28 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Industri Masih Enggan Terapkan SNI

JAKARTA- Beberapa sektor industri nasional masih enggan untuk menerapkan standar nasional Indonesia (SNI) meski pemerintah telah menetapkannya sebagai SNI wajib.

Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Arryanto Sagala mengatakan, saat ini, jumlah SNI wajib telah mencapai 73 SNI, atau bertambah lima SNI dari Maret 2011 yang masih sekira 68 SNI. Menurutnya, penambahan tersebut berasal dari produk berbasis logam.

Kemenperin mencatat, telah mengusulkan 21 SNI wajib meliputi persyaratan keselamatan dan kerja lampu swa ballast, pengondisian udara, lemari pendingin, dan mesin cuci.

SNI wajib juga diusulkan untuk produk sektor tekstil dan aneka mainan terkait keamanan yang bersifat fisik dan mekanis, mudah terbakar, maupun migrasi unsur tertentu. SNI wajib juga diusulkan untuk persyaratan zat warna dan kadar formaldehida pada kain untuk pakaian bayi dan anak.

Kemenperin juga mengusulkan pemberlakuan SNI wajib untuk ayunan, seluncuran, dan mainan indoor dan outdoor. SNI serupa juga akan berlaku pada baja batangan untuk keperluan umum (BKU), pipa baja lapis seng untuk saluran air, detergen bubuk dan sorbitol cair.

Terkait kendaraan bermotor, SNI wajib diusulkan untuk baterai sepeda motor, kaca spion untuk kendaraan bermotor kategori M, N, dan L, aki kendaraan roda empat atau lebih, serta untuk keselamatan sepeda motor roda tiga. Adapun, SNI wajib untuk industri maritim dan kedirgantaraan diusulkan untuk pelampung dan jaket keselamatan.
Jumlah SNI sektor industri yang sudah diterapkan pemerintah baik yang bersifat sukarela maupun wajib kini telah mencapai 3.969 SNI. SNI diterapkan terhadap enam kelompok industri, yaitu industri padat karya 433 SNI, industri kecil menengah (IKM) 189 SNI, industri barang modal 693 SNI, industri berbasis sumber daya alam 843 SNI, industri pertumbuhan tinggi 358 SNI, dan industri prioritas khusus 146 SNI.

Arryanto menjelaskan, pada prinsipnya, penetapan sebagai SNI wajib berarti produk yang diproduksi industri dalam negeri dan juga produk impor harus mematuhi standar tersebut. Hal itu, katanya, karena penerapan SNI wajib merupakan bagian dari perlindungan terhadap konsumen, selain juga masalah perlindungan terhadap keberadaan industri nasional.

Kenyataannya, katanya, sebagian besar industri nasional merupakan industri skala menengah dan kecil. Kondisi tersebut menjadikan pemerintah dalam posisi dilematis dengan dampak penerapan SNI tersebut terhadap kinerja industri. (net/jpnn)

JAKARTA- Beberapa sektor industri nasional masih enggan untuk menerapkan standar nasional Indonesia (SNI) meski pemerintah telah menetapkannya sebagai SNI wajib.

Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Arryanto Sagala mengatakan, saat ini, jumlah SNI wajib telah mencapai 73 SNI, atau bertambah lima SNI dari Maret 2011 yang masih sekira 68 SNI. Menurutnya, penambahan tersebut berasal dari produk berbasis logam.

Kemenperin mencatat, telah mengusulkan 21 SNI wajib meliputi persyaratan keselamatan dan kerja lampu swa ballast, pengondisian udara, lemari pendingin, dan mesin cuci.

SNI wajib juga diusulkan untuk produk sektor tekstil dan aneka mainan terkait keamanan yang bersifat fisik dan mekanis, mudah terbakar, maupun migrasi unsur tertentu. SNI wajib juga diusulkan untuk persyaratan zat warna dan kadar formaldehida pada kain untuk pakaian bayi dan anak.

Kemenperin juga mengusulkan pemberlakuan SNI wajib untuk ayunan, seluncuran, dan mainan indoor dan outdoor. SNI serupa juga akan berlaku pada baja batangan untuk keperluan umum (BKU), pipa baja lapis seng untuk saluran air, detergen bubuk dan sorbitol cair.

Terkait kendaraan bermotor, SNI wajib diusulkan untuk baterai sepeda motor, kaca spion untuk kendaraan bermotor kategori M, N, dan L, aki kendaraan roda empat atau lebih, serta untuk keselamatan sepeda motor roda tiga. Adapun, SNI wajib untuk industri maritim dan kedirgantaraan diusulkan untuk pelampung dan jaket keselamatan.
Jumlah SNI sektor industri yang sudah diterapkan pemerintah baik yang bersifat sukarela maupun wajib kini telah mencapai 3.969 SNI. SNI diterapkan terhadap enam kelompok industri, yaitu industri padat karya 433 SNI, industri kecil menengah (IKM) 189 SNI, industri barang modal 693 SNI, industri berbasis sumber daya alam 843 SNI, industri pertumbuhan tinggi 358 SNI, dan industri prioritas khusus 146 SNI.

Arryanto menjelaskan, pada prinsipnya, penetapan sebagai SNI wajib berarti produk yang diproduksi industri dalam negeri dan juga produk impor harus mematuhi standar tersebut. Hal itu, katanya, karena penerapan SNI wajib merupakan bagian dari perlindungan terhadap konsumen, selain juga masalah perlindungan terhadap keberadaan industri nasional.

Kenyataannya, katanya, sebagian besar industri nasional merupakan industri skala menengah dan kecil. Kondisi tersebut menjadikan pemerintah dalam posisi dilematis dengan dampak penerapan SNI tersebut terhadap kinerja industri. (net/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/