31.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Agrowisata Madu Takoma di Simalungun Jadi Inspirasi Baru Pelestarian Lebah

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Seorang petani kebun di Simalungun, Sumatera Utara (Sumut), membuka wawasan maupun pemikiran baru bagi banyak orang, terkait lebah, yang kerap dianggap sebagai hama dan sering dimusnahkan jika berjumpa.

Petani tersebut bernama Slamet Riyadi (35), yang sejak 2017 lalu, menginisiasi kebun miliknya di Desa Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Ketertarikannya terhadap lebah madu menjadikan kebun miliknya itu lambat laun disulap menjadi agrowisata madu dan lokasi konservasi pelajar ataupun mahasiswa yang melakukan penelitian.

“Kenapa madu? Ya karena saya ini memang anak kebun. Waktu kecil saat keluarga punya kebun kopi saya sering jumpa lebah yang bersarang membuat madu. Kalau sekarang kita sudah sulit melihat lebah secara alami,” ungkap Slamet, Senin (5/6).

Hal itu disampaikannya, karenan saat ini banyak tanaman yang menggunakan pestisda. Kemudian banyak masyarakat jika melihat lebah lebih dianggap sebagai hama.

“Jadi kalau lihat sarang (lebah) itu langsung dibakar,” tutur ayah 3 orang anak tersebut.

BANTUAN: Agrowisata Madu Takoma juga mendapat bantuan dari Yayasan Baitul Mal BRI.

Mulanya, Slamet berpikir untuk menangkarkan lebah dan memproduksi madu. Namun sejak 2019, dia mengubah konsep itu. Kebunnya disulap menjadi tempat penangkaran madu bernama Takoma. Lengkap dengan gedung labolatorium untuk penelitian dan cafe yang menyediakan minuman olahan madu, plus sebuah kolam pemandian yang sumber airnya dari mata air alami.

Jadilah tempat tersebut, yang mulanya adalah kebun penangkaran madu, menjadi lokasi agrowisata. Semacam aktivitas wisata yang melibatkan penggunaan lahan pertanian atau fasilitas terkait, yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Selain menangkar lebah madu, Slamet juga bertanam talas dan kopi.

“Justru nama Takoma diambil dari singkatan TAlas, KOpi, dan MAdu,” bebernya.

Dia juga menjelaskan, setiap pekan pihaknya pasti mendapatkan kunjungan dari rombongan pelajar maupun mahasiswa. Di lokasi tersebut, mereka berwisata sambil belajar. Dan dijelaskan pula bagaimana lebah madu itu diproduksi dan apa saja manfaatnya.

Untuk pemaparan edukasi madu yang diberikan di penangkaran Takoma ini, Slamet mengaku tak mematok biaya. Mereka yang datang hanya diperkenankan untuk membeli hasil madu yang dijual di sana.

Slamet juga mengatakan, agrowisata kopi, di samping daya tarik utama wisata lebah madunya, hal ini membuat semakin ramai dikunjungi wisatawan. Ada yang tertarik datang karena madunya ada juga yang tertarik datang karena kopinya. Sampai saat ini, ada 27 peternak terlibat di penangkaran madu tersebut.

“Sementara di sektor agrowisata, kami punya 11 tim yang tergabung pada kelompok sadar wisata,” ujar Slamet.

Takoma Memproduksi Madu Berualitas

Takoma adalah penangkaran lebah yang menghasilkan madu dari apis cerana di era putaran dataran tinggi Danau Toba dan perkebunan teh PTPN 4. Sejak aktif mengembangbiakkan lebah madu, hasil dari produksi di penangkaran madu Takoma ini terbilang terus meningkat. Dari 372 liter di 2018 dan naik drastis menjadi 2.127 liter pada 2021.

Lebah yang dibudidayakan berjenis abiscerana (Asian honey), lebah profolis (trigona SP). Rata-rata per bulan dia memanen hasil madunya, karena jumlah penangkaran sudah puluhan.

Lebah juga seperti makluk hidup lainnya, untuk tempat tinggal ada kami buatkan khusus. Di tempat itulah lebah menghasilkan madu murni.

“Tidak pernah ada pengunjung yang disengat lebah, asal tidak diganggu tempat tinggalnya,” jelas sosok yang menamatkan jenjang pendikan Strata 1 ini.

Slamet juga menjelaskan, madu murni dapat dibedakan dengan 3 metode, yakni dengan tes laboratorium, madu dihasilkan dari panen langsung di penangkaran. Metode terakhir dari uji organoleptik (dengan aroma dan rasa ), metode ini dapat dilakukan bagi orang-orang yang menekuni atau terbiasa di bidang madu.

