Enggar menyebutkan harga disebabkan karena kurangnya pasokan beras di pasar khususnya beras medium. Operasi pasar pun diambil sebagai strategi jangka pendek untuk menstabilkan harga beras. ”Sekarang apapun ceritanya, kita lebih baik penetrasi pasar dulu daripada kita mengusut kemudian meneliti penyebab kenaikan harga, nanti kepanjangan. Kita penetrasi saja, kita masukin beras ke pasar-pasar,” ujar Enggar.
Di samping itu, stok beras di Bulog sendiri juga masih di bawah target yang ditetapkan pemerintah. Saat ini stok beras di Bulog kurang lebih 930 ribu ton. Padahal pemerintah mentargetkan Bulog memiliki cadangan beras 1,5 juta ton sehingga mampu menggelar operasi pasar secara optimal untuk meredam peningkatan harga.
Harga beras yang merangkak naik membuat Satgas Pangan Polri bergerak. Kenaikan harga beras ini akan diteliti penyebabnya, apakah karena ada penyimpangan dalam distribusi atau tidak. Khawatirnya, terjadi upaya mengambil keuntungan secara melanggar hukum seperti di Kalimantan Selatan.
Kasatgas Pangan Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, memang ada sejumlah kasus dalam distribusi beras yang terjadi. Di Kalsel, terjadi pidana berupa penggantian kemasan beras Bulog menjadi kemasan lain. 18 ton beras Bulog itu disalahgunakan. ”Rencananya untuk keluar pulau Kalimantan,” terangnya.
Kondisi itu mempengaruhi stok beras di Kalsel. Namun, secara psikologis bisa juga mempengaruhi distribusi di Jawa dan Bali. Untuk di Jawa dan Bali ini sedang dilakukan operasi pasar yang merupakan langkah jangka pendek. ”Untuk meredam kenaikan harga beras agar tidak terlalu tinggi,” jelasnya.
Namun, Satgas Pangan yang memiliki langkah dengan memantau dan mengawasi rantai distribusi beras. ”Itu tugas kami, akan dilihat apa penyebab sebenarnya kenaikan harga ini,” tuturnya.
Apakah sudah mengetahui dengan penyebab utamanya? Setyo mengatakan bahwa Satgas Pangan masih bekerja. Bila, diketahui ada penyimpangan, tentu akan dilakukan penindakan. ”Tim sudah jalan ini,” paparnya ditemui di Bareskrim kemarin.
Namun begitu, Satgas Pangan tentu akan lebih teliti lagi dalam melihat sebuah penyimpangan. Misalnya, untuk sebuah pengoplosan beras. Bila pengoplosan itu dilakukan dengan meningkatkan harga lebih tinggi, maka pidana. Namun, bila pengoplosan beras itu harganya tidak di atas harga eceran tertinggi (HET) masih dalam batas toleransi. ”oplosan untuk meningkatkan kualitas tapi tidak lebih dari HET bisa ditoleransi,” ujarnya.