Guru besar pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengatakan berdasarkan data Juli lalu yang dikeluarkan Kementrian pertanian dan BPS, pemerintah memprediksi jumlah produksi pertanian tahun ini naik sebesar 6,64 persen menjadi 75,55 juta ton GKG (Gabah Kering Giling). Tahun lalu hanya 70,85 juta ton GKG.
Selain padi, produksi jagung dan kedelai juga meningkat masing-masing sebesar 8,72 persen dan 4,5 persen.
“Ini ada sebuah keheranan. Sebab, kenaikan produksi tiga komoditas ini secara bersamaaan tersebut tidak pernah terjadi belasan tahun terakhir, bahkan angka ramalan tersebut dinyatakan sudah memperhitungkan ancaman kekeringan akibat El Nino,” papar dia.
Ketua BPP Kajian Stategis dan Advokasi Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) Yeka Hendra Fatika mengatakan, ketidakakuratan data yang dimiliki pemerintah berdampak pada labilnya harga sejumlah kebutuhan pokok masyarakat.
Ia memprediksi pasokan daging sapi, kedelai, beras dan jagung kembali langka dan mahal di pasaran mulai Oktober ini dan trend nya terus meningkat hingga Januari 2016. “Masalah ketahanan pangan, solusinya harus perkuat stock , kalau tidak kita akan mengalami bencana pangan,” ujarnya.
Untuk itu Yeka meminta, pemerintah berfikir ulang untuk menghentikan rencana import sejumlah bahan pangan mulai tahun depan, sebab dengan kondisi itu maka harga sejumlah bahan pokok bakal terus naik hingga sulit dijangkau masyarakat.
“Kalau memang stock dalam negeri tidak mencukupi jangan alergi sama import. Jangan sampai kenaikan harga pangan yang tidak terkendali menjadi bola liar yang mengurangi kewibawaan pemerintah,” pinta dia.
Direktur Indef Enny Sri Hartati, mengakui sejak lama persoalan pertanian terletak ketidakakuratan data yang dimiliki pemerintah, saat ini masing-masing Kementerian memiliki data masing-masing tanpa memiliki acuan yang jelas. “Soal pertanian sebenernya sederhana, namun penyelesaian dari dulu hingga kini belum juga didapatkan,” kata dia.
Eni mengatakan pangkal utama penyelesaian pangan ditanah air, akibat minimnya peran mereka memperbaiki kesejahteraan petani. “Selama petani masih di dalam subjek bukan objek, kita tidak akan keluar dari persoalan,” ujarnya. (jpnn)