Kepala Disdik Sumut, Arsyad Lubis yang dikonfirmasi via selulernya terkait sekolah yang menumpang UNBK, tak memberikan jawaban. Malahan, Arsyad menonaktifkan nomor ponselnya. Begitu juga dengan Ketua Panitia UN Sumut 2017, Yuniar. Bahkan, nomor seluler Yuniar tak bisa dihubungi, seperti diatur tidak bisa menerima panggilan masuk.
Terpisah, praktisi pendidikan dari Universitas Negeri Medan, Prof Syaiful Sagala menilai, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan persentase sekolah penyelenggara UNBK memang sebuah upaya positif. Hanya saja, kebijakan tersebut terkesan reaktif atau dipaksakan. Sebab, mendorong sekolah yang belum siap secara fasilitas untuk menumpang UNBK di sekolah lain justru dikhawatirkan mengganggu aspek psikologis siswa.
“Apakah sudah dipikirkan oleh pemerintah aspek psikologisnya. Siswa yang ujian di sekolah lain, dikhawatirkan akan kurang nyaman sehingga mengganggu konsentrasi,” ujar Syaiful.
Oleh karena itu, sambungnya, di sinilah yang perlu dipikirkan lagi oleh para pemangku kebijakan. Memperbanyak sekolah melaksanakan UNBK memang bagus karena lebih efisien dan memperkecil kebocoran soal. Hanya saja, dampak psikologis menumpang ujian juga layak menjadi bahan perhatian.
Tak hanya itu, kata Syaiful, jarak antar sekolah asal dengan sekolah tumpangan juga harus diperhatikan. Dengan melaksanakan ujian di sekolah lain tentunya membutuhkan anggaran transportasi tambahan.
“Biasanya ke sekolah bisa jalan kaki atau naik sepeda karena dekat, belum tentu setelah numpang ujian bisa tetap naik sepeda atau jalan kaki. Kalau jaraknya jauh kan harus naik kendaraan umum atau diantar orang tua,” imbuhnya. (ris)