MEDAN, SUMUTPOS.CO -Penghuni lapas dan rutan yang ada di Sumut mencapai 29.446 narapidana (napi). Dengan daya tampung hanya 10.732 napi, angka fantastis tersebut tentunya menunjukkan overkapasitas. Dengan fakta ini, sudah dipastikan kondisi rutan dan lapas di Sumut sangat memprihatinkan.
Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kanwil Kemenkumham Sumut, Hermawan Yunianto mengatakan, kondisi overkapasitas rutan dan lapas di Sumut mencapai 286 persen.
“Ya, memang seperti itu kondisinya saat ini,” ungkap Hermawan, Selasa (28/11) sore.
Menurut Hermawan, saat ini Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham RI sedang memikiran formulasi atau aturan, untuk mengatasi overkapasitas di 33 UPT lembaga pemasyaratakan (lapas) ataupun rumah tahanan negara (rutan) se-Sumut Itu.
Formulasinya, yakni untuk tidak mengkategorikan semua pelaku tindak pidana, sedianya dimasukkan ke dalam penjara. Karena itu, bisa saja satu aturan yang baru nantinya menekankan untuk tidak memenjarakan pelaku yang melakukan tindak pidana.
“Ada satu kebijakan pemidanaan yang namanya restorative justice, atau suatu proses penyelesaian pidana yang para pelanggar hukumnya tidak harus masuk penjara. Contohnya pelanggaran pidana ringan, seperti pengguna narkoba, idealnya itu direhabilitasi, bukan masuk rutan atau lapas. Kalau masuk penjara, ada faktor-faktor yang sangat buruk di dalam penjara. Faktor yang mempengaruhi seseorang bukan menjadi baik, malah jadi jahat. Harus diterapkan secara selektif, penjara itu bukan untuk setiap pelanggar hukum. Itulah yang menyebabkan lapas dan rutan overkapasitas,” jelas Hermawan.
Tapi, sambung Hermawan, untuk menerapkan pengguna narkoba agar direhabilitasi saja, tidak mendapat dukungan dari para penegak hukum. Seperti dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mendakwa seorang pengguna narkoba dengan kata ‘menguasai’. Padahal, kata menguasai itu bermaksud untuk dikonsumsi pengguna narkoba. “Tapi memang ada anggapan para penegak hukum, sebelum menggunakan pasti menguasai. Kata menguasai ini yang dipersoalkan, bukan menggunakannya, bukan memakainya, tapi menguasainya. Sebelum dipakai kan menguasai, nah itu lah yang membuat dia masuk penjara. Padahal kan menguasai untuk dipakai sendiri. Hukum itu penafsirannya macam-macam,” katanya.
Selain itu, solusi mengatasi overkapasitas lainnya adalah pemberian hak bagi wargabinaan, seperti pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB), dan remisi. Namun solusi yang paling utama adalah pembangunan lapas baru. Sayangnya pembangunan lapas baru belum bisa terealisasi, karena kebijakan pusat belum ada mengarah ke hal tersebut. “Sejauh ini kami sudah membangun kamar hunian tambahan di lapas yang ada. Pada 2016 lalu, pembangunan kamar tambahan dibangun di Lapas Tanjunggusta Medan. Lalu di Labuhanruku, dan lainnya. Namun untuk pembangunan lapas baru, belum ada petunjuk,” pungkas Hermawan. (gus/saz)