Saat ini, hasil dari produksi madu di penangkaran Takoma beredar di wilayah Sumbagut bahkan hingga Jakarta, Batam, serta Kalimantan. Untuk varian harganya ada yang Rp2 ribu yakni kemasan sachet dan kemasan ekonomis 65 gram seharga Rp20 ribu. Selain itu ada yang kemasan botol berukuran 345 gram dibandrol cukup dengan mahar Rp75 ribu.

Tak hanya berhenti di situ, Slamet juga berhasil mendaftarkan madu Takoma ke HKI (Hak Kekayaan Intelektual). Tentunya hal ini bertujuan untuk melindungi produknya dari klaim pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dari pariwisata dan penjualan madu, dia berhasil mengumpulkan omzet rata-rata per bulan berkisar Rp23-30 juta.

Masuk Program BRILIAN Entrepreneur BRI

Berkembang menjadi pusat agrowisata madu membuat Slamet banyak dilirik oleh bebagai pihak, tak hanya pemerintah daerah maupun swasta, termasuk pihak perbankan, seperti BRI.

Pada 2022 lalu, penangkaran lebah madu Takoma masuk dalam radar program BRILIAN Entrepreneur dari BRI.

BRILIAN Enterpreneur merupakan rangkaian program yang dirancang khusus sebagai upaya mempertemukan UMKM di seluruh Indonesia dengan para buyer internasional. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan daya saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar dapat menembus pasar internasional dan menjadi momen kebangkitan UMKM Indonesia.

Manager Dept Ultra Micro, Social Entrepreneurship & Incubation RO Medan, Heri Hendri mengatakan, sejauh ini BRI RO Medan terus memberikan pembinaan terhadap kluster usaha penangkaran madu Takoma di Kabupaten Simalungun.

BRI kerap mengikutsertakan produk madu Takoma dalam berbagai kegiatan UMKM sekaligus aktif mensosialisasikan digitalisasi pemasaran produk untuk menambah segmen pasar. Acara terakhir yang diingatnya, saat mengikuti pameran produk UMKM pada perayaan HUT BUMN di Kota Pematangsiantar, 25 Februari 2023 lalu.

“Sebab saat ini perkembangan inovasi usaha harus terus di-update teknologinya, sehingga adanya peluang bisa ditampung terus. BRI melalui program yang ada terus mendukung kehadiran UMKM yang inovatif,” ujarnya.

Slamet juga bercerita sebagai pengguna fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI sebesar Rp30 juta. Dari permodalan yang baru lunas, dia mengaku cukup terbantu untuk mengembangkan usahanya.

Dia juga penerima bantuan dari Yayasan Baitul Mal BRI 2018. Saat itu Slamet mendapatkan dari jalur para pelaku entrepreneur. Dari acara yang diikutinya, badan ini menampung penyumbang harta kemudian dibagikan ke bidang pendidikan, entrepreneur, agama, dan lain sebagainya.

Disinggung modal laboratorium madu, dia mengaku mendapatkan fasilitas tersebut dari Kementerian Perindustrian RI melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Simalungun.

Digitalisasi Bawa Pengunjung Luar Daerah

Momentum era digitalisasi termaksimalkan oleh sosok entreprenuer bergelar sarjana ini. Slamet mampu meyakinkan pengurus melalui sambungan zoom meeting. Acara bertaraf nasional akan diadakan di penangkaran yang dikelolanya, tempatnya terpilih melalui suara terbanyak untuk menjadi tuan rumah Musyawarah Nasional 2 Inspirator Lebah Madu Indonesia. Direncanakan acara akan digelar dalam waktu dekat ini, sembari mempersiapkan teknis acara.

Untuk fasilitas di cafe miliknya, sejak 2019 Slamet menyediakan layanan pembayaran QRIS (transaksi scan barcode) demi memudahkan dan memanjakan pengunjung. Selain itu dia juga aktif melihat transaksi usahanya melalui aplikasi BRImo di smartphone miliknya.

Selain itu, dia juga mengandalkan media sosial yang familiar disebut IG, FB, dan WA. Melalui 3 media sosial andalannya ini, dia memperoleh keuntungan dengan menerima orderan luar daerah.

“Teranyar saya sudah menerima pemesanan dari pengunjung asal Malaysia dan Thailand berjumlah 52 orang. September tahun ini mereka akan berkunjung ke agrowisata ini,” pungkas Slamet. (dat/saz)

Istimewa

Istimewa
BANTUAN: Agrowisata Madu Takoma juga mendapat bantuan dari Yayasan Baitul Mal BRI.

