26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

CERI Temukan Dugaan Penunjukkan Langsung Proyek Energi Senilai Rp34 Triliun

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Program Sinergi Inkorporasi yang dijalankan di tubuh Subholding Pertamina Hulu Energi (SHU PHE) berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER- 08/MBU/12/2019 Tahun 2019, diduga berpotensi merugikan PT Pertamina (Persero).

Pasalnya, harga pengadaan barang dan jasa mahal yang harus dibayar oleh Subholding Upstream PT Pertamina Hulu Energi beserta anak usahanya kepada subkontraktornya. Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, kepada wartawan di Jalan Monginsidi, Medan, Jumat (29/7/2022).

“Kemahalan harga itu terjadi akibat pengadaan barang dan jasa tidak melalui proses tender, melainkan melalui penunjukan langsung ke anak dan cucu perusahaan Pertamina. Setelah penunjukan, pengadaan barang dan jasa dikerjakan oleh swasta yang menjadi subkontraktor, di sinilah sangat rawan praktik hengki pengkinya,” kata Yusri.

Menurutnya, jika dari Subholding Upstream ke anak usaha belum terlihat adanya penyimpangan, karena harga penunjukan langsung itu pasti tipis di bawah OE/HPS (harga perkiraan sendiri) dalam RKAP (rencana anggaran perusahaan) yang sudah disetujui oleh Holding dan Kementerian BUMN.

Padahal, kata Yusri, Permen BUMN itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya Pasal 19 dan Pasal 22.

“Prinsip dasar sistem pengadaan barang dan jasa dari perspektif hukum persaingan usaha, di antaranya harus transparan, tidak diskriminasi dan para pihak pemberi kerja dan penerima kerja harus menjunjung tinggi etika dan moral. Biasanya tercantum dalam dokumen prakualifikasi, tujuannya akan diperoleh efisiensi bagi Pertamina,” jelasnya.

Dengan proses penunjukan langsung yang sudah berlangsung sejak tahun 2021 hingga saat ini, harapan Yusri harus disikapi. Ia mendesak BPK RI dan BPKP serta penegak hukum dari KPK dan Kejaksaan Agung)untuk menelisik proses penunjukan dari anak usaha SHU PHE kepada perusahaan lainnya. Pihaknya siap membantu menunjukkan modusnya.

Kepada asosiasi pengusaha sektor Migas, IATMI, APMI, Aspermigas, APJPMI dan lain lainnya, agar segera melakukan Judicial Review Permen BUMN Nomor 08 Tahun 2019 ke Mahkamah Agung, sehingga para anggota selamat dari kebangkrutan. Kemudian,para pengusaha sektor Migas yang dirugikan bisa melapor ke Komisi Persaingan Usaha. “Mari bersinergi, kepada para pengusaha Migas dapat melakukan perlawanan terhadap kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir,” tegas Yusri.

Dikatakan Direktur Eksekutif CERI, pihaknya telah memperoleh dokumen Sinergi Inkorporasi yang tercecer di Kantin Pertamina, yaitu bahwa Sub Holding Upstream PT Pertamina Hulu Energi (SHU) telah melaksanakan Workshop Sinergi Inkorporasi di Yogyakarta pada 12 Januari 2022.

Workshop tersebut diketahui merupakan kegiatan untuk membahas 385 paket pengadaan senilai USD 4,5 miliar dari 1.238 paket pengadaan senilai USD 5,9 miliar yang akan diserahkan dengan proses tunjuk langsung kepada anak perusahaan sendiri. Paling besar menikmati penunjukan langsung pada tahun 2022 dari paket terbesar sampai terkecil, adalah PDC, ELSA, PDSI, PBAS, ETSA, PGSOL, PTK, EFK, PATLOG, KPI, PKG, PKG, PGNMAS, IAS, PIS, EPN, PKT dan Others.

Berdasarkan dokumen tersebut, diketahui bahwa potensi sinergi hasil workshop sangat fantastis nilainya, USD 2,16 miliar atau setara Rp34,4 triliun, jika dihitung dengan kurs Rp 15.000/USD untuk 174 paket pekerjaan. Sebanyak USD 738 juta di antaranya merupakan target sinergi Subholding Upstream PT Pertamina Hulu Energi, di mana USD 524 juta di antaranya untuk skema gross split dan USD 214 juta lainnya dari skema cost recovery.

“Realisasi nilai kontrak Sinergi Inkorporasi pada tahun 2021 terungkap sebesar USD 693,5 Juta atau sebesar 75,6 persen di luar minyak sebesar USD 608,3 juta. Realisasi tersebut berasal dari target Sinergi Inkorporasi Tahun 2021 dengan total nilai USD 917 juta lebih,” jelas Yusri.

