MEDAN, SUMUTPOS.CO -Anggota Komisi II DPR RI, Suasana Dachi menilai, begitu banyak persoalan tanah di Provinsi Sumatera Utara (Sumut), khususnya mengenai eks HGU PTPN II. Karena itu, ia meminta agar terlebih dulu dipetakan persoalan tanah di Sumut.
Suasana menilai, banyak persoalan tanah ditunggangi oleh oknum-oknum tertentu, yang ingin mencari keuntungan pribadi.
“Biasanya lahan eks HGU dikuasai oleh oknum, bahkan mafia. Di lahan yang dikuasainya itu, dibentuk kelompok tani. Ketika pemerintah saat ini tengah gencar melakukan pembagian lahan, mafia itu yang akan diuntungkan, karena lahan itu atas namanya. Makanya kami meminta BPN dan instansi terkait, melakukan pendataan ulang,” tutur Suasana, Kamis (25/5) lalu.
“Maka harapan saya, ketika pemerintah meredistribusi tanah itu, didata sejelas mungkin,” imbuh politisi Partai Gerindra itu.
Bahkan politisi asal Nias itu, menuding ada oknum-oknum dari BPN yang ikut ‘main mata’, dalam persoalan tanah di Sumut. Luas tanah yang dipatok tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. “Misalkan ada tanah eks HGU yang dipatok seluas 50 hektare di dokumennya, tapi di lapangan bisa sampai 70 hektare. Sisanya itu yang dimainkan. Banyak kami menemukan laporan seperti itu,” beber Suasana.
“Terkait konflik tanah, saya lihat BPN-nya tak memiliki good will. Karena status tanah tak jelas, maka bisa muncul pemanfaatan klaim oleh masyarakat. Harapan saya, ketika ada redistribusi tanah, didata dengan jelas,” kata anggota Panja Tanah itu.
Sementara Gubernur Sumut HT Erry Nuradi, berharap, agar Panja Tanah yang dibentuk oleh Komisi II dapat mencarikan solusi, sekaligus menjembatani masalah-masalah lahan yang ada di Sumut dengan pemerintah pusat, seperti Menteri BUMN yang berhubungan dengan lahan eks HGU PTPN, TNI AU yang berhubungan dengan Sarirejo.
Erry menambahkan, beberapa hal yang menjadi benturan terutama untuk proyek-proyek strategis nasional, yakni yang berhubungan dengan pembebasan lahan di kawasan hutan, Sumut belum memiliki payung hukum untuk menjadi titik temu semua pihak.
Selain itu, lahan-lahan kehutanan di Sumut secara kondisi lapangan banyak yang sudah digarap masyarakat. “Bahkan lebih dari satu generasi yang sudah tinggal di kawasan tersebut,” ungkapnya.
Erry mencontohkan, proyek Bendungan Lau Simeimei, termasuk kawasan hutan yang akan dibebaskan pemerintah. Namun dilihat dari kondisi lapangan, masyarakat sudah tinggal di kawasan tersebut puluhan tahun. Sehingga masyarakat yang sudah tinggal di sana tidak mau hanya diganti bangunan ataupun tanaman saja.
Selain itu, juga ada yang mengklaim, hutan-hutan di Sumut merupakan hutan kemasyarakatan. “Ini pentingnya payung hukum untuk penyelesaian masalah ini,” pungkas Erry. (dik/saz)