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Seorang petani kebun di Simalungun, Sumatera Utara (Sumut), membuka wawasan maupun pemikiran baru bagi banyak orang, terkait lebah, yang kerap dianggap sebagai hama dan sering dimusnahkan jika berjumpa.

Petani tersebut bernama Slamet Riyadi (35), yang sejak 2017 lalu, menginisiasi kebun miliknya di Desa Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Ketertarikannya terhadap lebah madu menjadikan kebun miliknya itu lambat laun disulap menjadi agrowisata madu dan lokasi konservasi pelajar ataupun mahasiswa yang melakukan penelitian.

“Kenapa madu? Ya karena saya ini memang anak kebun. Waktu kecil saat keluarga punya kebun kopi saya sering jumpa lebah yang bersarang membuat madu. Kalau sekarang kita sudah sulit melihat lebah secara alami,” ungkap Slamet, Senin (5/6).

Hal itu disampaikannya, karenan saat ini banyak tanaman yang menggunakan pestisda. Kemudian banyak masyarakat jika melihat lebah lebih dianggap sebagai hama.

“Jadi kalau lihat sarang (lebah) itu langsung dibakar,” tutur ayah 3 orang anak tersebut.

BANTUAN: Agrowisata Madu Takoma juga mendapat bantuan dari Yayasan Baitul Mal BRI.

Mulanya, Slamet berpikir untuk menangkarkan lebah dan memproduksi madu. Namun sejak 2019, dia mengubah konsep itu. Kebunnya disulap menjadi tempat penangkaran madu bernama Takoma. Lengkap dengan gedung labolatorium untuk penelitian dan cafe yang menyediakan minuman olahan madu, plus sebuah kolam pemandian yang sumber airnya dari mata air alami.

Jadilah tempat tersebut, yang mulanya adalah kebun penangkaran madu, menjadi lokasi agrowisata. Semacam aktivitas wisata yang melibatkan penggunaan lahan pertanian atau fasilitas terkait, yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Selain menangkar lebah madu, Slamet juga bertanam talas dan kopi.

“Justru nama Takoma diambil dari singkatan TAlas, KOpi, dan MAdu,” bebernya.

Dia juga menjelaskan, setiap pekan pihaknya pasti mendapatkan kunjungan dari rombongan pelajar maupun mahasiswa. Di lokasi tersebut, mereka berwisata sambil belajar. Dan dijelaskan pula bagaimana lebah madu itu diproduksi dan apa saja manfaatnya.

Untuk pemaparan edukasi madu yang diberikan di penangkaran Takoma ini, Slamet mengaku tak mematok biaya. Mereka yang datang hanya diperkenankan untuk membeli hasil madu yang dijual di sana.

Slamet juga mengatakan, agrowisata kopi, di samping daya tarik utama wisata lebah madunya, hal ini membuat semakin ramai dikunjungi wisatawan. Ada yang tertarik datang karena madunya ada juga yang tertarik datang karena kopinya. Sampai saat ini, ada 27 peternak terlibat di penangkaran madu tersebut.

“Sementara di sektor agrowisata, kami punya 11 tim yang tergabung pada kelompok sadar wisata,” ujar Slamet.

Takoma Memproduksi Madu Berualitas

Takoma adalah penangkaran lebah yang menghasilkan madu dari apis cerana di era putaran dataran tinggi Danau Toba dan perkebunan teh PTPN 4. Sejak aktif mengembangbiakkan lebah madu, hasil dari produksi di penangkaran madu Takoma ini terbilang terus meningkat. Dari 372 liter di 2018 dan naik drastis menjadi 2.127 liter pada 2021.

Lebah yang dibudidayakan berjenis abiscerana (Asian honey), lebah profolis (trigona SP). Rata-rata per bulan dia memanen hasil madunya, karena jumlah penangkaran sudah puluhan.

Lebah juga seperti makluk hidup lainnya, untuk tempat tinggal ada kami buatkan khusus. Di tempat itulah lebah menghasilkan madu murni.

“Tidak pernah ada pengunjung yang disengat lebah, asal tidak diganggu tempat tinggalnya,” jelas sosok yang menamatkan jenjang pendikan Strata 1 ini.

Slamet juga menjelaskan, madu murni dapat dibedakan dengan 3 metode, yakni dengan tes laboratorium, madu dihasilkan dari panen langsung di penangkaran. Metode terakhir dari uji organoleptik (dengan aroma dan rasa ), metode ini dapat dilakukan bagi orang-orang yang menekuni atau terbiasa di bidang madu.

