung Ketua PKNU Sumut itu, survey CEPP USU lebih aktual karena dilakukan pada Maret 2018 dan dirilis pula pada Maret 2018. “Kalau Indo Barometer yang dirilis 23 Maret 2018 itu kan surveinya dibuat pada awal Februari 2018. Jadi (survei CEPP USU) ya bisa lebih diterima publik,” imbuh Ketua Forum Aktivis 1998 Sumut itu.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
PASLON_Kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumut yakni Edy Rahmayadi- Musa Rajeckshah (kanan) dan Djarot Saiful Hidayat- Sihar Sitorus (kiri) bergandengan tangan usai pencabutan nomor urut Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut 2018 di Hotel Grand Mercure Medan, Selasa (13/2) Pasangan Djarot dan Sihar mendapat nomor urut 2 dan Pasangan Edi Rahmayadi dan Musa Rajeckshah mendapat nomor urut 1 dalam Pilgub Sumut 2018.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Baru-baru ini, dua lembaga survei yakni Indo Barometer dan Center For Election and Political Party (CEPP) USU, merilis hasil survei mereka soal Pilgubsu 2018. Dari kedua hasil survei tersebut, pasangan calon Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) dan Sjarot Syaiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss) saling mengungguli.

Dalam survei Indo Barometer yang dilakukan pada 4-10 Februari 2018 dan dirilis pada 23 Maret 2018, pasangan Djoss unggul tipis dengan 26 persen, sementara Eramas 25,8 persen. Sedangkan dalam survei Center For Election and Political Party (CEPP) USU yang dilakukan 3-7 Maret 2018 dan dirilis pada 24 Maret 2018, Eramas unggul di angka 49,3 persen dari Djoss yang ada di angka 34,5 persen.

Menyikapi survei ini, pengamat politik dari USU Agus Suryadi mengatakan, perbedaan hasil survei dari lembaga yang berbeda, bukan berarti menunjukkan ada yang salah dari proses tersebut. Namun mungkin pendekatan metodologi yang berbeda, tergantung masing-masing pihak. “Tetapi pada prinsipnya kalau melihat beberapa kasus Pilkada yang ada, biasanya kalau hanya dua calon dalam kontestasi tersebut, maka persaingannya sangat ketat, sebab head to head,” jelasnya.

Dengan demikian, lanjut Agus, kedua paslon mempunyai peluang yang sama untuk bisa memenangkan pertarungan. Ditambah lagi untuk kasus Pilgub Sumut kali ini, tidak  ada calon petahana. Begitu juga calon yang muncul pun merupakan sosok kontestan yang baru bertarung di Pilkada Sumut.

Sementara praktisi politik Ikhyar Velayati Harahap menilai, survei merupakan kajian ilmiah. “Soal legitimasinya, ya silakan publik menilai. Jikapun ada yang merasa janggal, ya bisa dibantah dengan survei juga. Dan survei Indo Barometer kan sudah terbantahkan dengan rilis survei yang dilakukan CEPP FISIP USU. Namun lagi-lagi, publik yang menjadi penilainya,” kata Ikhyar.

Meski begitu, Ikhyar menilai survei yang dilakukan CEPP USU memiliki validasi dan akurasi yang lebih bisa diterima publik. Alasan pertama, sambung Ketua PKNU Sumut itu, survey CEPP USU lebih aktual karena dilakukan pada Maret 2018 dan dirilis pula pada Maret 2018. “Kalau Indo Barometer yang dirilis 23 Maret 2018 itu kan surveinya dibuat pada awal Februari 2018. Jadi (survei CEPP USU) ya bisa lebih diterima publik,” imbuh Ketua Forum Aktivis 1998 Sumut itu.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/