Terhadap temuan itu, pada 25 Juli 2022 lalu, ungkapnya, CERI telah melayangkan Surat Elektronik Nomor 10/EX/CERI/VII/2022 kepada Direktur SDM & Dukungan Bisnis Subholding Upstream PT Pertamina Hulu Energi Oto Gurnita. Surat tersebut berisikan permohonan informasi dan konfirmasi Proyek Fantastis Sinergi Pertamina Sub Holding Upstream (SHU) PT PHE.

“CERI mengajukan permintaan informasi terkait sudah berapa besar capaian dari realisasi Sinergi Inkorporasi Subholding Unit sampai dengan periode Juli 2022, kemudian apa yang menjadi pola penunjukan langsung kepada anak perusahaan SHU PT PHE yang bertameng Sinergi Inkorporasi ini, apakah sepengetahuan dan persetujuan Pertamina Holding? Termasuk juga oleh Dewan Komisaris SHU PT PHE dan Dewan Direksi SHU PHE?,” ungkanya bertanya.

Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan apakah SHU PT PHE pernah membuat kajian dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh semua program Sinergi Inkorporasi, termasuk potensi bangkrut berujung PHK perusahaan kontraktor Jasa Penunjang Migas nasional dan daerah akibat program Sinergi Inkorporasi itu.

Tak hanya itu, CERI juga mengkonfirmasi apakah SHU PT PHE sudah pernah membuat kajian program Sinergi Inkorporasi yang disinyalir terdapat potensi harga menjadi kemahalan yang pada ujungnya bisa menggerus pendapatan dan keuntungan SHU PT PHE, atau jangan-jangan SHU PT PHE sengaja melakukan pembiaran atas telah terjadinya kemahalan harga itu.

Masih dalam surat tersebut, ungkap Yusri, CERI juga menanyakan status pengadaan Jack Up Rig ONWJ (Offshore North West Java) senilai USD 396 juta atau setara Rp 5,95 triliun yang berdasarkan informasi akan dilaksanakan oleh PT PDSI (Pertamina Drilling Service Indonesia).

“CERI menanyakan apakah PDSI selaku anak perusahaan yang akan ditunjuk telah memiliki pengalaman atau kemampuan mengerjakan pekerjaan pengeboran lepas pantai, atau PDSI hanya sebagai broker,” cetus Yusri.

Dengan adanya rencana pengadaan FSO (A030-21-FE 11A) di WMO senilai USD 73 juta membutuhkan komitmen PIS (Konsorsium bila perlu). Dari semua workshop itu mengirim pesan bahwa perubahan komposisi kepemilikan saham PDSI dan Elnusa berdampak pada status perusahaan terafiliasi Pertamina, sehingga membuat anak anak perusahaan PDSI dan Elnusa kehilangan kesempatan untuk dapat ditunjuk langsung senilai USD 162 juta, revisi Pedoman Pengadaan A7-001/PHE52000/2021-S9 perlu mendapat perhatian, ini kode keras, imbuh Yusri. “Kita (CERI), telah memberi batas waktu 27 Juli 2022 sampai pukul 16.00 WIB, tapi Oto Gurnita tidak memberikan keterangan,” kata Yusri.

Yusri menegaskan, surat konfirmasi tersebut dilayangkan CERI terkait prinsip good corporate governance (GCG) bagi seluruh staf dan karyawan Subholding Upstream PT PHE dalam menjalankan proses bisnisnya, serta sesuai Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, dari pihak Pertamina yg dikorfirmasi, Arya Dwi Paramita selaku Corporate Secretary Pertamina Hulu Energi mengatakan, PT Pertamina Hulu Energi sebagai Subholding Upstream Pertamina terus mendukung program pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas nasional dan multiplier effect bagi keseluruhan industri dalam negeri. Hal ini dibuktikan dengan capaian TKDN hingga 68,96% pada semester I tahun 2022, melampaui target yang telah ditentukan.

Dalam menjalankan proses pengadaan barang/jasa, di lingkungan Subholding Upstream Pertamina, Perusahaan mengacu pada Pedoman Pengadaan Barang/Jasa serta peraturan dan tata kelola yang berlaku. Sebagai bagian dari proses tersebut, juga dilakukan kajian-kajian baik teknis maupun komersial sesuai dengan kebutuhan.

Di sektor hulu migas, selain mengelola wilayah kerja, Subholding Upstream Pertamina juga memiliki anak usaha jasa penunjang hulu migas, yang mempunyai kualifikasi umum, kompetensi, serta pengalaman di bidang jasa pengeboran hulu migas.