Saat ini, hasil dari produksi madu di penangkaran Takoma beredar di wilayah Sumbagut bahkan hingga Jakarta, Batam, serta Kalimantan. Untuk varian harganya ada yang Rp2 ribu yakni kemasan sachet dan kemasan ekonomis 65 gram seharga Rp20 ribu. Selain itu ada yang kemasan botol berukuran 345 gram dibandrol cukup dengan mahar Rp75 ribu.

Tak hanya berhenti di situ, Slamet juga berhasil mendaftarkan madu Takoma ke HKI (Hak Kekayaan Intelektual). Tentunya hal ini bertujuan untuk melindungi produknya dari klaim pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dari pariwisata dan penjualan madu, dia berhasil mengumpulkan omzet rata-rata per bulan berkisar Rp23-30 juta.

Masuk Program BRILIAN Entrepreneur BRI

Berkembang menjadi pusat agrowisata madu membuat Slamet banyak dilirik oleh bebagai pihak, tak hanya pemerintah daerah maupun swasta, termasuk pihak perbankan, seperti BRI.

Pada 2022 lalu, penangkaran lebah madu Takoma masuk dalam radar program BRILIAN Entrepreneur dari BRI.

BRILIAN Enterpreneur merupakan rangkaian program yang dirancang khusus sebagai upaya mempertemukan UMKM di seluruh Indonesia dengan para buyer internasional. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan daya saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar dapat menembus pasar internasional dan menjadi momen kebangkitan UMKM Indonesia.

Manager Dept Ultra Micro, Social Entrepreneurship & Incubation RO Medan, Heri Hendri mengatakan, sejauh ini BRI RO Medan terus memberikan pembinaan terhadap kluster usaha penangkaran madu Takoma di Kabupaten Simalungun.

BRI kerap mengikutsertakan produk madu Takoma dalam berbagai kegiatan UMKM sekaligus aktif mensosialisasikan digitalisasi pemasaran produk untuk menambah segmen pasar. Acara terakhir yang diingatnya, saat mengikuti pameran produk UMKM pada perayaan HUT BUMN di Kota Pematangsiantar, 25 Februari 2023 lalu.

“Sebab saat ini perkembangan inovasi usaha harus terus di-update teknologinya, sehingga adanya peluang bisa ditampung terus. BRI melalui program yang ada terus mendukung kehadiran UMKM yang inovatif,” ujarnya.

Slamet juga bercerita sebagai pengguna fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI sebesar Rp30 juta. Dari permodalan yang baru lunas, dia mengaku cukup terbantu untuk mengembangkan usahanya.

Dia juga penerima bantuan dari Yayasan Baitul Mal BRI 2018. Saat itu Slamet mendapatkan dari jalur para pelaku entrepreneur. Dari acara yang diikutinya, badan ini menampung penyumbang harta kemudian dibagikan ke bidang pendidikan, entrepreneur, agama, dan lain sebagainya.

Disinggung modal laboratorium madu, dia mengaku mendapatkan fasilitas tersebut dari Kementerian Perindustrian RI melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Simalungun.

Digitalisasi Bawa Pengunjung Luar Daerah

Momentum era digitalisasi termaksimalkan oleh sosok entreprenuer bergelar sarjana ini. Slamet mampu meyakinkan pengurus melalui sambungan zoom meeting. Acara bertaraf nasional akan diadakan di penangkaran yang dikelolanya, tempatnya terpilih melalui suara terbanyak untuk menjadi tuan rumah Musyawarah Nasional 2 Inspirator Lebah Madu Indonesia. Direncanakan acara akan digelar dalam waktu dekat ini, sembari mempersiapkan teknis acara.

Untuk fasilitas di cafe miliknya, sejak 2019 Slamet menyediakan layanan pembayaran QRIS (transaksi scan barcode) demi memudahkan dan memanjakan pengunjung. Selain itu dia juga aktif melihat transaksi usahanya melalui aplikasi BRImo di smartphone miliknya.

Selain itu, dia juga mengandalkan media sosial yang familiar disebut IG, FB, dan WA. Melalui 3 media sosial andalannya ini, dia memperoleh keuntungan dengan menerima orderan luar daerah.

“Teranyar saya sudah menerima pemesanan dari pengunjung asal Malaysia dan Thailand berjumlah 52 orang. September tahun ini mereka akan berkunjung ke agrowisata ini,” pungkas Slamet. (dat/saz)

Istimewa

Istimewa
BANTUAN: Agrowisata Madu Takoma juga mendapat bantuan dari Yayasan Baitul Mal BRI.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/