SIANJUR MULAMULA, SUMUTPOS.CO – Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba terus mengupayakan agar kawasan Danau Toba mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai taman dunia. Melalui edukasi dan informasi kepada masyarakat, seluruh potensi yang ada, tersosialisasikan dengan baik.
Manager Area Samosir, Pusat Informasi Geopark Kaldera Toba Wilmar Simanjorang mengatakan bahwa pihaknya sudah berupaya memberikan informasi kepada publik tentang keberadaan sejumlah geosite, sebutan dari tempat yang muncul setelah terjadinya ledakan Supervolcano Toba, sekitar 500 tahun lalu yang kemudian membentuk kawah.
“Karena ini kan tentang mengkonservasi keindahan, jadi yang kita tampilkan itu yang terjadi di lapangan. Itulah mengapa, Geopark ini terus kita sosialisasikan ke masyarakat luas,” ujar Wilmar kepada wartawan ditemui di ruang kerjanya, Jumat (29/9).
Pentingnya menjadikan Geopark Kaldera Toba diakui sebagai taman dunia oleh UNESCO, menjadi tugas penting yang harus mereka kerjakan. Karenanya Wilmar menyebutkan bahwa kesiapan Geo Area Samosir sudah cukup maksimal dalam upaya mengkonservasi kekayaan yang ada.
“Jadi kita konservasi tiga hal, yakni keindahan alam, kekayaan flora dan fauna serta kultur (budaya) kita. Ini semua jika dimanfaatkan dengan baik, maka tidak hanya sekadar diakui sebagai taman dunia, tetapi akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat,” sebutnya.
Selain itu lanjut Wilmar, Badan Pengelola GKT yang diangkat melalui SK Gubernur Sumut HT Erry Nuradi, juga mengedukasi publik serta sekolah, bagi generasi muda.
“Pertama edukasi ke publik, apa saja kekayaan yang ada di kawasan Kaldera Toba ini harus disampaikan kepada masyarakat luas. Kemudian kepada sekolah-sekolah agar bagaimana ini dipahami oleh generasi muda yang nantinya akan memahami bagaimana seharusnya kita menjaga alam ini,” jelasnya.
Keterlibatan masyarakat terhadap pengelolaan Geopark adalah satu hal penting, di mana untuk menjadikan kawasan tersebut benar-benar mencerminkan sebuah taman bumi, maka segala yang ada di atasnya harus berperan serta. Sehingga konsep yang dibangun untuk tujuan Geopark adalah dari bawah ke atas (bottom-up).
“Kenapa kita gagal di 2015 lalu, karena saat UNESCO datang, mereka tidak melihat peran serta masyarakat di sana. Sehingga harus ada sinkronisasi antara pengelolaan Geopark ini dengan kesejahteraan ekonomi masyarakat,” katanya.
Sebelumnya Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumut Hidayati menyebutkan bahwa pentingnya informasi kepada publik tentang keberadaan situs-situs Geopark di Danau Toba harus menjadi prioritas. Sehingga masyarakat harus diberikan pemahaman dan kesadaran bahwa tujuan dari upaya pelestarian kekayaan alam di Sumatera Utara ini adalah memberikan kehidupan yang lebih baik kepada masyarakat. (bal/azw)