Proses bisnis di Subholding Upstream Pertamina selalu menjunjung tinggi integritas dan komitmen pada penerapan Good Corporate Governance. (ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Program Sinergi Inkorporasi yang dijalankan di tubuh Subholding Pertamina Hulu Energi (SHU PHE) berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER- 08/MBU/12/2019 Tahun 2019, diduga berpotensi merugikan PT Pertamina (Persero).

Pasalnya, harga pengadaan barang dan jasa mahal yang harus dibayar oleh Subholding Upstream PT Pertamina Hulu Energi beserta anak usahanya kepada subkontraktornya. Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, kepada wartawan di Jalan Monginsidi, Medan, Jumat (29/7/2022).

“Kemahalan harga itu terjadi akibat pengadaan barang dan jasa tidak melalui proses tender, melainkan melalui penunjukan langsung ke anak dan cucu perusahaan Pertamina. Setelah penunjukan, pengadaan barang dan jasa dikerjakan oleh swasta yang menjadi subkontraktor, di sinilah sangat rawan praktik hengki pengkinya,” kata Yusri.

Menurutnya, jika dari Subholding Upstream ke anak usaha belum terlihat adanya penyimpangan, karena harga penunjukan langsung itu pasti tipis di bawah OE/HPS (harga perkiraan sendiri) dalam RKAP (rencana anggaran perusahaan) yang sudah disetujui oleh Holding dan Kementerian BUMN.

Padahal, kata Yusri, Permen BUMN itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya Pasal 19 dan Pasal 22.

“Prinsip dasar sistem pengadaan barang dan jasa dari perspektif hukum persaingan usaha, di antaranya harus transparan, tidak diskriminasi dan para pihak pemberi kerja dan penerima kerja harus menjunjung tinggi etika dan moral. Biasanya tercantum dalam dokumen prakualifikasi, tujuannya akan diperoleh efisiensi bagi Pertamina,” jelasnya.

Dengan proses penunjukan langsung yang sudah berlangsung sejak tahun 2021 hingga saat ini, harapan Yusri harus disikapi. Ia mendesak BPK RI dan BPKP serta penegak hukum dari KPK dan Kejaksaan Agung)untuk menelisik proses penunjukan dari anak usaha SHU PHE kepada perusahaan lainnya. Pihaknya siap membantu menunjukkan modusnya.

Kepada asosiasi pengusaha sektor Migas, IATMI, APMI, Aspermigas, APJPMI dan lain lainnya, agar segera melakukan Judicial Review Permen BUMN Nomor 08 Tahun 2019 ke Mahkamah Agung, sehingga para anggota selamat dari kebangkrutan. Kemudian,para pengusaha sektor Migas yang dirugikan bisa melapor ke Komisi Persaingan Usaha. “Mari bersinergi, kepada para pengusaha Migas dapat melakukan perlawanan terhadap kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir,” tegas Yusri.

Dikatakan Direktur Eksekutif CERI, pihaknya telah memperoleh dokumen Sinergi Inkorporasi yang tercecer di Kantin Pertamina, yaitu bahwa Sub Holding Upstream PT Pertamina Hulu Energi (SHU) telah melaksanakan Workshop Sinergi Inkorporasi di Yogyakarta pada 12 Januari 2022.

Workshop tersebut diketahui merupakan kegiatan untuk membahas 385 paket pengadaan senilai USD 4,5 miliar dari 1.238 paket pengadaan senilai USD 5,9 miliar yang akan diserahkan dengan proses tunjuk langsung kepada anak perusahaan sendiri. Paling besar menikmati penunjukan langsung pada tahun 2022 dari paket terbesar sampai terkecil, adalah PDC, ELSA, PDSI, PBAS, ETSA, PGSOL, PTK, EFK, PATLOG, KPI, PKG, PKG, PGNMAS, IAS, PIS, EPN, PKT dan Others.

Berdasarkan dokumen tersebut, diketahui bahwa potensi sinergi hasil workshop sangat fantastis nilainya, USD 2,16 miliar atau setara Rp34,4 triliun, jika dihitung dengan kurs Rp 15.000/USD untuk 174 paket pekerjaan. Sebanyak USD 738 juta di antaranya merupakan target sinergi Subholding Upstream PT Pertamina Hulu Energi, di mana USD 524 juta di antaranya untuk skema gross split dan USD 214 juta lainnya dari skema cost recovery.

“Realisasi nilai kontrak Sinergi Inkorporasi pada tahun 2021 terungkap sebesar USD 693,5 Juta atau sebesar 75,6 persen di luar minyak sebesar USD 608,3 juta. Realisasi tersebut berasal dari target Sinergi Inkorporasi Tahun 2021 dengan total nilai USD 917 juta lebih,” jelas Yusri.

Terhadap temuan itu, pada 25 Juli 2022 lalu, ungkapnya, CERI telah melayangkan Surat Elektronik Nomor 10/EX/CERI/VII/2022 kepada Direktur SDM & Dukungan Bisnis Subholding Upstream PT Pertamina Hulu Energi Oto Gurnita. Surat tersebut berisikan permohonan informasi dan konfirmasi Proyek Fantastis Sinergi Pertamina Sub Holding Upstream (SHU) PT PHE.

“CERI mengajukan permintaan informasi terkait sudah berapa besar capaian dari realisasi Sinergi Inkorporasi Subholding Unit sampai dengan periode Juli 2022, kemudian apa yang menjadi pola penunjukan langsung kepada anak perusahaan SHU PT PHE yang bertameng Sinergi Inkorporasi ini, apakah sepengetahuan dan persetujuan Pertamina Holding? Termasuk juga oleh Dewan Komisaris SHU PT PHE dan Dewan Direksi SHU PHE?,” ungkanya bertanya.

Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan apakah SHU PT PHE pernah membuat kajian dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh semua program Sinergi Inkorporasi, termasuk potensi bangkrut berujung PHK perusahaan kontraktor Jasa Penunjang Migas nasional dan daerah akibat program Sinergi Inkorporasi itu.

Tak hanya itu, CERI juga mengkonfirmasi apakah SHU PT PHE sudah pernah membuat kajian program Sinergi Inkorporasi yang disinyalir terdapat potensi harga menjadi kemahalan yang pada ujungnya bisa menggerus pendapatan dan keuntungan SHU PT PHE, atau jangan-jangan SHU PT PHE sengaja melakukan pembiaran atas telah terjadinya kemahalan harga itu.

Masih dalam surat tersebut, ungkap Yusri, CERI juga menanyakan status pengadaan Jack Up Rig ONWJ (Offshore North West Java) senilai USD 396 juta atau setara Rp 5,95 triliun yang berdasarkan informasi akan dilaksanakan oleh PT PDSI (Pertamina Drilling Service Indonesia).

“CERI menanyakan apakah PDSI selaku anak perusahaan yang akan ditunjuk telah memiliki pengalaman atau kemampuan mengerjakan pekerjaan pengeboran lepas pantai, atau PDSI hanya sebagai broker,” cetus Yusri.

Dengan adanya rencana pengadaan FSO (A030-21-FE 11A) di WMO senilai USD 73 juta membutuhkan komitmen PIS (Konsorsium bila perlu). Dari semua workshop itu mengirim pesan bahwa perubahan komposisi kepemilikan saham PDSI dan Elnusa berdampak pada status perusahaan terafiliasi Pertamina, sehingga membuat anak anak perusahaan PDSI dan Elnusa kehilangan kesempatan untuk dapat ditunjuk langsung senilai USD 162 juta, revisi Pedoman Pengadaan A7-001/PHE52000/2021-S9 perlu mendapat perhatian, ini kode keras, imbuh Yusri. “Kita (CERI), telah memberi batas waktu 27 Juli 2022 sampai pukul 16.00 WIB, tapi Oto Gurnita tidak memberikan keterangan,” kata Yusri.

Yusri menegaskan, surat konfirmasi tersebut dilayangkan CERI terkait prinsip good corporate governance (GCG) bagi seluruh staf dan karyawan Subholding Upstream PT PHE dalam menjalankan proses bisnisnya, serta sesuai Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, dari pihak Pertamina yg dikorfirmasi, Arya Dwi Paramita selaku Corporate Secretary Pertamina Hulu Energi mengatakan, PT Pertamina Hulu Energi sebagai Subholding Upstream Pertamina terus mendukung program pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas nasional dan multiplier effect bagi keseluruhan industri dalam negeri. Hal ini dibuktikan dengan capaian TKDN hingga 68,96% pada semester I tahun 2022, melampaui target yang telah ditentukan.

Dalam menjalankan proses pengadaan barang/jasa, di lingkungan Subholding Upstream Pertamina, Perusahaan mengacu pada Pedoman Pengadaan Barang/Jasa serta peraturan dan tata kelola yang berlaku. Sebagai bagian dari proses tersebut, juga dilakukan kajian-kajian baik teknis maupun komersial sesuai dengan kebutuhan.

Di sektor hulu migas, selain mengelola wilayah kerja, Subholding Upstream Pertamina juga memiliki anak usaha jasa penunjang hulu migas, yang mempunyai kualifikasi umum, kompetensi, serta pengalaman di bidang jasa pengeboran hulu migas.

Proses bisnis di Subholding Upstream Pertamina selalu menjunjung tinggi integritas dan komitmen pada penerapan Good Corporate Governance. (ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/